FMKI Mensyukuri Kebhinnekaan

156
Savic Ali, Anhar Gonggong, Yulius Setiarso, dan Trias Kuncahyono dalam seminar kebangsaan FMKI KAJ.
[HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]

HIDUPKATOLIK.com - REPUBLIK Indonesia ini ada karena sejumlah kecil orang merevolusi mental dirinya, baru kemudian mengubah masyarakat. Orang ini menyimpang dari pola umum. Hal ini disampaikan sejarawan Anhar Gonggong saat berbicara dalam seminar kebangsaan di Unika Atmajaya Jakarta, 29/4.

Dalam seminar yang diadakan Forum Masyarakat Katolik Indonesia Keuskupan Agung Jakarta (FMKI KAJ) ini, Anhar menyesalkan, ada orang yang tampil sebagai pemimpin, justru lebih besar ego pribadi ketimbang ego sebagai pemimpin. Para pemimpin pada masa kemerdekaan tak memilih bekerja untuk Belanda. Mereka berprinsip, sebelum melakukan sesuatu untuk orang lain, terlebih dulu mengubah diri sendiri. “Soekarno adalah insinyur, sedangkan Hatta adalah doktorandus ekonomi. Kalau mereka mau bekerja kepada pemerintah Belanda maka selesai.”

Pembicara lain, Savic Ali mengungkapkan, dewasa ini banyak orang mendefinisikan dirinya berdasarkan apa yang mereka benci. “Di media sosial yang terekspresikan dari seseorang adalah apa yang dia benci, ketimbang apa yang dia suka,” tandas tokoh muda Nahdlatul Ulama ini.

Sementara itu, wartawan Kompas Trias Kuncahyono mengungkapkan, kebhinnekaan yang menjadi identitas Indonesia sebenarnya indah, dan merupakan mukjizat Tuhan. Keanekaragaman budaya dan kekayaan alam yang melimpah bagi negeri seharusnya disyukuri. “Tak mungkin Indonesia ini ada tanpa menerima fakta kemajemukan,” kata Trias.

Usai seminar, FMKI KAJ menggelar sidang majelis untuk memilih Ketua FMKI 2017-2020. Terpilihlah Yulius Setiarto. Pria kelahiran Wonogiri, 16 Juli 1978 ini meraih gelar sarjana hukum di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan magister hukum di Universitas Pelita Harapan Jakarta. Ia tercatat sebagai advokat di SNP Law Firm (Partner).

Antonius E. Sugiyanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini