HIDUPKATOLIK.com – Sekitar 1990, sekelompok siswa SMP Pangudi Luhur Tanjung, Ketapang, Kalimantan Barat, berkemah di Bukit Semangka, Desa Tanjung. Suatu malam, salah seorang guru bermimpi diberi kembang tujuh rupa dan batu berbentuk buah manggis.
Usai kegiatan berkemah, guru tersebut menceritakan mimpi nya kepada Pastor Ignasius Made, yang saat itu bertugas sebagai pastor Paroki Santa Maria Asumpta Tanjung, Keuskupan Ketapang. Cerita tersebut diartikan imam Keuskupan Ketapang ini sebagai pertanda, Tuhan berkehendak menjadikan Bukit Semangka sebagai tempat ziarah.
Beberapa bulan kemudian, Romo Made mulai merancang sebuah tempat ziarah yang letaknya tepat di atas puncak Bukit Semangka. Pembangunan tempat ziarah pun dimulai. Setelah selesai pembangunan, tempat ziarah tersebut diberi nama Gua Maria Bukit Sion Tanjung.
Gua Maria ini terkesan sejuk karena keberadaan pohon khas daerah setempat seperti pohon leban, benaga, punuk, dan beringin serta beragam jenis bambu dan anggrek hutan yang masih terawat dengan baik. Menurut legenda, di bukit ini terdapat telaga tempat tujuh bidadari mandi. Tanah di sekeliling telaga ditumbuhi pohon-pohon berukuran raksasa.
Di sekeliling gua, sejauh mata memandang, terhampar luas perkebunan karet, bukit-bukit kecil yang berwarna kebiru an dan pedahasan, sebutan untuk kampung buah di komunitas Dayak Jalai. Pastor Paroki Santa Maria Asumpta Tanjung, G.M. Pamungkas Winarta, mengungkapkan, “Lokasi Gua Maria Bukit Sion belum pernah terbakar, karena dikelilingi kebun karet dan buah-buahan.â€
Di depan gua, ada bukit kecil yang seolah menghadang dan melindungi gua. “Nama bukit kecil itu adalah Bukit Penangkapan. Bukit ini banyak dahas-nya (buahnya) sehingga dianggap sebagai salah satu pelindung gua Maria dari kebakaran,†tutur Romo Pamungkas.
Pembenahan
Warga paroki dan masyarakat sekitar menamai tempat ziarah Gua Maria Bukit Sion Tanjung dengan beberapa sebutan. Ada yang menamai tempat ini sebagai Gua Maria Bukit Semangka, karena letaknya yang berada di Bukit Semangka. Ada juga yang menamainya sebagai Gua Maria Asumpta, karena tempat ini menjadi milik Paroki Santa Maria Asumpta…
[nextpage title=”Gua Maria Bukit Sion Tanjung: Berawal dari Mimpi”]
Seiring berjalannya waktu, berbagai pembenahan dan penambahan fasilitas di tempat ini terus dilakukan. Kini, Gua Maria Bukit Sion dilengkapi 50 tangga berbahan belian, 16 anak tangga terbuat dari beton, meja altar di belakang gua, patung Yesus, dan tiga salib terbuat dari bebatuan.
Jalan menanjak menuju gua selebar satu meter dengan jarak 1.500 meter dari Kampung Tanjung telah dicor semen. Sementara posisi gambar-gambar penyaliban Yesus mengelilingi gua Maria. Lalu, agar para peziarah nyaman beristirahat di tempat ini, dibangunlah sebuah gubuk kecil dari kayu belian.
Untuk keamanan, tepat di hadapan patung Bunda Maria dibangun pagar pembatas terbuat dari besi dan cor semen. Menurut Romo Pamungkas, perawatan Gua Maria Bukit Sion ini melibatkan kelompok-kelompok umat yang ada di daerah sekitar Paroki Santa Maria Asumpta.
“Seluruh warga diberdayakan mulai dari tingkat lingkungan, dewan paroki, termasuk juga Orang Muda Katolik (OMK). Ada sekitar enam lingkungan di paroki ini,†ujarnya.
Pesona Gua Maria Bukit Sion telah menarik minat banyak umat untuk mengunjunginya. Menurut Romo Pamungkas, Gua Maria Bukit Sion ini selalu ramai dikunjungi ketika Bulan Maria dan Bulan Rosario. Juga saat Paskah, Natal, dan Tahun Baru.
Menurutnya, tempat ini juga selalu ramai dikunjungi anak-anak muda dari sekitar Paroki Tanjung. “Mereka datang dari Kecamatan Marau, Air Upas, Tumbang Titi, Nanga Tayap, Sandai, dan ada juga kunjungan tamu dari Ketapang.â€
Pada Agustus 2009, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia waktu itu, Mgr Leopoldo Girelli, berkunjung ke tempat ini, bersama beberapa orang, antara lain Uskup Ketapang waktu itu Mgr Blasius Pujaraharja, Asisten I Pemprov
Kalimantan Barat Ignasius Liong, dan Bupati Ketapang Hendrikus.
Mgr Leopoldo memimpin Ekaristi sekaligus memberkati patung Bunda Maria. Lebih dari 3.000 orang hadir dalam peristiwa ini. Sebelum diberkati, patung Bunda Maria diarak dari pastoran hingga tempat ziarah. Perayaan Ekaristi dalam nuansa Dayak diadakan untuk menyambut Bunda Maria.
Ke depan, menurut Romo Pamungkas, akan dibangun sumur dan diadakan proyek penanaman pohon agar Gua Maria Bukit Sion tetap mampu memberi kesejukan. Romo Pamungkas menjelaskan, “Lokasi Gua Maria ini merupakan sumber air. Kami akan mengelola sumber air itu, lalu menanami lokasinya dengan pohon-pohon.â€
Andika Pasti
Sumber Tulisan: Majalah HIDUP Edisi 1 Tahun 2016, Terbit pada Minggu: 6 Januari 2013