HIDUPKATOLIK.com – Tensi hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat kembali memanas. Takhta Suci mengingatkan untuk menghindari perang dan mengutamakan dialog.
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump mengancam Korea Utara. Ia mengatakan, Korea Utara akan berhadapan dengan api dan kemarahan yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya. Ancaman Trump bermula, setelah lembaga telik sandi AS melaporkan bahwa negara komunis itu, telah menghasilkan miniatur hulu ledak nuklir yang dapat dimuat di dalam rudal balistik antarbenua. Di luar dugaan, Korea Utara memiliki sekitar 60 hulu ledak nuklir. Ancaman Trump juga sebagai reaksi atas ancaman Presiden Korea Utara, Kim Jong-un yang akan menyerang Guam, wilayah AS di Samudera Pasifik.
Ketegangan dua negara ini memantik kehadiran Vatikan dalam upaya perdamaian dunia. Mgr Silvano Maria Tomasi CS, mantan pengamat permanen Vatikan untuk PBB mengatakan, krisis semacam itu hanya dapat dihindari dengan jalan pencegahan konflik dan dialog, bukan dengan unjuk teknologi militer.
Mgr Tomasi yang saat ini menjabat sebagai penasihat Dikasteri untuk Pembangunan Manusia Secara Menyeluruh menjelaskan, konflik antara kedua negara menunjukkan bagaimana hubungan internasional dapat dengan mudah retak. “Paus Fransiskus, secara konsisten menegaskan bahwa jalan ke depan adalah dialog untuk mencari kebaikan bersama,” katanya mengutip Bapa Suci seperti dilansir Radio Vatikan, pekan lalu.
Jalan konflik, lanjut Mgr Tomasi, selalu merupakan jalan yang salah. “Itulah sebab kita perlu menginvestasikan waktu, energi, uang, dan sumber daya untuk menghindari titik didih krisis ini.”
Meminjam kata-kata Bapa Suci, Mgr Tomasi mengatakan, hubungan antarnegara mesti bersifat inklusif, bukan pendekatan membuat tembok. Karena itu, kerjasama dan dialog menjadi jalan. Alih-alih membangun tembok dengan negara lain, pemerintah setiap negara mestinya fokus pada memperbaiki kualitas hidup rakyat.
Mgr Tomasi mencatat bahwa posisi Takhta Suci tentang penggunaan dan kepemilikan senjata nuklir seirama dengan konvensi PBB yang melarang penggunaan nuklir untuk kegiatan militer. Dialog yang inklusif, lanjut Mgr Tomasi, menunjukkan keinginan dan harapan bahwa krisis tidak ditangani melalui ancaman kekerasan, namun melalui cara yang lebih damai yang berhubungan dengan pembangunan manusia. “Diskusi dan dialog tanpa kekerasan jelas bukan langkah mundur atau menjauh dari kenyataan, tapi justru sebaliknya, keterlibatan aktif untuk mempromosikan segala sesuatu yang baik dan menghindari benturan.”
Dalam pertemuan Mei silam, Paus Fransiskus juga menyuarakan pentingnya dialog perdamaian kepada Trump. Kedua tokoh global ini berbicara mengenai urusan internasional dalam mempromosikan perdamaian melalui negosiasi politik. Pun dalam Pesan Hari Damai Sedunia, Bapa Suci kembali menegaskan pentingnya komunitas internasional mengedepankan jalan dialog dan kerjasama; bukan perang.
Edward Wirawan