Tujuh Dasawarsa Karya Suster Kesehatan

894
Para suster BKK bersama para Sahabat BKK.
[HIDUP/Christophorus Marimin]

HIDUPKATOLIK.com - Anggota Kongregasi BKK Indonesia hanya 17 orang. Meski demikian mereka semangat melayani masyarakat Indonesia di bidang kesehatan. Semoga ada orang muda yang mau bergabung.

NOVISIAT Kongregasi Medical Mission Sister/Biarawati Karya Kesehatan (MMS/BKK) terletak di Kalicari, Semarang, Jawa Tengah. Sehari-hari, ada tiga suster yang bertugas di tempat pembinaan calon anggota BKK ini. Minggu, 13/3, novisiat ini didatangi puluhan orang. Mereka adalah Suster-suster BKK, Sahabat BKK, dan tamu undangan. Di novisiat ini berlangsung perayaan ulang tahun ke-70 karya Suster BKK di Indonesia.

Ketua Sahabat BKK, Andi Satria Go dan istrinya Nancy Octavia menjelaskan, perayaan tujuh dasawarsa ini sengaja diadakan di novisiat BKK, karena banyak dari undangan yang belum tahu kalau novisiat BKK ada di Semarang. “Ada yang belum tahu kalau di samping rumah mereka ada novisiat BKK,” kata Andi.

Menurut Andi, undangan yang hadir juga terbagi dalam dua tipe, yakni undangan yang berasal dari database yang dimiliki para Suster BKK dan undangan yang berasal dari kenalan para Sahabat BKK. Perayaan ini sekaligus jadi kesempatan mengenalkan karya-karya BKK kepada para undangan yang belum mengenal bentuk-bentuk karya kerasulan para Suster BKK.

Perayaan ulang tahun dirangkai dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin Kepala Paroki St Petrus Sambiroto, Semarang, Romo F.X. Agus Suryana Gunadi. Dalam khotbah, Romo Gunadi mengungkapkan bahwa Sahabat BKK merupakan wujud nyata perpanjangan tangan Tuhan bagi karya para Suster BKK. “Sahabat BKK seperti Abraham baru yang turut mengambil peran dalam karya BKK,” kata Romo Gunadi.

Sahabat BKK
Saat ini, kepengurusan Sahabat BKK di Semarang ada 12 orang, di mana 80 persennya aktif berkomunikasi dengan para Suster BKK. Mereka datang dari latar belakang yang berbeda-beda: ada pengusaha, pekerja, dan bahkan pensiunan. Para sahabat ini berusaha menopang karya para Suster BKK lewat bantuan dana dan dukungan moril.

Kata Andi, Sahabat BKK memiliki satu rekening khusus atas nama para Suster BKK. Rekening ini menjadi muara bantuan para anggota Sahabat BKK. Inilah salah satu dukungan konkret kepada kongregasi BKK Indonesia yang dimulai di Semarang. Meski belum berjalan efektif, Andi tetap optimis bahwa yang sudah dimulai di Semarang dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain. “Kami berharap agar nanti muncul Sahabat BKK di setiap daerah karya para suster,” ujar Andi.

Sistem kerja Sahabat BKK dan para suster adalah saling sinergi. Secara bersama-sama, mereka menyusun gerakan konkret, yakni mencari calon biarawati BKK, mencari sahabat, dan donatur untuk membantu karya pelayanan para suster. Menurut Andi, mencari donatur juga merupakan salah satu agenda Sahabat BKK.

Sementara terkait promosi panggilan, para sahabat membantu dengan cara membagikan sedikitnya 3000 lebih selebaran yang berisi syarat menjadi anggota BKK. Selain itu, mereka juga kerapkali mengisi acara aksi panggilan di berbagai tempat. Andi merasa prihatin melihat keanggotaan BKK Indonesia. Meski sudah berkarya selama 70 tahun di Indonesia, saat ini anggotanya baru 17 suster. “Aksi panggilan menjadi salah satu prioritas kami. Kami menjadikan yang pertama dan utama, yang lain menyusul,” kata Andi.

Provinsial BKK Indonesia Sr Agustina Sonda Mase BKK mengatakan, Sahabat BKK merupakan perpanjangan tangan Tuhan. “Mereka seperti Abraham-abraham zaman sekarang yang mau membagikan waktu untuk melayani dan terlibat dalam menyebarkan pelayanan,“ kata Sr Agustin.

Sahabat BKK dan undangan berdatangan untuk merayakan 70 tahun karya Suster BKK di Indonesia.[HIDUP/Christophorus Marimin]
Sahabat BKK dan undangan berdatangan untuk merayakan 70 tahun karya Suster BKK di Indonesia.
[HIDUP/Christophorus Marimin]
Merefleksikan perayaan 70 tahun karya BKK di Indonesia, Sr Agustin mengatakan bahwa perjalanan 70 tahun BKK di Indonesia merupakan suatu panggilan yang terus-menerus terhadap suatu perubahan. Perubahan ini bukan hanya terjadi di masyarakat yang dilayani, tetapi BKK juga ikut berubah. “Usia para suster semakin bertambah tua sehingga pelayanan yang kami berikan juga disesuaikan dengan kemampuan para suster. Usia para suster kebanyakan di atas 60 tahun, sehingga mereka tak bisa lagi leluasa melayani,” kata Sr Agustin.

Karena itu, Sr Agustin berharap, agar ke depan muncul generasi muda BKK yang baru. Tiap kali berjumpa dengan orang-orang muda, Sr Agustin selalu mengenalkan spiritualitas Kongregasi BKK kepada mereka.

BKK Indonesia
Kehadiran BKK di Indonesia tak lepas dari Vikaris Apostolik Batavia Mgr Pieter Jan Willekens SJ. Ia yang menghubungi Kongregasi BKK di Belanda dan mengundang para suster untuk membantu karya kesehatan di Indonesia. Mgr Willekens bercita-cita mendirikan sekolah bidan di Indonesia bagian timur.

Atas undangan tersebut, Sr Eleonore Lippits, pimpinan BKK Belanda mengirim lima Suster BKK Belanda ke Indonesia, yang juga merupakan utusan dari Dinas Kesehatan Masyarakat Belanda untuk membantu Departemen Kesehatan Indonesia. Pada 10 Maret 1947, para Suster BKK tiba di Jakarta. Kelima suster itu adalah Sr Anna Kersemakers, Sr Theresia van Ham, Sr Willibroard Meijer, Sr Thecla Ruiten, dan Sr Elisabeth Hemmelder.

Setelah beberapa bulan di Jakarta, pada 5 Juni 1947, para Suster BKK berangkat ke Makassar, Sulawesi Selatan, dan tinggal selama beberapa bulan bersama para Suster JMJ. Sepuluh hari kemudian, 15 Juni 1947, mereka mulai mendirikan Sekolah Bidan Pemerintah di Makassar dengan nama Melania yang kemudian hari diganti namanya menjadi “Klinik Bersalin Sitti Fatima”. Ini merupakan sekolah bidan pertama di Indonesia bagian timur.

Pada 11 November 1949, menyusul kelompok kedua dari Belanda untuk memulai pelayanan kesehatan di Solo, Jawa Tengah. Selama mempersiapkan tempat, para suster tinggal bersama para Suster OSF. Kemudian, para Suster BKK membuka rumah sakit di Solo dengan nama Rumah Sakit Brayat Minulya.

Inilah kisah mula kehadiran BKK di Indonesia dan masih terus melayani masyarakat Indonesia sampai sekarang. Saat ini anggota BKK Indonesia tersebar di empat komunitas, Komunitas BKK Solo ada enam suster, Komunitas Semarang ada tiga suster, Komunitas Jakarta ada lima suster, dan Komunitas Parepare, Sulawesi Selatan, ada tiga suster.

Christophorus Marimin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini