Apakah Yesus Adalah Putra Allah?

2348

HIDUPKATOLIK.com – Apakah kebangkitan Yesus membuktikan bahwa Dia adalah Putra Allah? Bagaimana Gereja sampai kesimpulan bahwa Yesus adalah Putra Allah?

Brigitta Primadita, Bandung

Pertama, kebangkitan Yesus tidak secara eksplisit membuktikan bahwa Yesus adalah Putra Allah. Tetapi kebangkitan membuka pengertian para murid, sehingga perlahan-lahan mereka semakin mengerti jati diri Sang Guru. Peristiwa kebangkitan menunjukkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang mengalahkan dosa dan kematian. Dari kristologi Tuhan yang bangkit ini, perlahan refleksi para murid berkembang sampai kepada kristologi Keputraan Ilahi. Hal ini bisa diamati dalam Surat-Surat Paulus, Injil Yohanes, dan Kitab Wahyu. Surat kepada orang Ibrani, serta Injil-Injil Sinoptik.

Kedua, keempat Injil sudah menunjukkan dengan jelas asal-usul ilahi Yesus. Injil Lukas jelas menunjukkan hal ini pada peristiwa pengandungan Yesus oleh Maria. Injil Matius menyatakan hal sama melalui pemberitaan malaikat kepada Yusuf. Injil Markus menyatakan dalam pembaptisan Yesus. Bahkan, Injil Yohanes menunjuk pada saat pre-eksistensi Sabda. Tetapi, semua belum merujuk kepada keputraan ilahi Yesus.

Kebangkitan meneguhkan bahwa Yesus mempunyai jati diri ilahi. Manusia tak bisa menjadi Allah atau dijadikan Allah, tetapi Allah bisa menjadi manusia. Maka, disimpulkan bahwa kemuliaan yang terpancar dalam keinsanian-Nya, yang merupakan pancaran jati diri ilahi-Nya yang sudah dimiliki-Nya, bahkan sebelum semua ada. Keilahian itu dimiliki bersama dengan Allah.

Jadi, jati diri ilahi itu selalu ada dalam Yesus sepanjang hidup-Nya di dunia dan kemudian dinyatakan dalam kemuliaan-Nya. Maka, jati diri ilahi itu pasti sudah dimiliki sebelum kehadiran-Nya di dunia. Jika demikian, Dia pasti sudah ada bersama dengan Allah. Artinya Dia memiliki pre-eksistensi, ada bersama Allah dan dalam Allah. Inilah perkembangan dari kesadaran tentang Tuhan yang bangkit menjadi kesadaran akan pre-eksistensi Yesus.

Rasul Paulus mengungkapkan kesadaran ini dalam Fil 2:6-11, Kol 1:15-20, dan Ef 1:3-13, dengan dua gerak, yaitu dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dengan demikian, kemuliaan yang dimiliki Yesus Kristus pada kebangkitan-Nya bukanlah sesuatu yang diberikan, tetapi sesuatu yang telah dimiliki-Nya, sebelum Dia diutus Bapa ke dunia, “sebelum dunia dijadikan” (Yoh 17:5).

Ketiga, bertitik-tolak dari kesadaran akan jati diri ilahi Yesus dan akan pre-eksistensi-Nya, dan merenungkan ajaran Yesus tentang relasi-Nya dengan Allah, para murid sampai kepada kesimpulan bahwa Yesus adalah Putra Allah. Panggilan Yesus kepada Allah sebagai Bapa, Abba,menunjukkan kesadaran- Nya akan keputraan Ilahi-Nya.

Yohanes menulis, “Ketika Dia dibangkitkan dari antara orang mati, para murid teringat pada apa yang Dia katakan”(Yoh 2:22). Ungkapan Yohanes ini menunjukkan bahwa para murid perlahan-lahan menyadari jati diri Yesus. Kesadaran ini pasti merupakan hasil bimbingan Roh Kudus, karena Roh Kudus yang “mengajar kamu segala hal dan membawa ingatanmu pada apa saja yang telah aku katakan kepada kamu” (Yoh 14:26; bdk. 16: 12-13).

Melalui refleksi para murid yang semakin mendalam tentang ajaran Yesus, terutama tentang relasi- Nya dengan Allah Bapa, dan juga karena bimbingan Roh Kudus, para rasul sampai kepada pengakuan bahwa Yesus adalah Putra Allah. Kesadaran akan keputraan Ilahi Yesus ini mengembangkan suatu pendekatan baru dalam pewartaan iman. Jika kerygma awali mulai dengan warta bahwa Yesus yang bangkit itu adalah Tuhan, maka sesudah kesadaran akan keputraan Ilahi itu, pewartaan iman mulai dengan pre-eksistensi Putra dan bersamaan antara Bapa dan Putra dalam persekutuan di surga. Baru kemudian disusul dengan pengutusan Putra untuk menyelamatkan umat manusia di dunia. Jadi, kebangkitan menjadi pendobrak refleksi para rasul, dari kristologi Kristus yang bangkit sampai pada kristologi Keputraan Ilahi.

Petrus Maria Handoko CM

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini