HIDUPKATOLIK.com – Di Paroki Bedono, peserta DID dari mancanegara belajar tentang pastoral membawa alam ke altar. Di Denpasar, orang muda menggubah satu karya Gamelan Bali, khusus untuk AYD.
PERKEBUNAN kopi membentang di sepanjang jalan Bedono menuju Magelang, Jawa Tengah. Semilir udara sejuk seakan tidak mau beranjak dari daerah yang berada sekitar 500 meter di atas permukaan laut.
Saat sore menjelang, sekelompok anak muda terlihat menyusuri perkebunan di sekitar Desa Losari, Grabag, Magelang. Pandangan mereka tertuju pada setiap hijau rerumputan di sekitar pohon kopi yang berdiri berjajar disana. “Ini ‘besaran’, kami biasa mengkonsumsi daun-daun ini,” kata Lia, sambil memperlihatkan selembar daun besaran atau daun morbei.
Aktivitas anak-anak muda itu adalah bagian dari Days in the Diocese (DID) di Paroki St Thomas Rasul Bedono, Keuskupan Agung Semarang (KAS), Minggu-Selasa, 30/7-1/8. DID di Paroki Bedono diikuti peserta dari Kevikepan Semarang KAS dan kelompok orang muda perwakilan dari Konferensi Waligereja Korea Selatan, Laos, Bangladesh, Pakistan, dan Nepal. DID merupakan kegiatan awal dari Asian Youth Day 2017 yang berlangsung di Indonesia, 31 Juli-6 Agustus 2017.
Hyeongyeong Im, peserta dari Korea Selatan nampak menikmati saat teman-teman barunya mengajak dia keluar masuk kebun kopi. Sore itu, ia bersama orang muda di Lingkungan Losari Paroki Bedono, belajar mengenal setiap jenis daun-daunan yang biasa dikonsumsi masyarakat sekitar.
Selain Hyeongyeong, ada juga Philip Das, peserta dari Bangladesh. Dari semua tanaman yang ia lihat, sebagian bisa ia temukan juga di negara asalnya, namun sebagian besar yang lain baru pertama kali dilihat. “Saya senang berada di sini. Orang-orangnya ramah dan bersahabat. Pemandangan Indonesia sangat indah,” kata Philip.
Romo Patrisius Hartono mengungkapkan, selama DID di Paroki Bedono, peserta menjalani live in di keluarga-keluarga yang mayoritas adalah petani. Sudah sejak beberapa tahun belakang, Paroki Bedono menjalankan pastoral alam. Pastoral yang berusaha mendekatkan umat pada alam sekitar. Semangat inilah yang ditularkan kepada setiap peserta DID yang datang ke Paroki Bedono.
Kepala Paroki Bedono ini menambahkan, DID tidak terpusat di paroki, namun disebar ke beberapa zona yang memiliki kekhasan masing-masing sesuai dengan karakter umat dan masyarakat. “Di sini, gerakannya membawa alam ke altar dan sebaliknya, membawa altar ke alam. Gereja harus hadir memperhatikan keprihatinan ciptaan termasuk keutuhan citaan, kebudayaan lokal yang semakin hilang.”
Di Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah, seusai Misa pembukaan DID, diadakan “Pentas Budaya Srawung Asih”. Selama kurang lebih empat jam, ditampilkan aneka kebudayaan lokal.
Sementara di Paroki Roh Kudus Tuka Bali, Keuskupan Denpasar, I Gusti Ngurah Darmadi mengungkapkan, ia bersama OMK Paroki Tuka menciptakan satu gubahan baru dalam karya musik Gamelan Bali khusus untuk AYD. Karya ini berhasil mempesona peserta yang mengikuti DID di Keuskupan Denpasar.
DID diadakan di sebelas Keuskupan di Indonesia. Peserta dari berbagai negara Asia akan mendalami tema tentang keragaman. Lewat beragam budaya Nusantara, mereka belajar mencintai keanekaragaman Asia.
Antonius E. Sugiyanto (Magelang)