Memutus Rantai Kemiskinan Dan Ketergantungan Anak-Anak Panti Asuhan

394
Tetap Semangat: Anak-anak YPU di panti asuhan yang terbakar pada 29 Maret 2015.
[HIDUP/Yohanes Mega Hendarto SJ]

HIDUPKATOLIK.com – Panti Asuhan kerap diidentikkan dengan penampungan anak yatim piatu, yang menerima sumbangan. Di tempat ini, lain. Anak-anak ditempa menjadi entrepreneur.

Gerbang putih itu senantiasa terbuka bagi siapa saja yang mau berkunjung, belajar, maupun memberi pelayanan kepada anak-anak di Yayasan Prima Unggul (YPU). Sekelompok guru dan pendamping Bina Iman Anak (BIA) dari Paroki St Thomas Rasul, Bojong Indah, Jakarta pun berkunjung dan mengadakan acara di tempat ini. Suasana gembira menyelimuti anak-anak, Minggu, 21/6.

Panti Asuhan Yayasan Keluarga Kasih Sejati lebih dikenal dengan nama Yayasan Prima Unggul (YPU), sesungguhnya adalah nama sekolah bagi anak-anak panti asuhan di tempat itu. Anak-anak ini didampingi oleh pasutri Martinus Mesarudi Gea dan Debby Tampubolon. Mereka berdua merintis YPU sejak 2010. “Sejak kelas 3 SMP hingga lulus SMA, saya tinggal di panti asuhan. Setelah lulus dari panti, saya tidak punya bekal untuk hidup di dunia luar,” kenang Martin, lulusan S3 bidang manajemen pendidikan ini.

Setelah bergulat dengan kehidupan yang keras kurang lebih setahun, Martin mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah. Setelah lulus, ia bergabung dalam Forum Komunitas Panti Asuhan Indonesia (FKPAI). DI forum ini, Martin dipercaya menjadi ketua untuk periode 2007- 2014. Saat itu ia merasakan paradoks dalam hidupnya. Di satu sisi ia mengajar anak-anak kelas “internasional” di Jakarta Timur, sementara pada sisi lain ia berkecimpung di panti asuhan, yang mengasuh anak-anak kurang mampu.

Suatu kali, ketika berkunjung ke panti jompo, ia mendengar cerita seorang nenek yang mengaku dari kecil tinggal di panti, bahkan anak beserta cucunya juga tinggal di panti. “Bayangkan, seorang nenek bercerita demikian! Jangan-jangan, nanti cicitnya pun juga tinggal di panti,” ungkap Martin.

Martin bertanya-tanya dalam hati, “Ada apa dengan panti asuhan, hingga terjadi fenomena semacam ini?” Dari peristiwa ini, Martin ingin memutus rantai kemiskinan dan ketergantungan anak-anak panti. Akhirnya, tercetuslah inspirasi mendirikan panti asuhan yang mendidik anak-anak agar kelak dapat memenuhi kehidupannya sendiri.

Bangkit dari Musibah
Angka tujuh, angka “keramat” dalam perjalanan YPU. Pada mulanya, pada 2010, Martin dan Debby memulai mendirikan panti asuhan di rumah mereka, Jakarta Timur. Di rumah seluas 70 meter persegi, mereka mampu menampung sekitar 25 anak. Enam bulan kemudian, mereka mendapat tempat seluas 700 meter persegi di Jl Bangunan Timur, Jakarta Timur. Rumah ini berdaya tampung 50 anak. Di tempat itulah, selama empat tahun, kegiatan, pengajaran dan kehidupan YPU dikembangkan. Hingga akhirnya, semua kegiatan itu terhenti akibat musibah kebakaran.

Minggu dini hari, 29 Maret 2015, kobaran api meluluhlantakkan bangunan YPU. Sejumlah besar dokumen, komputer, buku pelajaran, perlengkapan sekolah, baju-baju, alat musik, hingga uang tunai hangus terbakar. Musibah itu membuat semua anak YPU mengalami trauma, apalagi anak-anak yang duduk di bangku kelas XII, yang tinggal dua Minggu akan menghadapi Ujian Nasional. Kesedihan menyelimuti seluruh penghuni, tak terkecuali Martin. Syukur, semangat untuk bangkit tersulut segera. Berita musibah ini cepat tersebar, bantuan datang dan kehidupan baru dimulai.

Kenalan Martin kemudian menawarkan tempat tinggal sementara untuk anak-anak di daerah Pulomas, Jakarta Timur. Tawaran ini disambut baik dan anak-anak kemudian pindah ke tempat itu hingga saat ini. Api boleh saja melalap semua material di YPU, tetapi tidak mampu melahap semangat anak-anak. Semangat mereka untuk kembali melanjutkan hidup berkobar kembali, bahkan semakin besar. Panti asuhan yang punya misi untuk melahirkan para wirausahawan ini mengundang banyak orang untuk mendukung.

Suatu kali, kenalan Martin yang lain juga menawarkan tanah seluas 7000 meter persegi di Depok, Jawa Barat, untuk pengembangan gagasan YPU dalam jangka waktu panjang. “Angka tujuh ini menarik untuk dicermati. Saya rasa, ini semua adalah penyelenggaraan Tuhan sendiri,” tutur Martin penuh syukur.

Bulan Mei lalu, beberapa anak sudah pindah ke Depok untuk merintis lahan baru. Hingga kini, YPU mampu membina sekitar 50 anak termasuk ketiga anak Martin yang turut hidup bersama anak-anak panti. Rencananya, lahan baru itu akan dijadikan pusat pengembangan panti asuhan berbasis pendidikan kewirausahaan bagi anak-anak panti asuhan.

Jalan Meniti Impian
Visi YPU, melahirkan 1.000 entrepreneur dari panti asuhan dan keluarga miskin. Demi mewujudkan visi itu, pertama-tama, anak-anak yang tinggal di YPU dibimbing untuk mengubah pola pikir, bahwa kemiskinan itu bukanlah nasib, melainkan sebuah sikap yang harus diubah. Kemudian, perlu pembentukan karakter masing-masing anak, misalnya dengan bersikap jujur dalam keseharian. Contohnya, ketika ujian, para guru hanya meninggalkan soal ujian di YPU yang menerapkan model home schooling ini. Beberapa hari kemudian, jawabannya diambil kembali. Para guru percaya bahwa anak-anak tidak menyontek. Ini menandakan betapa kejujuran dijunjung tinggi oleh anak-anak YPU.

Setelah karakter terbentuk, wawasan mereka diperluas dengan proses belajar seperti anak-anak di sekolah pada umumnya. Namun, dengan kesadaran bahwa belajar bukan karena tugas. Sembari belajar, anak-anak diberi sarana untuk melatih keahlian mereka. Misalnya, membuat kue, menyediakan katering, mencuci motor, juga membuat dan menjual dhawet di lingkungan sekitar YPU. Praktik keahlian ini pulalah yang menjadi cara anak-anak untuk ambil bagian dalam pencarian dana untuk kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dalam diri anak-anak tumbuh kesadaran bahwa mereka tinggal di YPU tidak secara cuma-cuma.

Selain itu, mereka juga diberi sarana pengembangan talenta di bidang seni dan budaya tradisional. Kiprah YPU dalam bidang seni boleh dibilang patut diacungi jempol. Mereka aktif mengisi berbagai acara di banyak universitas, perusahaan atau acara tingkat nasional. Salah satunya adalah keikutsertaan YPU mengisi acara pada pertemuan APEC di Bali setahun silam. Selain pentas tarik suara, mereka mengeluarkan satu album berjudul “Menggapai Angan” yang berisi beberapa lagu dengan lirik karya mereka. Hingga saat ini album itu masih diedarkan sebagai sarana pencarian dana serta memperkenalkan YPU kepada khalayak.

Semua pengembangan talenta ini tentu melibatkan banyak pihak yang mau dan rela hati membantu. Beberapa universitas, perusahaan, para ahli marketing, serta musisi merupakan mitra mereka. Ada sejumlah lulusan YPU yang kini telah mendapatkan beasiswa untuk studi di universitas. Mereka juga turut membiayai kehidupan sehari-hari, dengan membuka kantin di universitas itu. Mereka menyadari, tanpa kerja sama banyak pihak, tak mungkin dapat menggapai visi besar yang sedang mereka perjuangkan.

Yohanes Mega Hendarto SJ

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini