Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Pesantren Bagi Semua

1437
KH Abdul Muhaimin.
[Simon Sudarman]

HIDUPKATOLIK.com – Ia membangun pondok pesantren yang terbuka. Ia ingin menyebarkan nilai-nilai keislaman yang penuh kedamaian. Muhaimin punya nyali untuk menghadapi resistensi sosial.

Suasana Pondok Pesantren Nurul Ummahat terasa beda. Tak hanya para santri, orang dari beragam kalangan bisa hilir mudik di dalam pesantren ini, mulai dari tukang becak, pengamen, hingga pejabat pemerintahan dan pemuka agama lain. “Asal masih manusia, siapa saja boleh dan berhak menjadi tamu di sini,” ujar Kiai Abdul Muhaimin, pengasuh pondok pesantren yang terletak di Prenggan, Kotagede, DI Yogyakarta ini, sembari tertawa lepas.

Selain pangasuh, Kiai Muhaimin juga pendiri pondok pesantren ini. Pesantren Nurul Ummahat berdiri sejak 1988, di atas tanah seluas 400 meter persegi. Melalui pesantren ini Kiai Muhaimin menebarkan semangat penghormatan terhadap perbedaan agama. Pesantren ini memang dirancang terbuka bagi siapapun, tak memandang perbedaan agama, suku, dan ras. “Yang tidak beragama juga boleh kok datang ke pesantren ini,” ujarnya.

Untuk semua
Semenjak didirikan, pesantren ini kerap disambangi tamu dari beragam agama dan negara, seperti Cina, Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa. Mereka datang untuk menimba ilmu dan mengenal agama Islam. “Mereka beragama Budha, Hindu, dan Kristen, bahkan ada yang tidak beragama. Mereka tinggal sementara di sini, menjadi ‘santri’,” cerita Kiai Muhaimin.

Belum lama ini, pesantren Nurul Ummahat mendapat kunjungan dari perwakilan 70 negara Eropa dan Asia. Bahkan utusan khusus Presiden Amerika Serikat Barack Obama pun pernah mendatangi pesantren ini.

Pada 2011, Kiai Muhaimin menerima kunjungan persahabatan pemimpin tertinggi Ahmadiyah dari Pakistan, Profesor Abdul Karim Abdulmanan. “Di negeri ini, Ahmadiyah dimusuhi. Tapi, saya menerima dia sebagai saudara dengan tangan terbuka. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa yang empunya kebenaran sejati itu adalah Tuhan. Maka, tidak boleh dan tidak bisa jika ada orang meyakini sebagai yang paling benar!” tegas Staf Ahli Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini sambil tersenyum.

Kiai Muhaimin mengakui, sebenarnya banyak kiai dan alim ulama yang berpandangan sama seperti dirinya. Namun, mereka bersikap pasif. Mereka tak berani menunjukkan sikap seperti dirinya. “Mereka takut ada resistensi sosial, takut dikafirkan, takut dicap liberal, dan sebagainya. Memang ini butuh nyali dan keberanian,” ungkap ayah delapan anak ini.

Islam damai
Pondok Pesantren Ummahat adalah mimpi Kiai Muhaimin. Melalui pesantren ini, pendiri sekaligus koordinator Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) Yogyakarta ini, ingin menyebarkan nilai-nilai keislaman yang penuh dengan kedamaian. “Ini sesuai dengan visi pondok pesantren yang modern, moderat, dan manusiawi,” jelas Kiai Muhaimin yang juga Ketua Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Jakarta ini.

Tak sepeser pun biaya dipungut dari para santri yang belajar di pesantren ini. Kiai Muhaimin berharap pesantren ini mampu menghasilkan sosok yang berjiwa modernis, peka terhadap kemajuan peradaban manusia dengan mengedepankan sikap keterbukaan, pandai menyesuaikan diri, serta menjunjung nilai kemanusiaan. Maka tak heran, jika dalam pondok pesantren ini juga diajarkan tentang hak asasi manusia, pluralisme, multikutarisme, gender, lingkungan hidup, nasionalisme, dan sebagainya. “Namun, semua pengajaran itu disesuaikan dengan nilai-nilai keislaman dan budaya Indonesia,” ujar pengajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Nilai-nilai kemanusiaan itu mewujud ketika daerah Yogyakarta tertimpa bencana gempa bumi dan terdampak letusan Gunung Merapi. Bersama para santri, Kiai Muhaimin menggalang bantuan. Ia tak segan meminta bantuan kepada mereka yang berbeda keyakinan. “Biaya operasional tugas kemanusiaan itu sepenuhnya mengandalkan kepercayaan dan persahabatan dengan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama: membangun dunia yang penuh kedamaian dan persaudaraan,” ujar peraih penghargaan sebagai pelaku peduli kebudayaan dari Sri Sultan Hamengku Bawono X pada 2009 ini. Dalam mengelola pondok pesantren ini, Kiai Muhaimin juga menerima uluran tangan para donatur dari beragam kalangan.

Dikecam
Tak dapat dipungkiri, kiprah Kiai Muhaimin ini kerap mendapat kecaman. Namun, ia tak gentar. “Sekalipun dikecam dan dihujat, saya tetap jalan terus. Saya mempunyai keyakinan bahwa sebuah kedamaian yang sejati bisa diraih dengan berlandaskan kepada sikap modern, moderat, dan manusiawi, seperti yang menjadi visi dan misi pondok pesantren saya,” ungkapnya penuh keyakinan.

Melalui pondok pesantren ini, Kiai Muhaimin ingin menatap masa depan Indonesia yang diisi dengan manusia-manusia yang beragama dan mengedepankan nilai kemanusiaan. Tapi ia sadar, saat ini, cara beragama di Indonesia masih dalam taraf yang doktrinal, simbolik, dan narsistik. Maka, melalui pondok pesantren ini, ia ingin setiap manusia yang beragama memberikan kontribusi yang berarti bagi kehidupan masyarakat. “Saat ini, agama sama sekali tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam kehidupan bermasyarakat, karena agama masih sangat doktrinal dan politis. Agama mesti dikemas dalam bentuk yang humanis, etis, dan kultural,” papar kiai yang berencana mendirikan universitas yang toleran, pluralis, dan humanis di Gunungkidul, DI Yogyakarta ini.

KH. Abdul Muhaimin
TTL: Yogyakarta, 13 Maret 1953

Pendidikan:
• Sekolah Rakyat Muhammadiyah Kleco, Kotagede, Yogyakarta
• Madrasah Tsanawiyah, Pesantren Krapyak Yogyakarta
• Kursus di Institute For Training and Development, Massachusetts, Amerika Serikat

Organisasi:
• Ketua Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Jakarta
• Pendiri dan Koordinator Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB)
• Anggota Dewan Kebudayaan DI Yogyakarta
• Ketua Jamaah Thoriqohan Nahdhiyyah Yogyakarta.
• Staf Ahli Pusat Studi Pancasila Univ. Gajah Mada Yogyakarta.

Penghargaan:
• Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen/ AJI (2000)
• Penghargaan Peduli Budaya dari Sri Sultan Hamengkubawono X (2009)
• Sertifikat Patisara sebagai pengajar Pawiyatan Kraton Ngayogyakarta (2011)

Simon Sudarman

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini