Aksi Pemuda Lintas Agama Bersih-bersih Masjid Jami’iyyatul Iman Menteng Jakarta

369
Gotong Royong Bersih Rumah Ibadat - Para tokoh ormas pemuda berfoto bersama dalam program Clean Pray &Love (CPL) yakni Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik (PK), Persatuan Pemuda Gereja Indonesia (PPGI), Generasi Muda Budha Indonesia (Gema Budhi), Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM), Ketua RT/RW, pengurus masjid Jam'iyyatul Iman, Tebet, Jakarta, Minggu, 17/9. (Dok. Pemuda Katolik).

HIDUPKATOLIK.com – PEMUDA Katolik memuji Pemuda Muhammadiyah yang mengorganisir, sekaligus menjadi motor gerakan gotong-royong dengan melakukan ajakan bersama organisasi pemuda lainnya untuk bergotong royong membersihkan masjid. Dikatakan, gotong royong merupakan budaya asli Indonesia yang tidak boleh terhapus dari Indonesia mengingat bahwa kerja bersama lintas agama itu akan menghilangkan sekat-sekat solidaritas yang selama ini mengganggu persatuan Indonesia.

Pujian itu diungkapkan Ketua Kepemudaan dan Olahraga Pemuda Katolik, Aloysius F. Edomeko, menanggapi aksi gotong royong antarormas pemuda lintas agama, membersihkan Masjid Jami’iyyatul Iman, Menteng, Tebet, Jakarta, yang dikoordinir oleh PP Muhammadiyah, Minggu, 17/9. Pada Maret 2017, PP Pemuda Muhammadiyah juga melakukan kegiatan yang serupa antar ormas Pemuda lintas agama dengan membersihkan Kapel SMA Kanisius, Menteng, Jakarta.

Hadir dalam gotong royong dengan tema “Clean Pray & Love”, itu antara  lain, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Ketua PP Muhammadiyah Dahnil Anzhar Simanjuntak, Wakil Ketua Lembaga Pendampingan Kaderisasi Pemuda Katolik Niko Hary Gunawan, Ketum PPGI Maruli Tua Silaban, Ketum PP Gema Budhi Bambang Patijaya, Komunitas Vespa: ScootJak, Ketua Dewan Kemakmuran Masjid  H. Rahmat dan juga pengurus RT-RW Kampung Pulo, Tebet, Jakarta.

“Kami sungguh menaruh hormat kepada Pemuda Muhammadiyah yang memotori kegiatan hari  ini dengan membersihkan masjid. Kapel Kanisius Menteng mendapat giliran pertama untuk dibersihkan. Tanpa gerakan bersih-bersih rumah ibadah antar ormas pemuda lintas agama seperti ini, gotong royong hanya sebagai nilai luhur yang adanya di awang-awang dan tidak membumi,” ujar Aloysius Edomeko.

Edomeko menjelaskan lebih lanjut bahwa, kerja gotong royong ini juga mengingatkan kaum pemuda akan tradisi bangsa Indonesia yang telah dilakukan sejak dulu yakni toleransi. Tanpa toleransi, gerakan gotong royong tidak mungkin akan terlaksana. Secara politis, kegiatan bersih-bersih rumah ibadah menghapus secara perlahan jarak yang telah terbangun oleh perbedaan agama dan secara tidak sadar menolak kebhinekaan.

“Kami sungguh melihat juga apa yang diteladani Pak Jonan yang terlibat dalam gerakan ini dengan membersihkan WC masjid. Yang jelas kegiatan semacam ini memberikan contoh bagi kita semua pentingnya kerja gotong-royong yang akan menghilangkan sekat-sekat perbedaan dan eksklusivisme,” tegas Edomeko.

Sementara Nico Hary Gunawan menambahkan bahwa disadari atau tidak, masih banyak nilai-nilai gotong royong yang belum dipahami. Apa yang dilakukan bersama oleh Pemuda Muhamadiyah, Pemuda Katolik, Kristen, Pemuda Budhis, Hindu, dll., dengan bersih-bersih rumah ibadah hanyalah awal dari serangkaian kegiatan gotong-royong berbasiskan pada kebhinekaan, kemajemukan dan keberagaman. Dengan kerjasama seperti ini sesering mungkin, kesalahpahaman akan mudah dihindari. Namun, jika para pemuda lintas agama tidak pernah bertemu dan melakukan karya nyata, masing-masing akan mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Berharap, ditegaskan oleh Nico Hary Gunawan, bahwa para tokoh nasional dan elit politik akan melakukan hal yang sama.

Di tempat terpisah, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Pengurus Pusat Pemuda Katolik Michelle Wondal mengingatkan kembali bahwa, pemuda adalah agen perubahan dan itu terjadi di mana saja dan dalam suatu masa. Secara politis, kegiatan “Clean Pray & Love” ormas-ormas pemuda yang dipelopori oleh Pemuda Muhammadiyah, diyakini akan menggerakkan pemuda seluruh Indonesia untuk melakukan hal yang sama tanpa memandang agama dan bahkan suku atau ras.

“Selama ini kita hanya melihat kebhinekaan dari sudut agama. Padahal kebhinekaan itu mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berangkat dari kehidupan antar suku, antar RT, antar RW, antarkelurahan bahkan antardaerah.  Padahal konflik horisontal itu seringkali berawal dari RT, RW, Kelurahan ataupun Suku yang kemudian dipolitisir menjadi konflik agama. Jika sudah sampai mempolitisir konflik horisontal menjadi konflik agama, seakan-akan itulah akar permasalahannya,” ujar Michelle Wondal.

Michelle juga mengingatkan dan berharap, jangan sampai pemuda mau menjadi kambing hitam ataupun domba-domba yang rela menjadi aduan untuk kepentingan kelompok tertentu dalam situasi politik saat ini. Kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sumpah para pemuda pada waktu itu dan sudah seharusnya, ormas pemuda memegang teguh sumpah itu.

Selain membersihkan mesjid, Ignasius Jonan juga menanam pohon alpukat di pelataran samping masjid Jami’iyyatul Iman. Menteri ESDM itu juga akan membantu pemasangan AC sesuai permintaan pengurus masjid.

Putut Prabantoro

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini