HIDUPKATOLIK.com – SAMPAI detik ini aku masih gamang, dan belum sepenuhnya memahami kehendakMu, yang tiba-tiba memanggil saudaraku, Rm Ardi.
Sore tadi seperti biasa para Novis, Magister, plus Romo Provinsial dan beberap Romo tersiaris main bola. Sementara Romo Ardi jogging dengan dua novis mengitari kebun sekitar lapangan sepakbola. Jam 17, saya ke lapangan melihat sejenak mereka sedang asyik bermain bola dengan gembira. Lalu saya pulang ke kamar dan melewati Taman Ratu Damai, di Makam Girisonta. Route ini jarang aku lalui.
Tiba-tiba aku dikejutkan pemandangan aneh, terlihat samar-samar seseorang tertelungkup di depan Patung Bunda Maria, karena aku tidak pakai kacamata. Aku segera ambil kacamata dan balik ke Taman tersebut dengan mengajak Rm Andre Yuniko, salah satu tersiaris, untuk mengecek. Sempat berpikir semoga orang yang tertelungkup hanya halusinasiku.
Ternyata aku tidak sedang berhalusinasi, begitu mendekat Rm Andre teriak: “Itu Ardi.†Bagaikan halilintar atau tsunami menyergap hati dan budiku. Gelap gulita dan terkejut, diam terpekur sambil berdesis: “Tuhan mengapa ini? Aku tidak paham.†Kemarin masih bermain basket ringan dengan Romo Niko, Romo Ismael Jose (Pilipino) dan saya.
Rm Andre masuk kembali memanggil teman-teman, Niko dan Jose, termasuk Romo Provinsial dan perawat Emaus, Mbak Anggra. Dicek tensi sudah tidak terdeteksi. “He has gone,†teriakku. Kami semua shock berat, dan memapah jenazahnya ke mobil dan dibawa ke Rumah Sakit Ken Saras, 2 km dari Girisonta. Dokter juga menyatakan bahwa Rm Ardi telah meninggal.
Hanya air mata yang masih tersisa, kami semua terdiam terpekur sejak kami menemukan jenazahnya, juga sampai sekarang. Detik detik berlalu dalam kebisuan mendalam. Kenapa begitu cepat? Sulit memahaminya. Tadi makan siang bersama seluruh komunitas Girisonta dalam rangka menutup kunjungan Pater Provinsial masih ceria. Tidak ada firasat, tidak ada angin, hujan, halilintar, tiba-tiba tsunami menerjang kalbu kami: keluarganya, ibu, kakak dan adiknya. Kami sekomunitas Girisonta, keluarga besar SJ Provinsi Indonesia dan handai tolannya yang bertebaran di mana-mana.
Tahun 1998, beliau diantar keluarganya memasuki Novisiat SJ di Girisonta, dan saya sebagai Magister waktu itu yang menerimanya. Januari akhir lalu, dia memasuki Tahun Ketiga Novisiat (Tersiat) untuk pembinaan akhir sebagai Jesuit, dan lagi-lagi saya yang menerima dia, dan tadi, aku pula yang menemukan dia tertelungkup di depan Bunda Maria. Absurd!
Di tengah kebisuan dan kesedihan mendalam ini, perkenankanlah aku mengutip salah satu lagu kesayangan Romo Ardi, tentu dengan petikan gitarnya yang menggetarkan: “Take Lord, receive all my liberty, my memory, understanding, my entire will…Your love and your Grace are enough for me”.
Lirik inilah yang menemaniku dalam kegamangan ini. Selamat Jalan Rm Ardi terkasih. Penyertaanmu sungguh kami butuhkan.
- Priyo PoedjionoSJ (Pendamping Tertisat)