HIDUPKATOLIK.COM – Berapa anggota Hadrah Gusdurian menari di depan Gereja Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel, Ijen Malang Jawa Timur. Mereka membawakan Tarian Sufi; Sebuah tarian yang terinspirasi dari seorang Sufi, Filsuf dan penyair besar Islam, Maulana Jalaluddin Rumi. Para penari menari semakin lama semakin kencang dengan kostum tari dan rok lebar yang mereka kenakan berputar kibar semakin cepat.
Para penari yang mengenakan kostum beda warna, menari seperti dalam situasi ekstase. Mereka berputar semakin cepat, seiring dengan alunan musik. Di akhir pertunjukan, tepuk tangan dan sorak sorai membahana di depan Gereja Katedral Malang, Selasa, 1/8. Sebuah potret persaudaraan tanpa sekat.
Tari Sufi bermakna bahwa dasar kehidupan di bumi dan dunia ini adalah berputar. Tari Sufi lahir dari duka Rumi atas kepergian gurunya, Syamsuddin tabriz. Rumi, Sufi asal Turki itu menemukan bahwa manusia itu fana dan bahwa tujuan dasar manusia adalah menemukan jalan pulang ke Sang Pencipta.
Diceritakan, pada masa duka itu, Rumi berputar bahkan tiga hari tiga malam dengan melepaskan semua emosinya. Dalam perputaran duka itu, Rumi menemukan kerinduan terbesar dalam dirinya pada Sang Pencipta.
Warna pakaian para penari yang beragam menyiratkan pesan keberagaman. Hal ini sejalan dengan Tema Asian Youth Day 2017: Joyful Asian Youth! Living the Gospel in Multicultural Asia (Mewartakan Injil di Asia yang Multikultural). Ini barangkali sebuah pesan, AYD bukan sekdar lagak seremonial anak muda Katolik Asia. AYD adalah momen bagi OMK untuk menjadi saksi Kristus.
Merujuk pada tema, AYD 2017, mesti dimaknai sebagai sebuah panggilan untuk mewartakan Injil ke semua budaya dan bangsa. Untuk mewartakan tentang Kristus, maka orang harus mengenal Kristus. Dan untuk mengenal Kristus, maka orang harus mengalami perjumpaan dengan Kristus.
Kehadiran Hadrah Gusdurian lebih dari sekadar persatuan dalam keberagaman. Tari Sufi yang dipersembahkan oleh Hadrah Gusdurian adalah sebuah ajakan untuk menemukan Sang pencipta, mengenalnya dan mewartakannya.
Semoga OMK Asia juga berputar dalam tarian Sufi melalui pergumulan, doa dan karya. Dalam perputaran itu, di ujung sana, pada akhirnya kita bertemu kembali dengan Sang Pencipta kita; Tuhan atas semua bangsa dan Budaya. Tuhan yang hadir dalam setiap bentuk kebudayaan. Dari perjumpaan itu-lah, kita mewartakan Sang Pencipta yang oleh Gereja dikenal sebagai Gembala Yang Baik dan Murah Hati.
Edward Wirawan