Mercusuar Pemandu Bahtera Keluarga Katolik

628
Sharing: Para peserta Deeper Weekend sedang men-sharing-kan kesan mereka tentang ME.
[Dok. Dionisius APS]

HIDUPKATOLIK.com – Dengan visi ME “cintai satu sama lain seperti Aku mencintaimu,” pasutri Kim-Irsan berhasil membawa terang ME ke Banjarmasin, hingga menyebar ke penjuru Borneo.

Dua puluh pasangan suami istri (Pasutri) berkumpul di Aula Keuskupan Banjarmasin, Minggu 28/6-2015. Suasana tampak semarak dan wajah mereka tampak bergembira. Mereka berkumpul dalam acara penutupan kegiata Deeper Weekend Marriage Encounter (ME) yang berlangsung sejak Jumat 26/6. Deeper Weekend merupakan pelatihan bagi pasutri pendamping yang nantinya akan mendampingi para peserta Akhir Pekan Marriage Encounter (APME).

Koordinator ME Indonesia Pastor Nicholaus Setija OMI menjelaskan, ME adalah sebuah gerakan dari Gereja Katolik Roma untuk pasangan suami istri. Gerakan itu dilakukan dalam sebuah program yang diberikan setiap akhir minggu. Para pasutri berlatih teknik berkomunikasi dengan kasih yang dapat mereka gunakan sampai akhir hayat. Awalnya, karena diberikan setiap akhir pekan, maka disebut APME.

Ini merupakan kesempatan untuk dapat melihat jauh ke dasar hubungan mereka satu sama lain, dan juga hubungan mereka dengan Tuhan. Selama APME mereka berbagi perasaan, harapan dan mimpi-mimpi satu sama lain.

APME mengupayakan dapat memberi suasana kondusif bagi pasutri untuk menghabiskan waktu bersama, jauh dari gangguan dan tekanan kehidupan seharihari. Mereka bisa memusatkan perhatian satu sama lain. Selama 19 tahun karya perutusannya, ME distrik XIV Banjarmasin sudah mengadakan 48 kali APME. Pertama kali digelar pada 22-24 Maret 1996.

Melawan Kegagalan
Pada mulanya, APME selalu gagal dilaksanakan di Banjarmasin. Tidak ada alasan yang jelas, mengapa itu terjadi. Hingga suatu hari pada 1995, pasutri Laurentia Miranda Goenarso dan Leonardus Irsan Raksapati, atau yang lebih dikenal dengan nama pasutri Kim-Irsan, mampu mematahkan kegagalan itu.

Kim bercerita, saat itu mereka didatangi Sumardi, Ketua Kursus Persiapan Perkawinan Gereja Katolik Keuskupan Banjarmasin. Sumardi menawarkan kepada mereka untuk menjadi koordinator pelaksanaan APME. Ajakan Sumardi tidak serta merta diterima oleh pasutri yang saat itu menjadi Koordinator Persekutuan Doa Katolik. Meski begitu, diam-diam Kim-Irsan mulai mencari informasi tentang ME. Mereka menemui seorang pastor yang pernah mengikuti APME di Jawa, dan oleh pastor itu mereka disarankan untuk menemui Romo Wignya sumarta MSF di Semarang.

Irsan pun rela menyeberang ke pulau Jawa dan bertemu dengan Romo Wignyasumarta MSF di Semarang. Oleh Romo Wignya, Irsan disarankan pergi ke Surabaya bertemu dengan koordinator ME Distrik IV Surabaya pasutri Wiwien-Hadi.

Setelah perjalanan di tanah Jawa, Irsan kembali ke Banjarmasin. Pada awal 1996, APME pertama di Banjarmasin pun diadakan. Kala itu 20 pasutri dan satu imam mengikuti rangkaian acara yang dipandu oleh Tim ME dari Distrik IV Surabaya. “Itu awal yang luar biasa,” ujar Kim.

APME perdana di Banjarmasin berjalan sukses. Pada APME angkatan kedua, Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. F.X. Prajasuta MSF menjadi salah satu pesertanya. APME pun bergulir secara rutin.

Selama delapan penyelenggaraan awal, APME Banjarmasin masih mendatangkan tim pasutri dan tim imam dari Keuskupan Surabaya, bahkan pernah juga mendatangkan tim imam dari Keuskupan Agung Semarang.

Empat tahun berselang, pada APME IX lahirlah tim pasutri pemberi APME dari Banjarmasin, yaitu pasutri Yen Yen-Chang Hwa. Dua tahun kemudian, menyusul kelahiran tim imam pemberi APME dari Banjarmasin dimana Romo Aloysius Lioe Fut Khin MSF menjadi koordinatornya. Sejak saat itu komunitas ME di Banjarmasin berhak menyandang status “wilayah”, yang ditetapkan dalam Sidang Dewan Nasional (Denas) ME XXIX di Manado, 23-27 Oktober 2002. Dalam kesempatan ini, diangkatlah pasutri Kim-Irsan sebagai koordinator ME Banjarmasin dan Romo Stephanus Bijanta CM selaku ecclesial-nya.

Dua tahun kemudian ME semakin berkembang dengan adanya dua tim pasutri dan satu tim imam, sehingga Banjarmasin dinilai telah mampu menyelenggarakan APME secara mandiri. Akhirnya pada Sidang Denas ME XXXI di Makassar, pada 23 Oktober 2004, ME Wilayah Banjarmasin berubah statusnya menjadi ‘Distrik’ dengan nama ME Distrik XIV Banjarmasin hingga sekarang.

Pokok Anggur Gema ME Distrik XIV Banjarmasin, tidak hanya terdengar di sembilan paroki keuskupan Banjarmasin, tapi ke seluruh tanah Borneo. Komunitas ini seperti pokok anggur yang bertumbuh dan memiliki ranting-ranting. Dua bulan setelah menyandang status distrik, ME Banjarmasin menyebrangi sungai Barito dan sungai Kapuas menuju Keuskupan Palangkaraya. APME pertama di Palangkaraya dilaksanakan pada 3-5 Januari 2005. APME di Wisma Soverdi ini diikuti oleh 17 pasutri, enam suster dan dua imam.

Bertambah usia, rantingnya merambah semakin jauh. Pada 21-25 November 2007, ME Banjarmasin menjadi tuan rumah gelaran sidang Dekenat Nasional ME XXXIV. Setahun sesudah itu, ME Banjarmasin diberikan mandat oleh Denas untuk menjadi orang tua asuh bagi ME wilayah Samarinda.

Prestasi ini patut dibanggakan, dan menjadi cermin bagi komunitas atau kelompok kategorial lainnya untuk terusmenerus mengobarkan semangat bermisi demi mewartakan Injil Kristus dimana-mana. Pasutri Kim-Irsan menyampaikan rasa syukur dan bahagia atas perkembangan ME ini. Sembari mengutip ungkapan Bunda Teresa dari Kalkuta, Irsan menegaskan bahwa pada akhirnya dunia akan tergantung kepada keluarga-keluarga. “Jika keluarga-keluarga aman dan damai, maka dengan sendirinya dunia akan menjadi aman dan damai,” ujarnya.

Mercusuar Pemandu
“Cintai satu sama lain seperti Aku mencintaimu.” Ini adalah visi ME yang menggerakan Kim-Irsan untuk melaksanakan APME di Banjarmasin. Visi ini secara lugas dijabarkan oleh Uskup Keuskupan Banjarmasin Mgr. Petrus Boddeng Timang. Menurutnya, setiap gerakan pembaharuan dalam Gereja Katolik adalah karya Roh Kudus dan gerakan ME ini adalah salah satu gerakan yang bertujuan membaharui dan meningkatkan mutu hidup berkeluarga.

“Keluarga adalah Ecclesia domestica (gereja mini), dalam arti itu, ME berada dalam inti pembaharuan keluarga. Karena yang menjadi sasaran kegiatannya adalah pembaharuan dan peningkatan mutu hidup berkeluarga,” kata uskup yang pernah mengikuti APME ke-35 ini.

Bagi Mgr. Petrus Timang, inti dari pelaksanaan APME adalah memperbaiki sekaligus memperdalam relasi suami istri melalui komunikasi yang intensif di antara mereka.

Tidak semua pasutri mampu secara ekonomi, hal ini mendorong pengurus ME mencari sponsor/dana sehingga banyak yang bisa ikut serta dalam APME. “ME harus menjadi mercusuar bagi semua pasutri untuk hidup dalam ajaran gereja dan damai Tuhan,“ ujar Cecil koordinator ME Distrik XIV Banjarmasin.

Banyak harapan yang disandangkan kepada komunitas ME Distrik XIV Banjarmasin. Harapan untuk benar-benar menjadi mercusuar yang dapat memandu banyak bahtera keluarga hingga sampai di dermaga bahagia.

Dionisius Agus Puguh Santosa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini