Membagikan Rahmat Sukacita Bagi Keluarga Dan Sesama

531
Rayakan Ultah: Romo Yohanes Subagyo bersama pengurus Komunitas Gratia dalam perayaan ulang tahun ke-18.
[HIDUP/Edward Wirawan]

HIDUPKATOLIK.com – Dalam mengarungi bahtera keluarga, pasangan suami istri biasa mengalami banyak tantangan. Di komunitas Gratia melalui aneka pendampingan, keluarga Katolik yang merupakan gereja kecil dikuatkan agar memperteguh gereja universal.

Selamat datang Mas, nggak tersesat kan?” sapa Reinardus Eski saat bertemu HIDUP di pelataran sebuah rumah dua lantai di gang Rajawali 6, Giri Loka II Bumi Serpong Damai (BSD). Dengan ramah, pria yang akrab disapa Eski ini memperkenalkan HIDUP kepada orang-orang yang memenuhi pelataran rumah itu, mereka adalah anggota Komunitas Gratia. Aura sukacita terpancar dari wajah mereka. Maklum saja, hari itu, komunitas Gratia sedang merayakan ulang tahun ke-18.

Sore itu, Kamis, 5/7, mereka berkumpul untuk mengadakan Misa syukur. Eski yang juga koordinator Gratia berujar, hari ulang tahun Komunitas Gratia sebenarnya jatuh pada 22 Juni 2015, namun misa yang dipimpin Romo Yohanes Subagyo ini diundur dikarenakan kesibukan para anggota. Romo Subagyo sendiri merupakan moderator dari komunitas Gratia.

Komunitas Gratia merupakan komunitas yang mewadahi keluarga-keluarga Katolik yang ingin mengembangkan semangat kekatolikan dalam kehidupan mereka. Untuk mencapai tujuan itu, mereka biasa mengadakan kegiatan seperti retret, pewartaan firman, persekutuan doa dan kegiatan sosial.

Lahir dari Ziarah
Sejarah terbentuknya komunitas Gratia bermula dari ziarah ke dua benua tiga negara. Kala itu Juni 1997, beberapa pasang suami istri pendiri Gratia berziarah ke Yerusalem, Lourdes, dan Vatikan. Pada pertengahan Juni 1997, sekembali di Jakarta, jejak kebersamaan dalam peziarahan itu ternyata masih membekas. Sejak saat itu setiap akhir pekan mereka berkumpul di rumah Joppy Taroreh, salah satu dari alumni peserta ziarah.

Karena sering berkumpul, beberapa orang mengusulkan untuk membuat kegiatan rohani. Hingga akhirnya, setiap akhir pekan, mereka berkumpul untuk berdoa, menyanyikan pujian, merenungkan firman dan berdiskusi. Karena anak-anak juga ikut berkumpul, mereka lalu menyediakan fasilitas untuk anak-anak. “Kami menyewa guru lukis dan musik untuk mengajar anak-anak kami,” ujar Joppy mengisahkan.

Sekitar awal Agustus 1997, mereka bersepakat untuk menamakan komunitas mereka menjadi Komunitas Gratia. Meski begitu, 22 Juni mereka tetapkan sebagai tanggal kelahiran komunitas, karena hari itu merupakan hari pertama mereka berkumpul sepulang ziarah.

Pemilihan nama Gratia adalah buah refleksi Joppy. Gratia berasal dari kata bahasa Latin yang dalam bahasa Indonesia berarti rahmat. Hal ini sesuai dengan pengalaman Joppy yang memaknai perjalanan ziarah dan pertemuan mereka sebagai sebuah rahmat. “Berkumpul dan melayani Tuhan dan keluarga adalah rahmat. Maka sesuai dengan refleksi itu, nama Gratia pun dipilih dengan harapan komunitas ini dapat menjadi rahmat bagi keluarga-keluarga yang bergabung,” ujar Joppy.

Fokus Keluarga
Sesuai dengan semangat menjadi rahmat bagi keluarga, komunitas ini fokus pada pelayanan keluarga. Bagi Eski, dalam hidup berkeluarga wajar jika menghadapi berbagai tantangan. Sebagai komunitas Katolik kelompok ini ingin menyikapi berbagai tantangan itu seturut nilai-nilai kekatolikan.

Bagi umat Paroki St Monika BSD ini, menjadi keluarga Katolik harus senantiasa dipulihkan dalam kasih Tuhan dan ajaran gereja. Setiap tahun, Komunitas Gratia selalu mengadakan empat kali retret wajib. Pada bulan Februari, ada “Retret Pria Sejati & Wanita Terberkati”. Retret ini kemudian diulangi lagi pada bulan Juli. Sementara pada Agustus ada “Retret Penyembuhan Ilahi”. Dan pada akhir tahun, setiap tanggal 31 Desember sampai 1 Januari mereka juga mengadakan “Retret Mutiara Keluarga”.

Dalam setiap kegiatan retret, Gratia terbuka menerima keluarga atau pasangan suami istri (pasutri) yang mendaftar. Dampaknya, para peserta hadir juga dari luar kota. Kehadiran mereka membuat sayap Gratia terentang semakin luas. Karena sudah cukup dikenal, mereka beberapa kali diundang untuk melayani retret dan pewartaan di luar kota. Pada Maret 2013 misalnya, mereka diundang memberikan pelayanan di Lampung, lalu Mei 2015, mereka diundang ke Denpasar.

Dalam setahun, selain empat retret wajib, Komunitas Gratia melayani sekitar tiga retret di luar kota. Eski menambahkan, rahmat yang diterima Gratia harus dibagikan. “Kita terus menjangkau keluarga-keluarga untuk mengalami pemulihan,” ujar kelahiran Lampung, 28 September 1967 ini.

Eski mengakui, dalam setiap kegiatan mereka membutuhkan anggaran dana terutama bila diundang dalam pelayanan ke luar kota. Namun selama delapan belas tahun perjalanannya, Gratia selalu berhasil mengatasi hal itu. “Kami hanyalah alat, Tuhan yang menyediakan,” terangnya.

Setiap kali pelayanan di daerah, Gratia membiayai sendiri transportasi mereka. Pihak yang mengundang cukup menyediakan akomodasi selama pelayanan. Untuk menyikapi kebutuhan anggaran dan undangan dari luar kota, Gratia mempersiapkannya dalam pertemuan rutin.

Setiap hari Minggu kedua dan keempat, mereka berkumpul, tempatnya bergilir dari satu rumah ke rumah anggota lainnya. Selain rapat perencanaan kegiatan dan anggaran, mereka mengadakan doa bersama, sharing iman dan kitab suci. Dalam pertemuan ini hadir juga sekitar 40 keluarga yang tersebar di sekitar kawasan BSD dan Bintaro.

Ke Ujung Bumi
Tak hanya di Indonesia komunitas ini juga pernah diundang oleh komunitas keluarga-keluarga Katolik yang ada di luar negeri. Mereka pernah diundang ke Australia, Singapura, Amerika Serikat, juga Kanada.

Menurut Joppy, perwakilan Gratia sudah tiga kali terbang ke Kanada, pada Juni 2004, Oktober 2005 dan September 2012. Pada 22-24 Januari 2010, mereka juga diundang ke Los Angeles, Amerika Serikat untuk memberikan “Retret Pria Sejati & Wanita Terberkati”. Terakhir, Oktober 2014, mereka diundang oleh keluarga Katolik Indonesia di kota Perth Australia. “Kami melayani hingga ke ujung bumi,” ujar kelahiran Manado, 14 Februari 1950 ini. Rencananya Oktober 2015 ini, mereka akan memberikan pelayanan ke Timor Leste.

Penjaga Keluarga
Setelah bergabung dan aktif di Gratia, Eski dan istrinya merasakan kedamaian dalam menjalani kehidupan keluarganya. Memang, ia tidak mengingkari bahwa badai rumah tangga niscaya ada. Tapi dengan pendampingan dari Komunitas Gratia, keluarganya selalu diingatkan bahwa ada Yesus yang selalu mendampingi hidup mereka.

Mengamini Eski, Chris Lawuyan, anggota Gratia yang lain mengatakan, komunitas ini menjadi sumber rahmat bagi keluarga. Semenjak bergabung dengan Gratia, kehidupan keluarganya banyak berubah. Setelah bergabung dengan Gratia dia dan keluarganya menjadi semakin rajin ke gereja, bahkan hampir setiap hari.

Selain kegiatan rohani, Gratia juga mewujudkan rahmat yang mereka terima dengan kegiatan sosial. Salah satunya pada September 2009, saat gempa melanda Padang, para aktivis Gratia turut membantu mengirim obat-obatan dan pakaian. Lalu pada 2008, mereka menyumbang obat-obatan ke Ende, Nusa Tenggara Timur. “Kami ingin membagikan rahmat dan sukacita keluarga kami kepada sesama yang membutuhkan,” kata Eski.

Edward Wirawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini