HIDUPKATOLIK.com -Â PEMIMPIN pada masa kemerdekaan berprinsip, sebelum melakukan sesuatu untuk orang lain, terlebih dulu mengubah dirinya sendiri. Tak heran, meski berbeda golongan atau bahkan berbeda agama, mereka tetap bersahabat satu dengan yang lain. Hal ini disampaikan Anhar Gonggong dalam seminar FMKI-KAJ di Unika Atmajaya, akhir Maret lalu.
Anhar mencontohkan, Prawoto Mangkusasmito (1910-1970), tokoh Partai Masyumi yang berhaluan Islam, suatu ketika kesulitan mencari rumah di Jakarta. Siapa sangka yang membantu mencarikan rumah justru adalah I.J. Kasimo yang berasal dari Partai Katolik. Demikian juga, saat Kasimo bertengkar dengan Mohammad Natsir di Dewan Konstituante, sesaat kemudian, keduanya pergi berdua dan makan bersama. “Persahabatan semacam ini yang sulit ditemukan di antara kita saat ini,†ujar penulis buku Mgr Albertus Soegijapranata S.J: Antara Gereja dan Negara.
Indonesia ini, menurut Anhar, diciptakan Tuhan dengan keanekaragamannya. Keberagaman yang membentuk Indonesia adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada Indonesia. Kenyataan Indonesia adalah kebhinnekaan. “Kalau kita menyangkal (keberagaman–Red), justru kita menyangkal kodrat Tuhan.â€
Antonius E. Sugiyanto