Menemukan dan Mengikuti Jalan-Nya

302
Kekuatan: Dwita bersama istri dan putra semata wayang mereka.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Menapaki peziarahan hidup sebagai murid Kristus, ia berjuang memberikan diri bagi negara dan Gereja. Ia terus bergulat untuk mewujudkan harapan: menyinkronkan iman dengan pekerjaan yang ia lakoni.

Beberapa bulan setelah kembali dari tugas di Norwegia pada 2012, Bernardus Dwita Pradana mendapat perutusan sebagai Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) pada Kantor Perwakilan Provinsi NTT (2012-2014) di kota Kupang, NTT. Bagi banyak rekannya, penugasan ini mengherankan.

“Orang mungkin melihat tidak masuk akal. Saya dari luar negeri, lalu ditugaskan di NTT, daerah yang dianggap kurang beruntung dari daerah lainnya di Indonesia. Namun, saya mencoba untuk membalik anggapan orang terhadap penugasan itu. Saya melihat sisi positifnya … di manapun kamu berada, di situ kamu bekerja,” tandasnya.

Dwita mengungkapkan, dirinya berusaha untuk menjalankan tugas yang dipercayakan dengan baik. Ia ingin memberikan diri sesuai kemampuan yang dianugerahkan Tuhan dan berprinsip tetap harus profesional. Bekerja di daerah yang mayoritas penduduknya Katolik, bukan berarti mengabaikan tugas yang seharusnya dilakukan.

Dwita menceritakan, dalam pertemuan dengan pemerintah setempat dan pihak-pihak terkait, ia dengan beragam cara mengajak semua orang bersikap jujur dan menghindari tindak korupsi atau penyelewengan keuangan. “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat! (Mat 4:17),” demikian Dwita memilih kutipan Kitab Suci sebagai pintu masuk untuk mengawali pertemuan atau pengarahan mengenai tatakelola keuangan di wilayah NTT.

Bagi Dwita, iman Kristiani dan pekerjaan tidak bisa dipisahkan. Kelahiran Yogyakarta, 6 September 1967 ini mengatakan bahwa orang Katolik juga dipanggil untuk mewujudkan tata kelola keuangan yang lebih baik, dan memberantas ‘budaya’ korupsi.

Mengalirkan Berkat
Dwita bekerja di BPK RI Jakarta sejak 1990, setelah lulus dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Jakarta. Sebelum menempuh pendidikan di STAN, ia menamatkan pendidikan di Seminari Menengah St Petrus Canisius Mertoyudan Magelang, Jawa Tengah, pada 1987.

Selama bekerja di BPK RI, ia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri dalam bidang ilmu yang ia geluti. Ia menyelesaikan studi Akuntansi di STIE Swadaya, Jakarta pada 1996, dan menyelesaikan studi master dalam bidang e-Commerce di Universitas Melbourne, Australia pada 2003. Ia juga diutus untuk mengikuti INTOSAI Development Initiative- Asian Organization of Supreme Audit Institutions (IDI-ASOSAI) Training Specialist, masuk tim penyusun modul training untuk membantu BPK di negara berkembang. Pada 2010-2012, ia mendapat tugas sebagai Manajer Program Transregional dan Knowledge Management, INTOSAI Development Initiative (IDI) Norwegia.

“Ada kebanggaan, karena mendapat kesempatan untuk tugas itu, berkiprah di internasional. Saya bersyukur bisa ambil bagian dalam tugas untuk membawa perubahan bagi negara berkembang dengan menjadi trainner,” tutur umat Paroki St Arnoldus Janssen Bekasi, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) ini.

Dari Norwegia, Dwita bertugas di kantor BPK Perwakilan NTT. Selama tugas itu, ia pun menjalin relasi dengan hierarki Gereja. Ia berpikir bahwa tidak hanya pemerintahan daerah dan lembaga atau institusinya yang mesti memiliki tata kelola keuangan lebih baik. Gereja dan lembaga di dalamnya pun harus mengelola keuangan dengan lebih baik sehingga tidak ada korupsi dan sejenisnya dalam lingkup Gereja.

“Tuhan seolah menyadarkan saya saat itu … Apa yang bisa saya lakukan? Saya hanya punya energi, keluarga. Ketika saya melihat Gereja juga perlu dibantu agar memiliki tata kelola keuangan yang lebih baik, saya tergerak hati. Saya ingin menjadi garam dunia,” ungkapnya.

Dwita pun menemui Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang, dan mengungkapkan keinginannya. Mgr Turang menyambut baik. Bahkan, Dwita mendapat kesempatan untuk memaparkan misi tersebut kepada para uskup lain, pada pertemuan para uskup se-Nusa Tenggara dan Bali. Mereka berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola keuangan di tingkat keuskupan maupun paroki-paroki. Namun, sebelum misi itu berjalan, Dwita harusmeninggalkan tanah NTT dan bertugas di Jakarta.

Di Jakarta, Dwita masih menggenggam erat misi yang belum sempat berjalan di Gereja NTT. Kesempatan kembali datang untuk menyebarkan benih kebaikan kepada semakin banyak orang. Ia diundang untuk hadir sebagai pembicara pada salah satu sesi dalam Sidang Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), November 2014, di kantor KWI Cut Meutia, Jakarta. Di hadapan para uskup se- Indonesia, ia memaparkan tentang tata kelola keuangan yang baik dan transparan.

“Saya ingin bisa memberikan diri untuk Gereja dan negara … Pro ecclesia et patria. Tuhan sudah memberikan sesuatu, anugerah, berkat kepada saya. Saya mesti juga memberikan diri untuk orang- orang di sekitar, untuk Gereja, dan negara,” ungkap Kepala Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) BPK RI Jakarta sejak Juli 2014 ini.

Doa dan Ekaristi
Dalam menjalankan pekerjaannya, berbagai tantangan kerap menghampiri dan mengiringi langkahnya. Salah satunya adalah “iming-iming” uang, yang mungkin dimaksudkan agar jika mendapati penyimpangan atau kesalahan keuangan yang ia periksa, ia tidak mempermasalahkan. Tolak! Begitulah kebulatan hati Dwita. Dan doalah perisainya. Ia meneladan semangat doa ini dari sang ibu, yang kini telah berpulang ke surga. “Ibu luar biasa dalam doa,” katanya.

Bersama istrinya, Maria Evitria Christiani dan buah hati mereka, Dwita pun menghidupi doa dalam hari- harinya. Sebelum tidur malam, Dwita dan keluarga menyediakan waktu untuk membaca Kitab Suci dan berdoa bersama. “Doa Angelus bersama juga sering kami lakukan. Jika waktunya tidak memungkinkan secara bersama, kami melakukannya masing-masing,” tutur Dwita. Setiap Minggu, bersama keluarga, ia menimba kekuatan dari perayaan Ekaristi digereja.

“Saya bisa bertahan dan bisa sampai seperti saat ini, juga karena doa istri saya. Saya masih hidup sampai sekarang berkat doa istri saya,” ujar umat Lingkungan Bunda Hati Kudus 4, Paroki Arnoldus ini.

Di celah kesibukan pekerjaan, Dwita berharap bisa ambil bagian dalam kegiatan di lingkungan dan masyarakat. Ia kerap mengikuti kegiatan di lingkungan, seperti ibadat atau Misa lingkungan, doa Rosario, family gathering. Sejurus dengan tema tahun syukur KAJ: “Tiada Syukur Tanpa Peduli”, Dwita menapaki peziarahan hidupnya. Ia berharap bisa menjadi berkat bagi orang lain. Di lingkungan tempat tinggalnya, ia dipercaya sebagai Seksi Rohani Kristiani pada tingkat Rukun Warga (RW). Di tempatnya bekerja, Dwita juga berusaha untuk menghidupkan kembali Misa Jumat Pertama di BPK Jakarta yang sempat redup. “Saya ingin bisa menggarami, menjadi garam … bukan menggarami lautan,” ujarnya sambil tersenyum.

Selain itu, bersama sahabat-sahabatnya, ia mulai membangun jejaring dengan rekan alumni seminari. Pada Minggu, 22/3, Temu Akbar Alumni Mertoyudan (Wilayah Bekasi dan sekitarnya) digelar di Kampus Paramitha Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Dwita didapuk sebagai ketua panitia acara itu. “Kita pernah hidup di seminari bersama. Kita memiliki perutusan masing-masing dalam kehidupan kita,” tandasnya.

Melalui komunitas alumni Mertoyudan itu, Dwita berharap para eks-Mertoyudan bisa saling meneguhkan. “Kami juga berharap bisa menjadi teman seperjalanan para imam,” ujarnya. Kini, Dwita memeluk erat keyakinan bahwa Tuhanlah yang menyusun perjalanan hidupnya. Ia berusaha untuk mengikuti skenario dan jalan yang disusun-Nya.

Maria Pertiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini