Renungan Minggu, 8 Januari 2017 : Berani Mengambil Risiko

673

HIDUPKATOLIK.com - Hari Raya Penampakan Tuhan: Yes 60:1-6; Mzm 72:1-2,7-8,10-11,12-13; Ef 3:2-3a,5-6; Mat 2:1-12

EPIFANI adalah Hari Raya Penampakan Tuhan. Kemuliaan Tuhan terbit atas seluruh bangsa. Dalam diri Yesus, seluruh kemuliaan Allah tampak di dunia. Dalam Injil Matius 12:1-12 gejala-gejala yang menyertai penampakan Tuhan adalah bintang di timur, ketakutan raja Herodes, Betlehem sebagai tempat kelahiran, penyembahan oleh para majus dari Timur.

“Bangkitlah, menjadi teranglah” (Yes 60:1) merupakan sapaan terhadap Yerusalem sebagai kota Tuhan. Sapaan itu tidak dibatasi waktu sebagaimana penampakan Tuhan dalam diri Yesus Kristus juga tidak dibatasi oleh hidup dan karya-Nya selama di dunia. Gereja tetap dan terus-menerus menghadirkan Yesus melalui pengudusan, pewartaan, dan kepemimpinan kristiani. Melalui tritugas Kristus, Gereja menyinarkan terang-Nya.

Orang-orang majus yang “telah melihat bintang-Nya di Timur” (Mat 2:2) dapat dibaca dengan terang Yesaya 60:3: “bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepadamu”. Mereka mencari keterangan mengenai Kristus melalui ilmu yang mereka kuasai. Mereka tidak merasa lelah sebelum mereka bertemu dengan Yesus. Mereka mempercayakan diri pada pimpinan bintang (ay. 2 dan 10). Mereka bersukacita ketika menemukan Yesus.

Kini, kita yang sudah menyaksikan dan mengalami sentuhan kasih Tuhan melalui hidup pribadi, keluarga, dan bangsa, apakah cenderung meminta Tuhan untuk datang menghampiri, menolong, dan membuat mukjizat bagi kita? Atau kita mencari Tuhan dengan segenap ilmu yang kita miliki, segenap akal budi, tenaga, dan pikiran?

Persembahan yang dihaturkan orang-orang majus menunjukkan pengakuan mereka bahwa Yesus adalah Raja. Persembahan mereka bukan berarti bahwa kelak Ia akan menjadi raja tetapi sudah terlahir sebagai raja. Yang pokok dalam persembahan adalah sujud menyembah (ay. 11), menyatakan kerendahan. Dalam sujud menyembah terdapat sikap merunduk, yakni menyatakan kerendahan dan ketidaklayakan terhadap yang disembah.

[nextpage title=”Renungan Minggu, 8 Januari 2017 : Berani Mengambil Risiko”]

penampakan-yesus-berjalan-di-atas-air

Penyembahan orang-orang majus bukan hanya memberikan sesuatu tetapi lebih-lebih mereka mendapatkan sesuatu, yakni diubah menjadi taat pada bimbingan Allah. “Pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain” (Mat 12:12). Mereka memilih jalan tunduk kepada pimpinan Allah. Ilmu orangorang majus tidak menghalangi mereka untuk menyembah dan dengan demikian rela diubah. Apakah ilmu dan pengetahuan kita membuat kita semakin merunduk seperti padi, semakin berisi semakin merunduk? Atau sebaliknya, semakin tahu dan berilmu banyak, semakin merasa menang sendiri, merasa selalu benar, tak mudah untuk rendah hati?

Orang-orang majus dari Timur berusaha untuk mencari tahu petunjuk dari Allah. Orang-orang majus bergerak dari tahu, mencari, dan bertindak. Tindakan mereka berpuncak pada penyembahan. Buahnya adalah perubahan. Mereka berani mengambil risiko meninggalkan kenyamanan.

Imam-imam kepala dan ahli Taurat mengetahui petunjuk dari Allah juga. Pengetahuan mereka tidak dilanjutkan dengan sikap dan tindakan sehingga tidak ada perubahan. Sama halnya dengan Herodes yang mengetahui petunjuk dari Allah. Herodes merasa dirinyalah yang paling berkuasa, paling tahu, dan paling benar sehingga berpuncak pada kepalsuan: “supaya aku pun datang menyembah Dia” (Mat 2:8). Buahnya adalah kehancuran: pembunuhan semua anak di Betlehem (bdk. Mat 2:16). Mereka tidak berani mengambil risiko.

Adalah Ezra, orang muda dari Sulawesi; berumur 27 tahun. Dia bekerja di Puncak Jaya, Papua. Ia adalah seorang guru, pengajar SEKAMI, Ketua OMK, mencari tambahan penghasilan dengan menarik ojek. Awal September 2016 ia ditembak mati. Tidak diketahui siapa pelakunya. Ia meninggalkan tanah kelahirannya untuk berkarya dan mewartakan kabar sukacita.

Maciek Szymon Cieslte adalah desain grafis World Youth Day (WYD), tinggal di Polandia. Ia berumur 26 tahun. Ia tinggalkan pekerjaan untuk menjadi relawan penuh WYD. Ia didiagnosa kanker, kaki diamputasi, namun tidak menyerah, tetap menjadi relawan. Ia ingin bertemu dengan Paus. Namun 2 Juli 2016, ia dipanggil Tuhan sebelum WYD berlangsung. Paus Fransiskus mengatakan, “Imannya tidak bisa diragukan lagi. Ia kini telah hidup di surga bersama Bapa.” Semoga kita berani mengambil risiko demi menampakkan kemuliaan Allah. Tuhan memberkati!

Mgr Pius Riana Prapdi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini