Renungan Minggu, 6 Agustus 2017 : Menerima Kehormatan

698
[picstopin.com]

HIDUPKATOLIK.com – Minggu Biasa XVIII: Dan 7:9-10,13-14, Mzm 97:1-2,5-6,9; 2Ptr 1:16-19; Mat 17:1-9

PADA 9 Juni 2017, sekitar 10.000 warga masyarakat menyambut kedatangan Bapak R dan J (bupati dan wakil bupati mereka) di bandara salah satu kabupaten di Papua. Kedua pemimpin baru ini, baru saja dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati oleh Gubernur Papua pada 22 Mei 2017. Mereka disambut secara meriah oleh masyarakat dengan tarian adat dan dikenakan pakaian adat oleh tua-tua adat; mahkota dari bulu burung kasuari, rogoi yaitu cawat yang terbuat dari daun-daun sagu, selempang berupa anyaman dari rumput rawa.

Koran lokal 10 Juni 2017 mengabarkan: “Usai penyambutan secara adat di bandara, R dan J bersama rombongan menggunakan belang (perahu yang agak besar dan bisa memuat 30 orang) yang telah didesain khusus, menuju pelabuhan misi. Teriknya matahari tidak mampu membubarkan masyarakat yang telah lama menunggu kedatangan R dan J di pelabuhan. Begitu tiba bupati dan rombongan disuguhi tarian dari beberapa etnis yang ada di kabupaten ini.”. Mereka menerima penghormatan begitu meriah. Siapakah mereka itu? Mereka adalah orang-orang biasa yang telah menyiapkan diri dengan baik, dipilih oleh rakyat dan diangkat oleh Menteri Dalam Negeri, serta dikukuhkan oleh Gubernur.

Apa yang dialami R dan J di Papua, dan saudara-saudari yang lain di tempat masing-masing, atas cara yang tertentu, juga dialami Yesus. Dia sebagai manusia lahir di desa Nazareth dan muncul di hadapan umum, dan semakin dikenal oleh masyarakat luas. Mula-mula Dia dikenal oleh murid-murid Yohanes di Sungai Yordan, kemudian pada peristiwa perkawinan di Kana, pada saat Dia memberikan wejangan atau ajaran yang dikenal dengan sebutan “Delapan Sabda Bahagia”. Dia juga menyembuhkan orang dari rupa-rupa penyakit dan gangguan setan. Semua yang Dia kerjakan itu hendak menyatakan bahwa Dia diutus Allah dan bahwa Allah sungguh-sungguh mencintai manusia.

Apa yang disiapkan-Nya selama 30 tahun di Nazareth, diakui oleh Bapa-Nya dengan kata-kata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Ia menerima kehormatan dari Bapa-Nya dengan adanya kata-kata itu, dan penghormatan dari sesama manusia dengan hadirnya tokoh-tokoh besar pada masa perjanjian lama, yaitu Musa dan Elia. Yesus bukanlah manusia biasa. Dia sungguh Allah dan sungguh manusia. Maka, kehormatan dan penghormatan yang dimiliki-Nya tanpa kegiatan dari pihak manusia pun sesungguhnya sudah luar biasa, jauh melampaui apa yang sudah terjadi di muka bumi ini.

Pada pesta Yesus menampakkan kemuliaan sesungguhnya, Allah memanggil manusia untuk melihat, bahwa manusia sejatinya adalah kudus dan mulia, sebagaimana Allah Bapa sungguh kudus dan mulia. Penampakan Yesus mau menunjukkan bahwa di dalam Allah, martabat manusia itu diberikan secara gratis. Allah bekerja dan memberikan kemuliaan, kekudusan, dan kehormatan itu bukan karena jasa atau permintaan manusia. Maka, siapa saja yang ada di dalam Allah, hidup dalam keadilan, kemurahan, kelemah-lembutan, kesabaran, kesetiaan, kebenaran dan kasih, akan memancarkan sinar dan kemuliaan Allah kepada sesama manusia dan dunia.

Seperti Yesus, setiap orang menerima kehormatan itu sejak dia diciptakan dan kemudian dilahirkan di dunia ini. Dia kemudian dibekali, disiapkan, dan dikuatkan untuk meneruskan kehormatan itu dalam kehidupan sehari-hari, sebagai anak-anak-Nya yang terkasih. Maka, di mana pun dia berada, ketika di sana ada kedamaian, kelemah-lembutan, kesabaran, kasih, keadilan, dan kebenaran serta kekudusan diwujudkan, di sana wajah Allah dinyatakan. Ketika wajah Allah dinyatakan, manusia juga menerima kehormatan. Manusia (kita sekalian) diundang dan diutus Allah untuk mewujudkannya di tempat kita masing-masing.

Mgr Nicholaus Adi Seputra MSC

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini