Kaum Muda Katolik dan Politik Karya

287
(ki-ka): Stefanus Rizal Rejadi (moderator), Yunarto Wijaya, Romo Benny Susetyo, dan Romo B. S. Mardiatmadja SJ. [HIDUP/Maria Pertiwi]

HIDUPKATOLIK.com-Sebagai orang Katolik, kita bukan sekadar sebagai pengikut Kristus, tapi bagaimana kita bisa berbuat sesuatu untuk orang lain. Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dalam talkshow sebelum Misa dan novena hari ketiga, Minggu, 21/5, di Assembly Hall lantai 8 Hall D, Menara Mandiri-Plaza Bapindo, Jakarta. Toto sapaannya, memberi contoh apa yang dilakukan Romo Y. B. Mangun Wijaya yang melindungi orang terpinggirkan tanpa melihat siapa yang dilayani, tanpa membedakan. “Iman kekatolikan kita semakin besar ketika kita menunjukkan diri, lewat karya,” tandas Toto.

Menurut Toto, sebagai umat Katolik, kita mesti menjadi garda terdepan, menjadi jembatan, dan memulai rekonsiliasi. “Jadi minoritas jangan takut, kita tunjukkan diri lewat karya di tengah intoleransi yang terjadi. Kita mesti mengupayakan persatuan dan menghormati keberagaman, menerima, menyadari adanya perbedaan, dan menghormati perbedaan itu. Perbedaan sebagai kekayaan. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, dari lingkungan sekitar kita,” ungkapnya.

Berkaitan dengan keterlibatan kaum muda dalam politik, Toto berpendapat bahwa akselerasi dari anak-anak muda dibutuhkan untuk mengubah pandangan bahwa politik itu kotor dan meningkatkan partisipasi publik dalam politik. “Terbukti ketika anak-anak muda maju dalam politik, seperti Joko Widodo, Ridwan Kamil, Ahok, Abdullah Azwar Anas dan lain-lain mereka beri harapan, beri cara baru ketika berpolitik. Mereka berhasil membuat krisis keteladaanan kepemimpinan yang selama ini dianggap bermasalah oleh anak-anak muda kemudian berubah. Anak-anak muda merasa bahwa sesama dari kita berhasil maju dan mengubah,” paparnya.

Anak-anak muda yang awalnya apatis, lanjut Toto, kemudian terlibat, ikut aktif dalam proses menjaga bagamaimana pemimpin-pemimpin baru itu bisa tetap menjadi teladan bagi mereka. “Minimal ini menghidupkan politik tidak hanya untuk segelintir elit saja tapi menjadi bagian dari masyarakat, terutama menjadi bagian dari anak muda dan akhirnya membuat sistem politik dan budaya politik yang selama ini cenderung elitis, berjarak, dianggap korup menjadi berubah,” ujar Toto.

Apatisme kaum muda juga tampak di kalangan kaum muda Katolik. Menurut Toto, ketika anak-anak muda Katolik dianggap minoritas oleh sekelompok orang, apatisme, ketakutan semakin terasa dalam pembuatan-pembuatan keputusan politik, salah satunya. “Ketika orang muda Katolik melihat ada harapan muncul dengan tokoh-tokoh baru, kenapa tidak kita juga memunculkan tokoh-tokoh Katolik yang bisa membawa perubahan?” Toto berharap kaum muda Katolik memiliki keberanian untuk menunjukkan kekatolikan dalam karya, menunjukkan keberpihakan dalam politik bukan lewat politik identitas tapi dalam politik karya.

Maria Pertiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini