Mbak Ati, Tuhan sungguh telah Menyelamatkanmu

599
RIP Maria Tarmiati

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu pagi tanggal tujuh belas  September, aku dibangunkan oleh dering telepon rumah dari Sr. Laura, PI di Semarang bahwa mbak Atik sedang kritis dan ada di rumah sakit Elisabeth Semarang. Mbak Atik yang sejak Agustus tahun lalu bernama Maria Tarmiati, memang telah dibaptis oleh pastor paroki Kebon Dalem,  Semarang atas keinginannya sendiri. Kisah ini pernah dimuat di majalah Komunika setahun yang lalu dengan judul Bencana atau Rencana.

Aku diberitahu juga bahwa kali ini kondisi kritisnya berbeda dari yang sudah-sudah. Memang selama setahun di Semarang, mbak Atik sudah mengalami kritis berkali-kali dikarenakan kondisi kesehatannya. Ada gagal ginjal, hepatitis C, gangguan jantung dan sedikit perdarahan otak yang disebabkan oleh darah tingginya. Biasanya setelah dua tiga hari dirawat di rumah sakit, maka mbak Atik diperbolehkan pulang dan bisa membantu oma-opa di panti jompo dimana dia juga tinggal.

Menyiapkan buku-buku nyanyian buat ibadat bersama, menyiapkan kursi-kursi bagi oma-oma, termasuk menyuapi seorang oma dipanti tersebut adalah hal yang biasa dilakukannya dengan senang hati karena sifatnya yang memang tidak bisa diam dan suka menolong.

Sejak lebih dari setahun yang lalu, mbak Atik tinggal di Semarang dikarenakan dia tidak menikah, tidak ada sanak saudara yang mau dan sanggup merawatnya, hingga akhirnya dia datang kembali kepadaku. Memang dulu dia pernah bekerja dirumahku selama hampir delapan belas tahun, dan ketika dia memutuskan keluar karena ingin menikah, rupanya panggilan hidupnya berkata lain.

Tidak jadi menikah, karena sang pangeran pujaannya ternyata hanya memanfaatkan uang dan harta dunia yang dimilikinya dari hasil bekerja dirumahku, membuatnya kecewa dan memilih untuk bekerja dan bekerja selama masih ada tenaga. Kerja dikantor tidak mungkin karena dia tidak bisa membaca dan menulis. Hanya bisa membaca angka saja.  Meski cerdik akalnya, tapi terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya. Jadilah dia asisten rumah tangga selama berpuluh-puluh tahun, namun tetap membuatnya ceria dan selalu tergugah hatinya menolong orang lain yang lebih menderita.

Aku ingat waktu dulu dia masih bekerja padaku, dia secara rutin membantu tukang sapu jalan, janda yang sudah tua dan meski dia sendiri tidak berpunya, tetapi masih mau memberi dari kekurangannya kepada orang yang lebih susah darinya.

Minggu siang sekitar jam dua belas, aku mendapat kabar bahwa mbak Atik sudah meninggal dunia di usianya yang terbilang cukup muda, lima puluh satu tahun, dan memang sejak pagi kucoba mendoakan Rosario dan doa Kerahiman Ilahi baginya ketika mengetahui bahwa dia sedang kritis.

Aku dan kedua anakku yang saat itu selesai makan siang menangis sedih dan memang aku merencanakan setelah makan aku akan mendaraskan Rosario di Goa Maria di Laurentius, Alam Sutera. Maka setelah selesai makan, kami menuju Goa Maria dan saat aku hendak  memasang lilin dan ketika ku berdiri di depan Goa, aku membaca tulisan “Ibu, inilah anakmu” dan aku memaknainya dengan penyerahan dirinya kepangkuan Bunda Maria yang pasti menolongnya.

Jika di lain waktu, mungkin kalimat itu bermakna lain bagiku, tetapi kali ini sungguh membuatku menangis tersentuh dan di dalam hati aku berkata “Ya Bunda, tolonglah anakmu Maria Tarmiati yang baru saja berangkat dari kehidupan fana di dunia ini”.

Ketika mendapat kabar dari Sr. Laura bahwa upacara pemakamannya akan dilakukan Senin pagi jam sepuluh, aku berpikir akan hadir hingga ke pemakaman di Semarang. Ketika mencari tiket, ternyata tidak ada satu maskapai pun yang terbang ke Semarang pada hari Senin, hingga akhirnya aku memutuskan berangkat langsung malam itu dan menginap di Semarang satu malam.

Sesampainya di Semarang pada malam itu, aku mendapat kabar bahwa keluarganya akan datang ke Semarang dan sedang mencari kendaraan. Aku khawatir juga bahwa nanti mereka akan meminta agar upacara doa tidak dilakukan secara Katolik, mengingat mereka adalah saudara-saudara Muslim yang sempat menolak kepindahan mbak Atik menjadi pengikut Kristus.

Keesokan harinya aku bangun pagi-pagi jam setengah lima dan membaca pesan singkat bahwa ada tujuh orang keluarga yang datang dari kampung Slawi, Tegal dan dua orang keluarga dari Jakarta akan hadir ke pemakaman. Aku gembira sekaligus khawatir. Namun semuanya aku serahkan kepada Tuhan Yesus yang aku percaya bahwa sejak mbak Atik dibaptis setahun yang lalu hingga saat ini, Tuhan Yesus lah yang  telah menyelenggarakan semuanya.

Sejak sampai di Semarang malam itu tak putus-putusnya aku berdoa Rosario bagi keselamatan jiwanya. Aku juga membisikkan kata-kata maaf dalam hati kepada mbak Atik jika ada salahku kepadanya dan aku juga minta kepada Tuhan agar mengampuni segala kesalahannya dan demikian juga aku memaafkan segala kesalahannya kepadaku.

Tadi sore aku mendapat kabar dari Sr. Laura bahwa mbak Atik telah menerima sakramen perminyakan, yang membuat aku bahagia dan  yakin bahwa Tuhan telah menolongnya dengan KerahimanNya kepada orang-orang kecil.

Ketika berangkat bersama Sr. Lauran ke pemakaman Tionghoa Ie Wan, kami mampir ke toko roti untuk membelikan beberapa roti bagi para pelayat termasuk yang kupikirkan adalah saudara-saudaranya yang datang dari kampung.

Kami sampai lebih awal, dan setelah berdoa, aku merasa bahwa mbak Atik sekarang sudah lebih bahagia, karena telah dibebaskan dari penyakitnya dan telah beroleh jalan menuju keselamatan.

Tak lama kemudian rombongan keluarga mbak Atik dari kampung dan dari Jakarta tiba, dan sebelumnya Sr. Laura membisikkan kepadaku bahwa jika memang keluarga menginginkan mbak Atik dibawa ke kampung dan disemayamkan disana, maka sr. Laura akan memberikannya. Aku juga setuju dengan keputusan yang bijaksana itu.

Tetapi rupanya keluarga tidak mengatakan apapun, dan mereka dapat menghormati dan bahkan ada yang mengikuti ibadat pelepasan dengan khusuk dan hormat. Tampak sekali bahwa mereka tidak ada keinginan untuk mengambil jenasah ataupun mendoakan jenasah secara agama mereka.

Sungguh Karya Tuhan yang luar biasa. Kalau Tuhan berkehendak, maka segala sesuatu dapat terjadi. Telah beberapa kali kubaca hal ini dalam Kitab Suci.

Akhirnya setelah jenasah didoakan oleh seorang prodiakon dengan ibadat pelepasan, maka jenasah dibawa dengan ambulans ke pemakaman Kedung Mundu di Semarang, dan seluruh keluarga juga turut mengantar sampai ke pemakaman.

Selamat jalan Maria Tarmiati. Bunda Maria menolongmu dan Tuhan Yesus menyelamatkanmu. Engkau telah menyelesaikan pertandingan di dunia ini dengan baik dan sekarang saatnya bagimu untuk menerima kebahagiaan yang abadi. Amin. (Johanna Kemal)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini