HIDUPKATOLIK.com – Komunitas ini memiliki semangat untuk menumbuhkan iman penyandang disabilitas. Lewat katekese, mereka belajar mendalami ajaran Gereja dan memahami rencana Allah.
Wanita tengah baya itu dengan terampil menggerakkan tangannya. Ia tidak sedang memberi aba-aba paduan suara, tetapi sedang mengajar sekitar 16 orang penyandang tunarungu dengan bahasa isyarat. Nama wanita tersebut adalah Klemensia Sheny Chaniraga. Siang itu, Minggu, 14/6, di Ruang Asisi Paroki Hati Kudus Kramat, Jakarta, Sheny bersama empat kawannya sedang berkatekese kepada para penyandang tunarungu anggota Kumpulan Orang Mau Pelajari Ajaran Kristus (KOMPAK).
Sheny bukan orang baru dalam pelayanan kepada kaum disabilitas. Sejak 2010, ia sudah terlibat di Paguyuban Tuna Rungu Katolik (Paturka). Selama di Paturka, timbul keprihatinan dalam diri Sheny. Ia merasa, masih banyak penyandang disabilitas selain tunarungu yang belum mendapatkan pelayanan. “Padahal mereka juga perlu mendapat perhatian yang sama untuk menerima kabar gembira,” katanya.
Sheny kemudian mencari umat Katolik penyandang disabilitas selain tunarungu yang ia kenal. Ia lalu mengundang mereka untuk menghadiri pertemuan katekese atau pembinaan iman Katolik. Awalnya, kegiatan katekese dilakukan di halaman Gereja St Maria Diangkat ke Surga, Katedral, Jakarta. Kadang, juga diadakan di Gereja Hati Kudus Kramat, Jakarta. Seiring waktu, KOMPAK kemudian mendapat tempat di Ruang Asisi Paroki Hati Kudus Kramat, Jakarta. Selasa, 4 Juni 2014, Sheny bersama anggota komunitas ini kemudian menamakan kelompoknya dengan nama KOMPAK. Selain mendapat tempat, rupanya Pastor Kepala Paroki Hati Kudus Kramat, Romo Yustinus Agung Setiadi OFM pun juga bersedia menjadi pastor moderator KOMPAK.
Pendampingan Katekese
KOMPAK memiliki visi untuk membangun dan menumbuhkan iman anggotanya supaya mampu memahami rencana Allah, juga supaya dapat melayani sesama di lingkungan dan masyarakat luas. Untuk merealisasikan visi ini, KOMPAK merumuskan misinya yaitu untuk: Menghimpun dan membina iman Katolik para penyandang disabilitas yang berusia 20 tahun sampai dengan Lansia di kota Jakarta. Membangun iman supaya anggota dapat menerima kenyataan hidup sesuai rencana Allah. Memberikan kegiatan rohani secara rutin Menumbuhkan kebiasaan berdoa, beribadah, membaca Alkitab, sharing iman, dan bersekutu dengan umat lain, dan memberikan kegiatan rekoleksi serta retret kepada para anggotanya.
Untuk mewujudkan misi itu, KOMPAK mengadakan pendampingan rutin lewat katekese. Kegiatan ini dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, untuk anggota tunanetra, tunadaksa, dan tunagrahita yang dilaksanakan pada Minggu kedua. Sedangkan untuk anggota tunarungu mendapat pendampingan katekese pada Minggu keempat. Semuanya diadakan di Ruang Asisi Paroki Hati Kudus Kramat setiap pukul 11.00-13.00 WIB.
Pengajaran diadakan dengan pendekatan sesuai jenis disabilitasnya. Hal ini yang kemudian membuat pendampingan ini menjadi dua kelompok. Untuk anggota tunarungu, menggunakan media gambar dan bahasa isyarat lewat gerakan tangan dan mulut. Sedangkan untuk tunanetra, menggunakan bahasa verbal. Sedangkan untuk tunadaksa dan tunagrahita, proses pendampingannya menggunakan media gambar dan bahasa verbal. “Supaya pendamping bisa fokus dengan pelayanan, maka dibagi dalam dua kelompok,” ujar Sheny.
Saat menyiapkan materi katekese, Sheny mendiskusikan dengan Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Romo Victorius Rudy Hartono. Selain dengan Romo Rudy, ia juga mendiskusikan konsep katekese dengan moderator KOMPAK, Romo Yustinus Agung Setiadi OFM.
Selain katekese, kegiatan lain KOMPAK adalah Misa khusus untuk penyandang disabilitas, yang dilaksanakan setiap Minggu pertama dan ketiga dalam bulan, pukul 09.00 WIB, di Gereja Hati Kudus Kramat. Para penerjemah selalu hadir untuk memandu dan menemani anggota KOMPAK penyandang tunarungu. Anggota lain mengikuti Misa dengan melihat layar proyektor yang dipasang di samping altar. Mereka juga mengadakan rekoleksi, retret, dan ziarah yang diada kan dua kali setahun. Kegiatan retret terakhir yang mereka lakukan yaitu retret di Lembah Karmel pada 13-15 Februari 2015. Selain kegiatan rutin, untuk mensosialisasikan komunitas ini kepada umat, KOMPAK juga mengadakan seminar. Misalnya, pada Sabtu, 6/6, mereka mengadakan seminar di Aula Perhimpunan Vincentius Jakarta (PVJ), dengan topik “Save Disability and Keep the Faith”.
Tulus Melayani
Saat ini, KOMPAK melayani sekitar 60 anggota, berusia 25-70 tahun. Karena jumlah relawan masih sedikit dan supaya bisa konsentrasi pada pelayanan, Sheny bahkan mengundurkan diri dari perusahaan tempat ia bekerja. Suami dan anak-anaknya awalnya sulit menerima keputusan ini. “Seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya mendukung,” ujarnya.
Selain Sheny ada tiga relawan yang setia membantunya. Bagi Sheny, yang diutamakan dalam pelayanan ini, bukan banyaknya relawan, tetapi kesetiaan dan kerelaan relawan.
Semangat sukarela dan kesetiaan inilah yang akhirnya mendorong Elisabeth Eva Handayani untuk ikut menjadi pendamping KOMPAK. Di komunitas ini, Eva bisa lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Awalnya, Eva diajak Sheny yang adalah Wali Baptisnya. Tanpa pikir panjang, tawaran itu diterima karyawati bank swasta di Jakarta ini. Setelah itu, perempuan kelahiran Bandung, 2 Mei 1985, ini rutin membantu KOMPAK setiap Minggu.
Mengenal Tuhan
Setelah hampir satu tahun, pelayanan KOMPAK dirasakan manfaatnya oleh para anggota. Maria Margaretha Cecilia Herawati, mengaku gembira bisa bergabung. Ia juga merasa dapat semakin mengenal Tuhan lewat kegiatan katekese dan kegiatan lainnya. Sebelumnya, Maria merasa kesulitan memahami isi Kitab Suci. “Dengan ikut KOMPAK, saya bisa mendapatkan pengetahuan baru dan semakin mengenal Tuhan,” ujar perempuan kelahiran Jakarta 18 Maret 1981 ini.
Selain semakin memahami isi Alkitab dan ajaran Gereja, Maria juga mengaku senang bisa bertemu dengan sesama penyandang disabilitas. Karena pandai menyanyi, Maria bisa menyalurkan hobi nya dengan tampil menyanyikan lagu-lagu rohani.
Suami Maria, Harry Pattirajawani, yang mengalami kebutaan mata kanan, juga merasa terbantu dengan kegiatan komunitas ini. “KOMPAK telah membuat kami yang memiliki keterbatasan fisik, boleh memahami ajaran Gereja dan mengenal Tuhan seperti umat lain,” kata lulusan etnomusikologi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.
Tentang biaya operasional untuk kegiatan, Sheny mengungkapkan, selalu ada orang yang berkenan menyumbang. Ia mengungkapkan keyakinannya, “Meski tidak memiliki donatur tetap, kami percaya Tuhan akan menyediakan apapun yang KOMPAK butuhkan.”
Edward Wirawan