Renungan Minggu, 2 Juli 2017 : Ikut Yesus dan Konsekuensinya

1331
[lds.org]

HIDUPKATOLIK.com - Minggu Biasa XIII: 2Raj 4:8-11,14-16a; Mzm 89:2-3,16-17,18-19; Rm 6:3-4,8-11; Mat 10:37-42

BISA saja orang terguncang dengan sabda Yesus yang disampaikan dalam Mat 10:37-42. Ditegaskan di dalamnya antara lain: “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku”. Bukankah Yesus memerintahkan agar saling mengasihi; dan barangsiapa mengasihi Allah, tetapi ia membenci saudara-saudarinya, itu omong kosong? Jadi, bagaimana bisa dimengerti Sabda Yesus itu?

Sabda Yesus memang tak bisa dipahami secara harafiah, sepotong-sepotong, lepas dari konteks keseluruhan sabda yang diucapkan-Nya. Dalam Mat 10, sabda itu dihubungkan dengan pemanggilan 12 rasul, yang dilanjutkan dengan pengutusan mereka untuk domba-domba yang hilang dari umat Israel. Tantangan bagi para murid itu dilukiskan dengan mengibaratkan mereka sebagai domba yang diutus ke tengah serigala. Namun, mereka diminta untuk tidak khawatir, karena mereka akan dibantu Roh Bapa, yang akan membimbing melalui kata-kata yang harus diucapkan. Atau kalau ada ancaman pembunuhan, mereka diingatkan untuk tidak takut kepada orang yang bisa membunuh badan, tapi tak bisa membunuh jiwa. Mereka diminta bertekun mengikuti Yesus sampai akhir.

Dengan lain kata, Yesus mau menegaskan agar para murid bertekad ikut Yesus sepenuh hati. Mereka harus ikut Yesus secara total dengan kesetiaan dan cinta yang utuh, tak terbagi. Dengan latar belakang dan pengertian itulah, sabda Yesus bisa dimengerti dengan lebih baik. Kristus harus diutamakan di atas siapa pun, termasuk anggota keluarga serumah.

Lebih jauh, Yesus menegaskan konsekuensi mengikuti-Nya sampai akhir hidup. “Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Yesus harus dimutlakkan dalam hidup seseorang, tak bisa dibandingkan dengan apa pun di dunia ini. Hidup demi Yesus harus mendapatkan prioritas tertinggi. Inilah tantangan berat yang tak mudah diatasi. Merupakan kecenderungan yang manusiawi apabila orang akan lekat pada hubungan keluarga, hubungan darah yang menyatukan manusia sejak lahir.

Mengikuti Yesus berarti pula ikut memikul salib-Nya. Manusia pada umumnya memiliki kecenderungan mencari yang enak, yang mudah, dan yang menguntungkan. Salib berarti pengorbanan, yang justru kerap dihindari oleh semangat zaman ini. Dalam arus zaman yang diwarnai individualisme, egoisme, dan hedonisme, kata pengorbanan kian dijauhi dalam pergaulan sosial. Apalagi kalau pengorbanan itu harus berakhir dengan penderitaan seperti salib Yesus. Tentu saja jalan hidup seperti yang ditawarkan Yesus tak mendapatkan tanggapan yang mudah diterima banyak orang.

Paulus sudah menjelaskan makna baptisan sebagai tanda awal menjadi pengikut Yesus. Dengan subjudul “Mati dan Bangkit bersama Kristus”, Paulus bertanya “Tidak tahukah kamu … bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian, kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Pola hidup yang diawali dengan pengorbanan dan perjuangan, bahwa ada penderitaan luar biasa sampai kematian, ternyata tidak sia-sia dan justru membuahkan hidup baru, yaitu kebangkitan yang menghasilkan hidup baru.

Penjelasan Paulus dari segi iman sungguh mengena dan dapat diterapkan untuk menjelaskan hubungan antara baptisan dan konsekuensi mengikuti Yesus. Baptisan yang sudah diterima membawa pengaruh dan dampak sepanjang hidup. “Materai” atau cap baptisan yang berupa Roh Kudus, tak bisa dihapuskan. Penerima baptisan diharapkan bisa melaksanakan janji baptis sampai akhir hidup. Intinya, menolak setan, segala perbuatan dan tipu muslihatnya, dan tetap mengimani syahadat para Rasul, seperti yang disampaikan Gereja. Semoga bacaan Minggu ini kian menyadarkan kita akan makna baptisan dan konsekuensinya menjadi pengikut Yesus.

Mgr Aloysius. M.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini