Membesarkan Anak Penderita Autis Itu Sulit, Benarkah?

675
Anugerah: Pasutri Lena dan Rafael bersama tiga buah hati mereka.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Pasangan ini tak menduga bahwa putri sulungnya menderita autis. Mereka berdua tak kenal lelah mengusahakan pendidikan dan terapi bagi putri mereka yang berkebutuhan khusus. Terapi kasih sayang mereka lakukan.

Andreina Leony Elma Putri Muda, nama yang diberikan pasangan Maria Lena dan Rafael Bao Aman bagi putri sulung mereka. Leony, sapaan si buah hati, lahir pada 2 Agustus 1995. Gadis kecil ini tumbuh seperti anak-anak seusianya.

Menginjak usia tiga tahun, Leony mengalami gangguan bicara. Namun, pasutri Lena dan Rafael beranggapan bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dicemaskan. Mereka tidak menyadari bahwa kondisi yang dialami Leony merupakan gangguan autistik.

Pasutri ini tidak pernah menduga bahwa mereka dikaruniai putri yang istimewa. Namun, mereka menerima Leony sebagai anugerah yang begitu indah dari Tuhan. Mereka berusaha untuk terus mendampingi dan tidak malu untuk membawa Leony bepergian, baik ke gereja maupun ke tempat umum.

Saling Meneguhkan
Awalnya, Lena dan Rafael tidak mengetahui bahwa gangguan bicara yang dialami Leony karena gangguan autistik. Pada Natal 1998, seorang ibu berkunjung ke rumah Lena dan Rafael. Ketika melihat kondisi Leony, ibu itu mengatakan bahwa kemungkinan Leony mengalami autis. Ibu itu menyarankan agar mereka menyekolahkan Leony ke sebuah TK di mana anak itu akan dibimbing dengan baik.

“Inilah awal mula kami mengetahui Leony mengalami gangguan autis (autistic disorder),” kenang laki-laki yang sehari-hari bekerja sebagai pimpinan cabang sebuah perusahaan asuransi di Surabaya, Jawa Timur ini.

Pasutri Lena dan Rafael berusaha untuk mencari tahu mengenai gangguan autis. Mereka juga mencari berbagai pengobatan dan aneka terapi untuk Leony. Mereka berdua saling meneguhkan dan berusaha untuk mendampingi Leony bersama- sama.

Secara medis, umat Paroki St Martinus Margahayu, Keuskupan Bandung ini membawa Leony ke Dokter Melly Budhiman,yang juga Ketua Yayasan Autisma Indonesia. Selain itu, mereka juga mengikuti berbagai seminar dan diskusi mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Melalui seminar dan diskusi itu, Lena dan Rafael berkenalan dengan orangtua dari ABK. Mereka merasa menemukan teman senasib dan teman untuk bertukar pengalaman.

Bersama dengan mereka, pasutri Lena dan Rafael membentuk Parent Support Group yang diberi nama Paguyuban Autisme Bandung. Mereka berbagi pengalaman dan saling meneguhkan dalam komunitas ini. Namun, lama-kelamaan kegiatan dalam paguyuban ini tidak berjalan. Hanya, ikatan emosional di antara para orangtua ABK masih cukup kental. Akhirnya, beberapa orangtua ABK berinisiatif membentuk lembaga yang lebih formal. Terbentuklah Yayasan Percik Insani Bandung. Lena dan Rafael kadangkala diminta menjadi narasumber untuk membagikan pengalaman mendidik dan mendampingi Leony.

Pasutri Lena dan Rafael bersama dengan beberapa orangtua ABK yang dimotori oleh Diana, Ketua Yayasan Percik Insani Bandung, juga terlibat untuk menyiapkan fasilitas pembukaan Pusat Terapi Autis yang bernama “AGCA Centre”, berlokasi di Jalan Leuwisari Bandung, Jawa Barat. Tempat ini memberikan terapi bagi anak-anak autis, seperti terapi wicara, fisioterapi, dan berbagai terapi lainnya. Leony mengikuti berbagai terapi di pusat terapi tersebut. Dulu, Leony juga mengikuti homeschooling. Saat ini, Leony mengikuti beberapa kegiatan sekaligus untuk terapi, seperti basket, musik, memasak.

Terus Mendampingi
Bagi pasutri Lena dan Rafael, mereka belajar untuk sabar dengan mendapat anugerah ABK. Leony terkadang marah, berteriak, menyakiti diri sendiri, dan memiliki kemampuan bersosialisasi rendah. Hal ini menyisakan duka tersendiri di hati pasutri Lena dan Rafael.

Seiring waktu, pasutri Lena dan Rafael menyadari bahwa Leony adalah anak titipan Tuhan. Ketika mereka dianugerahi dua anak laki-laki, mereka tetap mencurahkan kasih sayang yang sama kepada Leony. Mereka bersyukur karena kedua adik Leony bisa menerima kondisi sang kakak. Bahkan, mereka bisa menjadi terapis bagi Leony.

Dalam mendampingi Leony, pasutri Lena dan Rafael menerapkan terapi kasih sayang. Tips ini mereka bagikan juga dalam berbagai acara sharing pengalaman mengenai pendampingan ABK. “Perlakukan anak autis sama persis dengan anak yang lain. Banyak orang malu dengan perilaku anak autis di tempat umum. Kami tidak merasa malu membawa Leony ke tempat umum,” ungkap Rafael.

Rafael juga menambahkan, “Anak autis mempunyai dunia sendiri. Kita ingin menarik mereka dari dunianya untuk memasuki dunia kita. Tentu dunia kita yang ‘normal’ itu harus lebih indah sehingga mempunyai daya tarik bagi mereka.”

Pasutri Lena dan Rafael menyadari bahwa konsep mengajari anak dengan gangguan autis adalah meniru, memberi contoh. Apa yang ia dengar itulah yang diucapkannya dan apa yang ia lihat itulah yang dilakukannya. Dalam berbagai hal, pasangan ini berusaha memberi contoh-contoh positif termasuk kebiasaan berdoa. Sang ibu, Lena, merupakan figur yang paling sering dicontoh oleh Leony. Hampir setiap malam Leony berdoa bersama sang ibu. Doa-doa seperti Bapa Kami dan Salam Maria sudah dapat diucapkan Leony dengan baik.

“Ada doa pribadi yang rutin didoakan pada saat doa bersama saya. Ketika Leony diminta memimpin doa, ternyata doa pribadi yang cukup panjang itu dapat disampaikan dengan baik tanpa harus membaca. Leony bisa mengikuti doa Rosario dan bergiliran membawakan doa Salam Maria. Leony juga sudah menerima komuni dengan sikap baik,” kisah perempuan kelahiran Bandung, 15 April 1972 ini.

Kebiasaan berdoa memang ditanamkan pasutri Lena dan Rafael kepada tiga buah hati mereka. Setiap makan bersama, pasangan ini mengajak ketiga anak mereka untuk bergantian dalam memimpin doa makan. Leony pun mendapat giliran untuk memimpin doa makan, walaupun dengan kalimat yang singkat.

Saat ini, Leony bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan sederhana di rumah, seperti menyapu, menyetrika, menyiapkan makan, mandi, berpakaian, membereskan tempat tidur, dan berdandan sendiri. Ia juga bisa bermain organ dan mengiringi nyanyian ketika doa di rumah untuk beberapa lagu yang sudah dilatih sebelumnya.

Jalan berliku selama mendampingi Leony menguatkan dan menempa iman Lena dan Rafael. Mereka meyakini bahwa terapi terbaik bagi anak autis adalah terapi kasih sayang. Dan, hal itu akan terus mereka terapkan bagi putri sulung mereka.

“Kami sungguh bahagia melihat perkembangan Leony yang cukup baik. Kami bisa makan di restoran tanpa harus merasa khawatir Leony akan marah. Kami bisa pergi ke gereja bersama tanpa khawatir Leony berteriak pada saat Misa berlangsung, walaupun itu mungkin saja terjadi. Syukur kepada Allah,” ungkap Rafael.

Pasutri Lena dan Rafael tetap mengucap syukur atas anugerah dari Tuhan. Mereka percaya bahwa Tuhan mempercayakan anak istimewa itu kepada mereka karena Tuhan telah memberi kemampuan kepada mereka untuk mengurusnya dengan penuh kasih sayang. “Tanpa saya meminta pun Tuhan memberi, tanpa mengetuk pun Tuhan membukakan pintu pertolongan bagi kami,” ujar Rafael.

Ivonne Suryanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini