HIDUPKATOLIK.com – JAKARTA, Kamis, 10/11, Hari Pahlawan tahun 2016 ini mempunyai arti untuk refleksi kemerdekaan RI yang berusia 71 tahun. Ancaman perpecahan bangsa, dengan berbagai alasannya yang jelas di depan mata, menjadikan Hari Pahlawan 2016 sebagai Tahun Refleksi bagi seluruh bangsa untuk melihat kembali apakakah Indonesia bisa sampai pada kemerdekaan 70 tahun kedua.
Oleh karena itu diserukan kepada seluruh elemen bangsa untuk menghargai jasa pahlawan dengan cara menahan diri tidak melakukan segala aksi yang dapat menjurus ke perpecahan bangsa. NKRI sebagai bentuk final merupakan warisan dari para leluhur bangsa dan pendiri negara, yang karena kearifan masing-masing tokoh nasional pada waktu itu, mau mengesampingkan kepentingan kelompok atau pribadi dan mengutamakan kepentingan bangsa. Demikian ditegaskan oleh Ketua Umum Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (PP ISKA), Muliawan Margadana kepada media, Kamis, 10/11.
Diuraikan oleh Muliawan, dalam situasi ini, bangsa Indonesia menjadi saksi bahwa ucapan Presiden Soekarno benar adanya. Ada dua kutipan seruan Soekarno yang patut diingat kembali oleh bangsa Indonesia. Soekarno, demikian dikutip oleh Muliawan, mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.†Dan dalam HUT PROKLAMASI 1963, Soekarno menegaskan, “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.â€
Oleh Muliawan dijelaskan, bangsa Indonesia harus mengakui dan sekaligus menyadari bahwa pada saat ini negara dihadapkan pada ujian besar akan situasi politik dan keamanan yang tidak nyaman dan penuh ancaman terhadap persatuan Indonesia. Ancaman tersebut tidak hanya datang dari dalam negeri tapi juga dari berbagai pihak luar yang tentunya ingin mengambil keuntungan dari instabilitas bangsa Indonesia. Dalam situasi seperti ini, kearifan masing-masing tokoh dipertanyakan dan sekaligus dituntut untuk dapat mengayomi dengan menunjukkan perilaku ke-negarawanan-nya.
Bagi Muliawan, fenomena yang sekarang terjadi ini sebenarnya menjelaskan betapa bangsa Indonesia belumlah solid sebagai suatu bangsa dan negara. Masih saja ada banyak kepentingan untuk menggoyang keutuhan dan persatuan Indonesia sebagai suatu bangsa dengan berbagai alasannya. Ini juga menjelaskan bagaimana sejarah panjang kolonialisme Indonesia bisa terjadi di bumi nusantara.
[nextpage title=”Ketum PP ISKA Muliawan Margadana: Hindari Terulangnya Sejarah Buruk Bangsa”]
“Tanpa mengurangi rasa hormat, apa yang terjadi pada saat ini sebenarnya menjelaskan mengapa penjajahan banga asing di Indonesia bisa berlangsung lama. Kebersamaan sebagai satu bangsa dan perpecahan kepentingan, apapun alasannya, merupakan menjadi penyebab utama mengapa kita sulit menjadi bangsa yang besar, utuh dan negara yang satu,†tegas Muliawan.
Terkait dengan itu, ISKA melihat, persoalan utama bangsa Indonesia tidak hanya soal pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat namun juga adalah menerima kebhinekaan secara utuh. Kekeluargaan, persaudaraan, kebersamaan dan musyawarah mufakat adalah nilai-nilai yang harus dikedepankan.
Oleh Muliawan ditambahkan, dua sejarah kerajaan Indonesia telah menjelaskan konflik internal yang mengakibatkan rapuhnya dalam negeri yakni perebutan kekuasaan di Singosari yang saling membunuh, dan tidak berlanjutnya Dinasti Demak yang hanya bertahan beberapa tahun.
“Jika kita semua mau melihat sejarah bangsa pada jaman kerajaan, Singosari dan Demak, kita akan tahu bahwa intrik dalam pemerintahan dan saling menjatuhkan adalah pola yang harus dihindari. Berbagai pihak memahami bahwa Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia adalah modal utama untuk tumbuh dan menjadi besar, bukan Sumber Daya Alam ataupun yang lain. Bila Indonesia bersatu solid maka akan bertambah kuat dan menjadi besar dalam tataran global . Oleh karena itu, faktor utama tersebut akan selalu diganggu agar sulit diwujudkan dan pihak lainlah yang akan menikmatinya. Sebagai bangsa yang cerdas mari kita selesaikan masalah dengan cara damai dan hilangkan kelemahan kita sebagai bangsa yang terus menerus digoda dengan perpecahan, perbedaan, permusuhan . Energi nasional harus fokus agar cita-cita perjuangan sebagai bangsa yang termaktub dalam pembukaan UUD 45 tercapai. Keberagaman yang ada dalam diri para Pahlawan saat berjuang bersama, tidak pernah dipertanyakan dan justru dianggap sebagai anugerah. Inilah warisan sesungguhnya para Pahlawan yang perlu kita jaga dan terus pupuk bersama†tegas Muliawan Margadana.
AM Putut Prabantoro