HIDUPKATOLIK.com – Namanya Soetomo. Ia dipermandikan dengan nama baptis, Gregorius. Lelaki kelahiran Purwokerto, 27 Oktober 1964 ini mengenyam pendidikan tinggi pertama di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. Tahun 1988, ia berhasil mendapatkan gelar Insinyur (Ir) Pertanian. Bidang ini seolah tenggelam dalam perjalanan hidupnya di kemudian hari.
Babak baru perjalanan hidupnya dimulai pada 5 Juli 1989. Greg, sapaan akrabnya, memutuskan bergabung dengan Ordo Serikat Jesus (SJ). Ia menjalani masa formasi pertama sebagai Jesuit di Novisiat Santo Stanislaus Girisonta, Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Setelah dua tahun menjalani formasi novisiat, Frater Greg melanjutkan studi filsafat di STF Driyarkara Jakarta dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Filsafat pada 1994. Sebelum melanjutkan studi teologi, ia sempat berusaha dikembalikan ke ‘habitat’ awalnya sebagai seorang Insinyur Pertanian dengan menjalani Tahun Orientasi Kerasulan (TOK) di Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT) Salatiga, Jawa Tengah. Baru setelahnya, Frater Greg melanjutkan studi teologi di Ateneo de Manila University, Manila, Filipina (1996-2000). Di sela studi teologi itu, ia menerima tahbisan imam Jesuit pada 14 Juli 1999.
Sepulang dari Manila, Romo Greg sempat berlabuh di almamaternya, STF Driyarkara sebagai dosen muda. Pengalaman mengajar ini ternyata tidak lama (2000-2001). Namun, peziarahan akademis ini seolah tak mau pergi dari dirinya. Setelah lewat 10 tahun, sejak 2011 hingga sekarang, ia menjadi salah satu anggota “dosen rekanan†(team teaching) yang mengampu matakuliah Cultural Studies di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta. Selain mengajar, dunia tulis-menulis juga menorehkan sejarah panjang. Sejak tahun 1995 hingga kini, ia sudah menghasilkan setidaknya sepuluh judul buku, yang temanya bervariasi, mulai dari filsafat-teologi, manajemen Gereja, spiritualitas, sejarah Gereja, dan studi Islam. Belum lagi publikasi artikel, karya ilmiah, essai yang muncul di beberapa media, termasuk beberapa jurnal ilmiah. Maklum saja karena selama kurang lebih 12 tahun (2002-2014), Romo Greg menjadi Pemimpin Redaksi Majalah HIDUP sekaligus delegatus (utusan Uskup Agung Jakarta) Mingguan Katolik HIDUP, karena mingguan Katolik nasional ini merupakan milik Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Dan, selama menjalani tugas perutusan di Majalah HIDUP, ia juga diserahi tanggung jawab untuk mendampingi para calon imam, baik para frater Praja KAJ maupun para frater Jesuit selama belasan tahun.
Lagi-lagi, dunia akademis hinggap dalam peziarahan hidupnya. Sejak 2013, Romo Greg memutuskan untuk memulai lembaran baru dengan mengambil studi Islam di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan terseok-seok tapi penuh dengan semangat ingin maju, Jesuit ini belajar bahasa Arab mulai dari hal-hal yang bersifat elementer. Berkat keuletannya, ia berhasil menyelesaikan master pada 2015, dengan tesis yang sudah diterbitkan berjudul “Merevitalisasi Pemikiran Sosial Islam Hassan Hanafiâ€. Tak hanya selesai dalam waktu dua tahun, ia juga lulus dengan predikat cum laude.
Melihat hasil yang gemilang ini, semangatnya untuk menceburkan diri dalam dunia akademis yang bersinggungan dengan studi Islam seolah tak terbendung. Usai menggondol gelar magister, Romo Greg segera mendaftarkan diri sebagai mahasiswa calon doktor di kampus yang sama. Lagi-lagi, berkat kerja keras dan dukungan dari banyak pihak, ia berhasil menjadi lulusan kedua program doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang mampu menyelesaikan studi dalam waktu dua tahun. Pada Rabu, 24/5, ia sukses mempertahankan disertasi doktornya, yang bertajuk “Bahasa, Kekuasaan, dan Sejarah. Historiografi Islam Marshall G.S. Hudgson dalam Perspektif Kajian Poststrukturalisme Michel Foucault.†Setelah menghadapi ujian di hadapan enam guru besar, Romo Greg pun dinyatakan lulus dengan predikat cum laude.
Banyak kawan yang mendulang ilmu di satu kampus, tertegun dan keheranan dengan semangat juang dan manajemen waktu yang dihidupi Romo Greg. Mereka merasa mendapatkan inspirasi dari Jesuit yang mengikrarkan kaul kekalnya pada 20 Juli 2009 ini. Ternyata di balik pergumulannya dengan dunia Islam, ia melibati banyak komunitas lintas-iman dan agama. Misalnya, ia membuka jejaring dengan beberapa lembaga riset Islam, seperti Wahid Institut Jakarta, Nurcholish Madjid Society Jakarta, Maarif Institute Jakarta, dan Abdurrahman Wahid Centre Universitas Indonesia. Selain itu, bersama dengan saudara satu serikat yang sudah lebih dulu mendalami Islam, Romo Yoannes Berchmans Heru Prakosa SJ, ia aktif mengadakan live in atau home stay di banyak pondok pesantren. Kegiatan ini juga menjadi sarana formasi bagi para frater Jesuit yang ia dampingi. Biasanya mereka melakukan live in selama satu hingga dua minggu, tinggal bersama para santri di pondok pesantren. Beberapa pondok pesantren itu antara lain Edi Mancoro Salatiga, Jawa Tengah (2009); Tebuireng Jombang, Jawa Timur sebanyak tiga kali (2010, 2011, 2012); Pondok Pesantren Ciganjur, Jawa Barat (2013); Ath-thaariq Garut, Jawa Barat (2016).
Pengalaman live in tersebut seolah mendapat tempat subur untuk dipupuk dan dikembangkan dalam proses refleksi dengan terlibat dalam beberapa pertemuan internasional dalam kajian dialog antaragama. Misalnya, pertemuan di Amman, Yordania (2008); Wina, Austria (2010); New Delhi, India (2014); Dakar, Senegal (2015); Kuala Lumpur, Malaysia (2016). Keaktifannya mencari dan membuka jejaring ini membuat Romo Greg sejak 2010, dipercaya sebagai Project Officer untuk Asia Pasific Theological Encounter Programme.
Keseriusan menggeluti kajian Islam ini ternyata bergema di jejaring yang sudah ia hidupi. Hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang hadir dalam promosi doktornya di Auditorium UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu, 24/5. Beberapa kolega Jesuit nampak hadir memberikan dukungan. Pun beberapa Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) juga terlihat menyambut positif doktor baru ini. Bahkan, tokoh CSIS sekaliber Harry Tjan Silalahi terlihat setia mengikuti promosi doktornya hingga usai. Jesuit yang akrab dipanggil Romo Greg ini tercatat sebagai pastor Katolik pertama yang berhasil mendapat gelar doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Boleh jadi, inilah babak baru untuk kesekian kalinya, yang akan membawanya masuk ke dalam dunia akademis, sebagaimana fase peziarahan hidup Greg sebelumnya.
R.B.E. Agung Nugroho
Selamat untuk Dr. Romo Greg! Dan terima kasih telah memberi inspirasi untuk kegigihan melakukan studi, studi lintas iman, dan memberi contoh interaksi lintas iman yang berkontribusi bagi kedamaian kehidupan antar agama di Indonesia dan Asia Pasifik.