HIDUPKATOLIK.com – Mengapa anamnese keempat memakai rumusan “Setiap kali kita makan roti ini…”, padahal sesudah konsekrasi, roti itu sudah berubah menjadi Tubuh Kristus? Mengapa tidak dipakai rumusan “Setiap kali kita makan Tubuh Kristus…”? Apakah hosti besar milik imam mempunyai kuasa Roh Kudus yang lebih besar dibandingkan hosti umat yang kecil?
Yohanes Wamburye, Malang
Pertama, memang benar bahwa dalam peristiwa konsekrasi dalam perayaan Ekaristi terjadi perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Katekismus menegaskan ajaran ini, “Di dalam perayaan Ekaristi, roti dan anggur diubah melalui perkataan Kristus dan seruan kepada Roh Kudus, menjadi tubuh dan darah Kristus. …., Roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus atas cara yang penuh rahasia, tetapi tinggal tanda-tanda tentang kebaikan ciptaan.” (KGK No. 1333; bdk. 1353). Perubahan ini mengingatkan kita kepada mukjizat penggandaan roti yang dilakukan Yesus dan perubahan air menjadi anggur di perjamuan pernikahan di Kana. Dalam perjamuan nikah dalam Kerajaan Bapa, umat beriman akan minum anggur baru, yaitu Darah Kristus (KGK No. 1335).
Kedua, cara kehadiran Kristus itu dilukiskan “dengan sesungguhnya, secara real, dan substansialtubuh serta darah bersama jiwa dan ke-Allah-an Tuhan kita Yesus Kristus, dan dengan demikian seluruh Kristus” (Konsili Trente: DS 1651). Kehadiran ini bersifat substansial (KGK no 1375), karena “terjadilah perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi Tubuh Kristus, Tuhan kita” dan “seluruh substansi anggur ke dalam substansi Darah-Nya”. Maka, perubahan ini disebut dalam arti sesungguhnya, perubahan hakiki (transsubtansiasi) (DS: 1642) (KGK No. 1377).
Ketiga, perubahan substansi ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tetap tidak berubah, yaitu yang oleh Katekismus disebut “rupa”. “Rupa” ini adalah penampilan lahiriah, yaitu bentuk, warna, berat, dan rasa. Katekismus melukiskan hubungan antara kehadiran Kristus dan “rupa” itu, “Kehadiran Kristus dalam Ekaristi mulai saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada. Di dalam setiap rupa dan dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus.” (KGK no 1377). Jadi, “rupa” ini juga tetap boleh disebut sebagai roti yang mengemban kehadiran riil atau substansial Kristus. Maka, rumusan ajakan imam dalam Anamnese empat itu benar dan tidak melanggar Ajaran Gereja.
Keempat, Ajaran Gereja tersebut menegaskan bahwa kehadiran Kristus ada dalam setiap “rupa”, artinya dalam hosti suci, baik yang besar untuk imam maupun yang kecil untuk umat. Kehadiran Kristus tak tergantung besar kecil “rupa”, karena “di dalam setiap bagian” dari “rupa”, Kristus tetap hadir secara sama. Kehadiran Kristus itu tidak berkurang sedikitpun jika roti itu dipecahkan menjadi lebih kecil. Kuasa Kristus yang sama bekerja dalam rupa sekecil apapun.
Kelima, perlu mewaspadai jangan sampai jatuh ke dalam konsep materialistis dari kehadiran Kristus dalam Ekaristi, artinya intensitas kehadiran Kristus dialamatkan kepada kuantitas; besar kecil, sedikit banyak, dari rupa roti. Pemikiran yang keliru ini mengatakan bahwa semakin besar dan semakin banyak rupa Ekaristi yang diterima, maka kehadiran Kirstus semakin intens. Konsep ini mirip dengan konsep minum obat, yaitu meningkatkan dosis obat akan meningkatkan efek medis dalam diri orang yang meminum. Konsep materialistis dari kehadiran Kristus dalam Ekaristi ini bertentangan dengan Ajaran Gereja. Kehadiran Kristus, dan juga rahmat yang diberikan, tidak bergantung kepada kuantitas, karena kehadiran Kristus dan kuasa- Nya yang sama bekerja dalam roti sekecil apapun. Jadi, kuantitas yang besar kecil, sedikit banyak, tidak mengubah intensitas kehadiran Kristus yang sungguh, riil dan substansial.
Petrus Maria Handoko CM