Sheny: “Berhenti dari Pekerjaan dan Memberikan Diri bagi Penyandang Disabilitas”

704
Klemensia Sheny Chaniaraga.
[HIDUP/Edward Wirawan]

HIDUPKATOLIK.com – Melayani Tuhan haruslah total. Demikian Sheny Mengungkapkan semangat yang mendasarinya dalam melayani para penyandang disabilita.

Klemensia Sheny Chaniaraga tinggal bersama suami dan tiga buah hatinya di daerah Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sheny sebelumnya adalah penganut agama Islam. Ia terpanggil untuk dibaptis dan hidup seturut iman Katolik.

Seiring waktu, Sheny memaknai panggilan hidupnya dengan aktif memberikan diri dalam pelayanan dan katekese bagi para penyandang disabilitas. Ia pun mendirikan KOMPAK (Kumpulan Orang Mau Pelajari Ajaran Kristus), sebuah komunitas yang pelayanannya memberi katekese kepada para penyandang disabilitas.

Pelayanan yang dilakukan Sheny melalui KOMPAK merupakan buah dari refleksi panjang atas perjalanan imannya. Ia ingin bisa memberikan diri untuk orang lain, terutama mereka yang berkebutuhan khusus.

Berawal dari Petaka

Tahun 2003, Sheny mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya dihantam Metro Mini. Seketika tubuhnya terlempar keluar dari mobil. Selama tiga hari ia mengalami koma, namun ia berhasil melalui masa kritis itu. Selama tiga bulan, ia dirawat di Rumah Sakit St Carolus dan R.S. Pondok Indah. Tak berhenti sampai di situ, akibat peristiwa itu ia mengalami amnesia dan buta mata sebelah kanan.

Selama di rumah sakit, Sheny yang waktu itu menganut agama Islam berdoa untuk memohon pertolongan Isa Almasih dan Siti Maryam. Ibunya yang sudah menjadi Katolik terkejut mendengar bisikan lirih putrinya yang terbujur sakit di pembaringan.

Hari demi hari berlalu, kondisi Sheny berangsur membaik. Namun setelah sembuh, ia merasakan penderitaan secara batin. Ia merasa haus akan Tuhan. Kemudian ia memutuskan untuk datang ke Gereja Keluarga Kudus Pasar Minggu dan mendaftarkan diri sebagai katekumen. Selama masa katekumenat, Sheny menyadari pentingnya pelayanan, melayani sesama manusia. Ia pun terlibat aktif dalam pelayanan di gereja. Pada Mei 2005, ia menerima rahmat pembaptisan secara Katolik.

Sejak saat itu, Sheny secara rutin mengikuti kegiatan-kegiatan gereja. Pada November 2006, ia menikah dengan Constantinus Dani Priambodo dan dikaruniai tiga anak.

Di dalam keluarganya, Sheny berusaha untuk mengajarkan ketiga buah hatinya dalam berdoa. “Mereka diajarkan untuk mendoakan orang lain, mulai dari lingkaran paling dalam, yakni orangtuanya,” ujar perempuan berdarah Belanda-Jawa ini.

Sementara anak-anaknya mengakui bahwa ibu mereka sangat taat dan rajin berdoa. “Malam sebelum tidur, mama akan berdoa bersama kami,” ujar Benediktus Rae Sava Mahendra, putra sulungnya. “Kadang saya yang pimpin doa,” imbuh Christoporus Jantaka yang diikuti senyuman si bungsu Salvator Kenzie Nayotama.

Sheny merasa tidak cukup hanya berdoa. Ia ingin lebih melayani Gereja. Ia memperhatikan dan melayani para penyandang disabilitas. Menurutnya, jika ia yang normal saja merasa haus akan Tuhan dan bisa mencari jalan keluar, demikian pula mereka para penyandang disabilitas. Ia lalu membulatkan hati untuk memberikan diri dalam pelayanan ini . “Karena di situ, Tuhan dimuliakan,” tandasnya.

Memberikan Diri

Sejak 2010, Sheny mulai melayani di Paguyuban Tunarungu Katolik (Paturka). Ia mengajar katekese. Empat tahun setelah berkecimpung di Paturka, ia mulai merentangkan sayap pelayanannya. Pada Juni 2014, ia mendirikan KOMPAK. Sheny merasa bahwa selain tunarungu, para penyandang disabilitas lainnya juga perlu mendapatkan perlakuan yang sama dalam menerima ajaran Kristus dan Gereja-Nya melalui katekese.

Kegiatan KOMPAK dilakukan di Ruang Assisi Paroki Hati Kudus Kramat, Jakarta Pusat. Pastor Kepala Paroki Hati Kudus Kramat, Romo Yustinus Agung Setiadi OFM adalah pastor moderator komunitas ini.

KOMPAK melayani empat jenis disabilitas: tunarungu, tunadaksa, tunanetra, dan tunagrahita (kelainan mental). Di dalam KOMPAK ini, Sheny bersama pengurus komunitas melakukan katekese, mengadakan retret dua kali setahun dan kegiatan rohani lainnya.

Pendampingan katekese dilakukan dalam dua kelompok. Kelompok pertama untuk anggota tunanetra, tunadaksa, dan tunagrahita yang dilaksanakan pada minggu kedua setiap bulan. Anggota tunarungu mendapat pendampingan katekese pada minggu keempat.

Sheny mengungkapkan bahwa pembagian kelompok pendampingan katakese ini dibuat karena metode pengajaran yang diadakan membutuhkan pendekatan sesuai jenis disabilitasnya. Untuk anggota tunarungu, media yang digunakan adalah gambar dan bahasa isyarat lewat gerakan tangan dan mulut. Untuk tunanetra, menggunakan bahasa verbal. Untuk tunadaksa dan tunagrahita, pendampingan menggunakan media gambar dan bahasa verbal. “Ini juga membantu supaya pendamping bisa lebih fokus dengan pelayanan yang dilakukan,” ujar Sheny.

Mengenai materi katekese yang diberikan, sebelumnya Sheny mendiskusikannya dengan Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Romo Victorius Rudy Hartono. Selain itu, Sheny juga mendiskusikan konsep katekese dengan moderator KOMPAK, Romo Yustinus Agung Setiadi OFM.

KOMPAK yang saat ini melayani sekitar 60 penyandang disabilitas mengadakan Misa khusus setiap minggu pertama dan ketiga pukul 09.00 WIB, bertempat di Gereja Hati Kudus Kramat. Saat Misa berlangsung, para penerjemah bahasa isyarat akan memandu anggota KOMPAK HIDUP/Edward Wirawan yang tunarungu. Sementara yang lain mengikuti Misa dengan melihat layar proyektor yang dipasang di samping altar.

Total Melayani

Keputusannya mendirikan KOMPAK mengubah jalan hidup perempuan kelahiran Jakarta, 14 Juli 1975 ini. Sheny yang bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan besar memutuskan untuk mengundurkan diri.

Rekan-rekan kerja Sheny terkejut dengan keputusan itu. Para pimpinan perusahaan memanggilnya untuk bekerja kembali, tapi Sheny bergeming. “Mereka datang memanggil saya dengan sejumlah besar uang,” ujarnya.

Meski diiming-imingi dengan gaji besar, Sheny tetap berpegang pada keputusannya untuk berhenti bekerja.

Keputusan Sheny itu juga mengejutkan suami dan anak anaknya. Awalnya, sang suami mempertanyakan keputusan Sheny. Dengan tiga orang anak usia sekolah, suaminya sangat mengharapkan dukungan finansial dari Sheny. Namun waktu mengubah segalanya. Perlahan sang suami dan tiga buah hatinya mendukung sepenuhnya keputusan Sheny berhenti bekerja dan melayani para penyandang disabilitas.

Bagi Sheny, melayani Tuhan haruslah total, sebagaimana pelayanan hamba kepada tuannya. Inilah semangat yang mendasari Sheny dalam pelayanan. Kebulatan hati Sheny untuk melayani dikuatkan dengan devosi khusus pada misteri kerahiman Ilahi.

“Setiap pukul tiga sore, saya berhenti dari segala aktivitas. Saya menyerahkan diri sepenuhnya kepada kerahiman Ilahi,” ujar lulusan Public Relations Interstudy Jakarta ini.

Sheny meletakkan semua pergumulannya dalam kuasa Tuhan. Ia menyadari, pelayanannya harus bersumber pada Allah. Sheny mengakui bahwa melalui Doa Kerahiman Ilahi, ia semakin dikuatkan untuk terus melayani kaum disabilitas. Baginya jam kerahiman Ilahi merupakan momen di mana dunia dipulihkan. Dalam jam kerahiman itu, Sheny pun merasa dipulihkan.

Edward Wirawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini