Taize, Bertemu Allah Dalam Keheningan

948
[taize.fr]

HIDUPKATOLIK.com – Semua bermula pada 1940, ketika Roger Louis Schutz-Marsauche meninggalkan Swiss, negeri tempat kelahirannya, lalu menetap di Perancis. Kala itu, ia berusia 25 tahun. Dalam bekapan penyakit TBC, ia memilih mematangkan hidup rohani dalam panggilan doa. Berkat bantuan rekan-rekannya, ia bisa tinggal di Desa Taize, di perbatasan timur Perancis. Selain hidup dalam doa, ia mendedikasikan diri bagi para korban perang, anak-anak terlantar, serta warga miskin. Ia menampung mereka dalam balutan penuh kasih. Tanpa sepengetahuan orang-orang yang ia bantu, Roger kerap berdiam diri dalam doa. Ia menjauh dari rumah menuju hutan, mencari keheningan.

Pada musim gugur 1942, Roger harus meninggalkan Taize, karena pemerintah setempat tak menyukai karyanya. Roger tinggal sementara di Jenewa. Dua tahun berselang, ia kembali ke Taize bersama beberapa rekannya dari berbagai denominasi Gereja yang ingin mengikuti cara hidup rohani Roger. Mereka pun memulai kehidupan “baru” dalam satu komunitas.

Cita-cita Roger membangun “komunitas perumpamaan” semakin nyata. Bagi dia, “komunitas perumpamaan” merupakan komunitas dengan semangat Injil yang dibangun dengan kebulatan tekad untuk memberikan seluruh hidup, berupaya untuk saling memahami, dan terus-menerus hidup dalam persekutuan. Sebuah komunitas, di mana rekonsiliasi antara umat kristiani akan mewujud dalam kehidupan sehari-hari. “Saya menemukan identitas kekristenan saya dengan mendamaikan diri dalam Gereja Kristen Protestan dan dalam Gereja Katolik,” kata Roger. Semangat Roger ini terinspirasi penginjil Yohanes (Yoh 17:21), “… supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”

Selain hidup dalam doa, mereka juga menampung para korban perang serta kaum miskin. Karya ini segera menyebar ke beberapa negara di Eropa. Banyak orang muda dari beragam latar belakang datang ke Taize. Paskah 1949, para pengikut Bruder Roger mengucapkan kaul hidup selibat, berbagi harta dan spiritualitas, serta hidup dalam kesederhanaan. Bruder Roger menyusun aturan pertama komunitas Taize, “Pertahankan setiap saat keheningan untuk hidup di hadapan Kristus dan menumbuhkan semangat ucapan bahagia; suka cita, kesederhanaan, dan kemurahan.” Ia juga menekankan kasih Allah sebagai inti dari kehidupan. “Hidup dalam persekutuan dengan Allah membuka kita mencari rekonsiliasi dengan orang lain, serta berkomitmen mengurangi penderitaan mereka yang paling miskin.”

Bruder Roger wafat pada 16 Agustus 2005, dalam usia 90 tahun. Ia dibunuh saat doa malam. Jauh sebelum ia wafat, Bruder Roger telah memilih Bruder Alois Löser sebagai pemimpin Komunitas Taize.

Saat ini, Komunitas Taize terdiri lebih dari 100 bruder. Mereka berasal dari beragam denominasi Gereja, termasuk Gereja Katolik. Mereka datang dari sekitar 50 negara. Komunitas ini menjadi sebuah tanda perdamaian yang nyata umat kristiani. Para bruder hidup dari pekerjaan mereka sendiri. Mereka tidak menerima sumbangan. Jika seseorang bruder menerima warisan dari keluarganya, maka warisan tersebut diberikan melalui komunitas bagi orang-orang yang miskin. Sejak 1950-an, para bruder bertugas dan hidup bersama dengan orang-orang yang menderita akibat kemiskinan dan peperangan. Mereka ada di negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.

Komunitas Taize telah melahirkan sebuah musik ibadah yang bersifat meditatif. Musik Taize menekankan ungkapan-ungkapan sederhana, biasanya kalimat-kalimat pendek diambil dari Mazmur atau bagian-bagian lain dari Kitab Suci, yang diulang-ulang. Pengulangan ini dimaksudkan untuk membantu meditasi dan doa. Semua hal di atas membuat ibadah di Taize sangat khas, sederhana, mudah diresapi, serta mengalir seperti aliran sungai. Ibadah Taize yang sederhana ini selaras dengan kehidupan di Taize yang juga sederhana.

Taize menjadi tempat peziarahan umat kristiani. Setiap tahun, umat kristiani mengunjungi Taize, mencari dan bertemu Allah dalam keheningan, kesederhanaan, dan penuh suka cita.

Y. Prayogo

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini