Mengubah Mindset Guru Katolik Lewat SBG

450
Pengembangan Diri: SBG Dekanat Bekasi mengadakan training “Pengembangan Kepribadian Kristiani” di Lembah Karmel Cikanyere.
[NN/Dok.SBG Dekanat Bekasi]

HIDUPKATOLIK.com – Sentra Belajar Guru (SBG) dibentuk di delapan dekanat Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). SBG menjadi wadah pelayanan bagi insan pendidikan Katolik, agar mereka kian kuat dalam iman, dan menjadi garam bagi masyarakat.

Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta (Ardas KAJ) menetapkan tahun 2014 sebagai Tahun Pelayanan. Melalui komisi-komisi di KAJ dan seksi-seksi di paroki diharapkan ada kegiatan pelayanan nyata dalam bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kemasyarakatan. Komisi Pendidikan (Komdik) KAJ sebagai salah satu perangkat di tingkat keuskupan pun turut ambil bagian dalam pelayanan dan pengembangan Reksa Pastoral Pendidikan Katolik.

Komdik melakukan pelayanan pastoral pendidikan kepada insan pendidikan Katolik yang berada di Lembaga Pendidikan Katolik dan Lembaga Pendidikan non Katolik. “Dalam hal ini, Komdik berkoordinasi dengan Seksi Pendidikan di paroki, sebagai salah satu perangkat pastor paroki untuk melayani para insan pendidikan Katolik,” ungkap Ketua Komdik KAJ, Br Heribertus Sumarjo FIC.

Salah satu program yang diusung dalam pelayanan bagi insan pendidikan itu adalah Sentra Belajar Guru (SBG). “Terbentuknya SBG berawal dari tren menurunnya rasa kekatolikan dan kebangsaan. Dengan adanya SBG diharapkan para insan pendidikan semakin Katolik dan berkebangsaan. Saat ini, ada delapan SBG tingkat dekanat di KAJ,” kata Br Heri.

Menganimasi
Pembentukan SBG berdasarkan keprihatinan yang dihadapi para insan pendidikan Katolik. Banyak tantangan yang dihadapi para pendidik dan karyawan Katolik di Lembaga Pendidikan Katolik maupun non Katolik, menurunnya kompetensi pendidik Katolik, juga belum maksimal juga perhatian Gereja terhadap mereka. Di sisi lain Gereja menganggap pendidik Katolik berperan dalam perubahan sosial di masyarakat, sehingga perlu pengembangan diri insan pendidikan Katolik.

Selain itu, SBG dibentuk sebagai partisipasi Panitia Tetap (Pantap) Bakti Dwi Abad KAJ terhadap kompetensi pendidik di Lembaga Pendidikan Katolik dan Lembaga Pendidikan non Katolik. Pembentukan SBG berorientasi kepada pengembangan aspek spiritualitas atau katolisitas, personalitas, dan profesionalitas.

SBG pertama dibentuk di Bekasi pada 2009. Dahulu SBG di Bekasi sebagai pusat pelatihan para guru. Di sini program terstruktur telah disiapkan, seperti pelatihan, retret, rekoleksi, dan seminar. Pantap Bakti Dwi Abad KAJ juga membangun perpustakaan multimedia di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Perpustakaan ini dilengkapi akses internet, serta koleksi media audio visual yang bisa dimanfaatkan bagi pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan.

Namun, gerakan itu kemudian berubah. Sejak 2011, SBG Dekanat Bekasi melakukan gerakan untuk menganimasi insan pendidikan Katolik secara lebih luas. Program atau kegiatan SBG disusun berdasarkan kebutuhan para insan pendidikan Katolik di paroki-paroki.

Setelah Dekanat Bekasi, 16 November 2013, SBG dibentuk di Dekanat Tangerang. SBG Dekanat Utara dibentuk 22 Maret 2014 dan Dekanat Timur pada 12 April 2014. Menyusul kemudian SBG di Dekanat Pusat, Dekanat Barat I, Dekanat Barat II dan Dekanat Selatan.

Pengurus SBG terdiri dari pengurus Seksi Pendidikan Paroki sedekanat. Dari antara mereka kemudian dipilih sebagai koordinator, sekretaris, bendahara, humas dan anggota. Pengurus SBG terpilih mengajukan surat kepada Pantap Bakti Dwi Abad KAJ untuk mendapat pengesahan. Setelah disahkan, pengurus SBG menyusun program kerja selama enam bulan pertama dan diajukan kepada Pantap Bakti Dwi Abad KAJ. Apa bila program disetujui, kegiatan bisa dilaksanakan.

Wadah Bersama
SBG menjadi wadah bagi insan pendidikan yang beragama Katolik untuk saling belajar dan bertemu. Nilai-nilai yang dikembangkan melalui SBG yakni nilai kristiani atau spiritualitas, integritas, dan kepemimpinan. “Kegiatan SBG lebih omong tentang spiritualitas dengan harapan iman, persaudaraan, dan budaya pelayanan kasih semakin kuat,” tandas Br Heri. Dengan demikian, mereka akan mampu menjadi agen perubahan sosial dan kualitas pendidikan Katolik semakin meningkat serta menghasilkan output yang lebih baik.

Br Heri menjelaskan, SBG menjadi salah satu wadah kaderisasi rasul awam. Komdik sebagai fasilitator, motivator, dan animator. “Memang butuh waktu untuk kaderisasi dan menjalankan SBG di dekanat-dekanat. Kita harus sabar,” katanya. Upaya menciptakan kader-kader awam terus dilakukan dengan berbagai kegiatan, misalnya pertemuan koordinator SBG, juga pertemuan Seksi Pendidikan.

Ketua SBG Dekanat Bekasi, F. X. Handoko Santosa mengungkapkan, melalui SBG, guru-guru Katolik bisa saling mengenal sebagai satu keluarga, bertukar informasi, mengembangkan katolisitas dan keterampilan, memupuk kerohanian, dan mendapat sertifikat pasca kegiatan. Selain guru Katolik, bagian tata usaha dan guru bimbingan belajar (bimbel), guru les privat juga bisa terlibat di SBG. “Hingga saat ini, belum ada guru bimbel yang ikut, tapi jika mereka ingin ambil bagian dalam kegiatan SBG, kami sangat  welcome meskipun guidance dari keuskupan hanya untuk guru-guru di sekolah. Jika ada guru Katolik yang ingin bergabung silakan mendaftar di paroki masing-masing,” kata Handoko, umat Paroki St Bartolomeus Taman Galaxy, Bekasi.

Program atau kegiatan SBG antara lain seminar Nota Pastoral atau Ajaran Sosial Gereja (ASG), pengolahan diri, rekoleksi, budaya nilai kekatolikan, dll. Namun, belum semua dekanat melakukan semua kegiatan. Di Dekanat Barat II misalnya, kegiatan yang sudah dilakukan adalah seminar ASG. “Awal 2015, kami mulai mengadakan seminar ASG. Kami lakukan marathon di enam paroki. Ada dua paroki yang belum. Harapannya, ada kegiatan menyangkut pengolahan kepribadian, spiritualitas guru, dan seminar lain. Para guru juga berharap banyak kegiatan training,” ungkap Ketua SBG Dekanat Barat II, Arnold Darmanto.

Pembiayaan kegiatan SBG menjadi salah satu kendala yang dihadapi. “Sekarang ini, tidak semua kegiatan SBG dibiayai oleh Pantap Bakti Dwi Abad. Kalau dulu semua biaya ditanggung,” ujar Arnold. Mulai 2016, biaya kegiatan SBG akan ditanggung bersama, yakni Pantap Bakti Dwi Abad KAJ, paroki, dan peserta.

Sementara Ketua SBG Dekanat Pusat, Hendra Andreas Budhiyuwono menegaskan, program SBG harus melihat kebutuhan para Insan Pendidikan Katolik. “Di beberapa sekolah swasta Katolik Dekanat Pusat, para guru sudah menerima materi mengenai katolisitas. Maka kami menyusun program lain berdasarkan kebutuhan guru,” ungkap Hendra.

Selain nilai budaya Katolik, pengolahan diri, serta rekoleksi, materi lain yang di tawarkan SBG Dekanat Pusat adalah literasi keuangan atau pengelolaan keuangan. “Kami berharap, semua guru bisa mendapatkannya. SBG bisa memotivasi guru, “mengubah” atau membentuk karakter yang lebih baik dan mengubah mindset para guru,” kata Hendra. Usai kegiatan yang digelar SBG Dekanat Pusat, biasanya ada angket yang dibagikan kepada peserta untuk melakukan evaluasi kegiatan dan mengetahui materi apa yang dibutuhkan para guru. “Tentang penampilan diri menjadi salah satu materi yang diharapkan guru,” demikian Hendra.

Maria Pertiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini