MORAL GEREJA DALAM TEKNOLOGI MEDIS

471
Romo Kusmaryanto memaparkan materi dalam Seminar Medik dan Etika Biomedik.
[HIDUP/Maria Pertiwi]

HIDUPKATOLIK.comTeknologi medis terus berkembang dan berkontribusi dalam prokreasi kehidupan manusia. Gereja tak menutup mata sambil menegaskan prokreasi adalah anugerah Allah.

SEJAK ada badan manusia, di situ ada jiwa. Sejak ada zygot yang adalah badan manusia, di situ ada kehidupan. Orang yang hidup berhak hidup, karena dia sudah hidup dan memiliki hidup. Hal ini ditegaskan Romo C.B. Kusmaryanto SCJ dalam Seminar Medik dan Etika Biomedik di aula Ignasius Loyola, Gedung Yohanes, Gereja St Yohanes Penginjil Blok B, Jakarta Selatan, Sabtu, 16/7.

Dalam seminar yang digagas Komunitas Medik Katolik Indonesia Keuskupan Agung Jakarta (KMKI KAJ) bersama Komisi Kesehatan KAJ tersebut, Romo Kusmaryanto menjelaskan ajaran moral Gereja Katolik terkait teknologi modern pada masa awal kehidupan manusia. Sekitar 200 peserta yang terdiri dari dokter, tenaga medis dan umat ikut menyimak seminar bertajuk “Respecting the Unborn: Challenges of Catholic Doctors in Modern Technological Era”.

Mengenai Assisted Procreative Technologies (APT) atau teknologi yang membantu prokreasi, Romo Kusmaryanto mengatakan, anak adalah hasil creation bukan hasil produksi. Anak adalah buah kasih orangtua yang bekerjasama dengan Allah dalam melanjutkan karya penciptaan. “Kalau ada teknologi atau obat atau apapun yang bersifat membantu hubungan seks suami istri, dan hubungan seks tetap terjadi, itu boleh. Namun bila hubungan seks suami istri diganti dengan teknologi, tidak boleh, karena bertentangan dengan perintah menjadi satu daging.” Sementara terkait spare embrio yang disimpan atau dibekukan, kata Romo Kusmaryanto, Gereja mengusulkan prenatal adoption daripada embrio ini dibuang. Ini pilihan minus malum atau yang terbaik dari yang terburuk. Embrio tak boleh dibuang atau dipakai sebagai bahan percobaan. Ia harus diperlakukan sebagaimana manusia.

Ketua Komisi Kesehatan KAJ Dokter Angela Abidin menandaskan, tema seminar dipilih karena semangat Kristus mesti menyertai setiap pelayanan sebagai dokter dan tenaga medis. Para pekerja kesehatan ini diharapkan tetap menjadi pribadi yang murah hati, sabar, berbelas kasih dan berbela rasa. “Profesi ini sangat dekat dengan martabat kehidupan. Meski banyak teknologi yang memudahkan dalam melayani pasien, tetapi ada hal-hal tertentu yang bersinggungan dengan martabat kehidupan yang tidak boleh dilupakan. Etika biomedik sangat diperlukan agar semakin menghargai kehidupan,” tuturnya.

Ketua KMKI KAJ Dokter Tonita Petrus Pati mengatakan, kerjasama KMKI KAJ dan Komisi Kesehatan KAJ dapat terus terjalin, terutama membuat aneka kegiatan yang bermanfaat bagi dokter, tenaga medis, dan umat.

Maria Pertiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini