Renungan Minggu, 3 September 2017: Enyahlah Iblis!

837

HIDUPKATOLIK.com – Minggu Biasa XXII: Yer 20:7-9; Mzm 63: 2.3-4.5-6.8-9; Rm 12:1-2; Mat 16:21-27

IBLIS tak hanya nama untuk penguasa kejahatan, tapi juga sering dipergunakan orang untuk menyebut sesamanya. Seorang artis di-bully netizen karena dia memaki bekas pacarnya, mengejek artis lain, dan menyindirnya berhati iblis. Sindiran “berhati iblis” itu membuat netter marah, sehingga mereka memborbadir artis ini dengan komentar pedas. Seorang pengusaha juga marah terhadap redaksi sebuah majalah karena memasang fotonya pada sampul majalah dengan beberapa angka yang menjadi simbol iblis di dahinya. Karikatur tersebut mungkin merupakan kritik, namun tetap terasa menghina dan merendahkan dirinya.

Sebutan iblis sering dikenakan orang kepada sesamanya, tak hanya kepada artis dan pengusaha, tetapi terhadap siapa saja. Sebutan iblis juga bisa terdengar di kalangan para murid dan keluarga Kristiani. Bahkan Petrus pun pernah disebut iblis oleh Yesus dan menjadi batu sandungan bagi karya perutusan-Nya.

Sebutan “iblis” bagi sesama merupakan ungkapan kekecewaan dan kemarahan atas sikap, perilaku, dan tindakan seseorang yang begitu jahat, seperti mencampakkan kekasihnya, usahanya merugikan dan membuat sengsara banyak orang, ayah tega menyetubuhi anak kandungnya, seorang ibu menyimpan jasad anak kandungnya di dalam freezer, serta berbagai kejahatan lainnya. Iblis rupanya bisa melakukan kejahatan dengan berbagai macam cara, seperti berwujud ular, makhluk hitam yang menakutkan, dan berwujud manusia, yang dekat dengan kehidupan kita.

Yesus marah dan mendamprat Petrus sebagai “iblis” karena reaksi Petrus atas pernyataan-Nya, yakni bahwa diri-Nya harus ke Yerusalem; akan menanggung banyak penderitaan, ditolak, dibunuh, dan akan bangkit. Petrus menegur Yesus dan berusaha mencegah-Nya, agar Yesus tidak mengalami hal-hal itu. Dalam diri Petrus, iblis menggoda agar Yesus berbelok arah dan tidak melanjutkan tugas perutusan-Nya. Godaan seperti ini juga pernah Dia alami di padang gurun. Iblis menggoda-Nya dengan memperlihatkan kemuliaan dan kemegahan duniawi. Semuanya akan diberikan kepada-Nya, kalau Dia bersedia menyembah iblis.

Yesus bersikap tegas terhadap godaan iblis, “Enyahlah Iblis!” Kata-kata ini diucapkan di padang gurun dan juga ditujukan kepada Petrus. Yesus memberi pengajaran dan contoh bagi para murid agar mereka pun mempunyai sikap tegas terhadap iblis; tidak kompromi terhadap godaan jahat, yang akan menjauhkan mereka dari Allah. Hanya Tuhanlah yang pantas disembah dan didengarkan; bukan godaan iblis.

Kata-kata keras terhadap Petrus sesungguhnya juga pembelajaran agar para murid mempunyai pemahaman yang benar akan Diri-Nya, sebagai Mesias, dan dapat menempatkan diri secara tepat. Mereka harus semakin memahami bahwa Mesias yang Dia perjuangkan tidak terletak di dalam kehebatan karya-Nya yang ajaib; tetapi pada Pribadi yang berkenan kepada Allah. Tugas perutusan-Nya sebagai Mesias tidak meniadakan sengsara, penderitaan, kematian, serta kebangkitan-Nya. Dia akan menerima dan mengalami semua itu sebagai wujud kesetiaan-Nya terhadap Allah, Bapa-Nya. Yang diminta dari para murid adalah percaya dan mengikuti-Nya; bukan untuk menentukan arah perutusan-Nya, mengambil alih tugas atau peran-Nya; juga bukan menjadi penghalang atau batu sandungan dalam melaksanakan karya penyelamatan-Nya.

Karena itulah, Yesus menegaskan tuntutan atau syarat bagi siapa saja yang mau menjadi pengikut-Nya, yakni harus menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya. Para murid harus bersedia berjalan di belakang, mengikuti jejak dan langkah Gurunya, tidak menempatkan diri di muka atau bahkan menghalangi-Nya. Mereka juga harus menyangkal diri, yakni meninggalkan pemikiran, gagasan atau pemahaman lain yang tak selaras dengan tugas perutusan Gurunya; meninggalkan sikap perilaku dan tindakan jahat yang bertentangan dengan kehendak Allah. Hal ini juga ditegaskan St Paulus yakni mengajak para murid untuk berubah atau memperbarui diri agar mampu membedakan mana kehendak Allah, mana yang baik, sempurna dan berkenan kepada Allah.

Semoga Minggu Kitab Suci Nasional yang dirayakan pada hari ini, menjadi kesempatan bagi kita untuk memahami Yesus Kristus secara utuh dan benar dan untuk menghayati panggilan hidup sebagai seorang murid dengan tepat. Sehingga kita tak jatuh ke dalam godaan Iblis dan tidak menjadi batu sandungan bagi sesama dan terlaksananya kehendak Allah.

Romo Tarcisius Puryatno

1 KOMENTAR

  1. Saya tertarik judul renungan ini, juga gambar visualisasi yg dipilih menarik. Lewat komen di artikel ini sy mau mohon pertolongan. Karena akhir ini (mungkin malah sudah tahunan, ttp tidak saya sadari) sy mengalami gangguan roh jahat yg terus menerus nempel di saya, atau apakah ini sy tdk mengerti tapi sy sungguh2 secara tidak terlihat mengalami gangguan itu. Bukan halusinasi tapi nyata sy rasakan terutama ketika di rumah tinggal, sangat terasa. Sy sgb katolik telah minta konsultasi dg romo, namun hanya diminta berdoa dan berdoa . Sy juga melihat tayangan di televisi baik yg umum membahasan praktik kegaiban maupun dalam cara2 agama tertentu. Sy maunya yg sesuai ajaran gereja katolik . Sy tujukan permintaan tolong ini kpd romo Tarcicius Puryatno. Mhn bisa email dulu di alamat ini. Terima kasih.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini