Nafsiah Mboi: Aborsi Tetap Dilarang!

216
dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi.
[NN/Dok.HIDUP]

HIDUPKATOLIK.com – Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi telah diteken. Pasalpasal yang mengatur tentang aborsi diperdebatkan banyak kalangan. Belum lama ini, Menteri Kesehatan dr. Andi Nafsiah Walinono Mboi memberikan penjelasan serta tindak lanjut yang akan diambil Kementerian Kesehatan terkait PP ini.

Secara prinsip, Nafsiah mengatakan, bahwa aborsi tetap dilarang! Menurutnya, dalam ajaran agama apapun, pembunuhan itu dilarang. Pun dalam ajaran Gereja Katolik. Kehidupan ada sejak terjadi pembuahan, maka, tindakan aborsi tidak dimungkinkan.

Nafsiah menegaskan, pandangan yang berkembang di masyarakat bahwa PP No. 61/2014 ini melegalkan aborsi adalah keliru. PP ini memungkinkan tindak an aborsi hanya untuk dua kondisi yakni kedaruratan medis dan kehamilan karena kasus pemerkosaan. “Reproduksi adalah tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Tidak hanya dibebankan ke pada perempuan. Bagaimana jika kehamilan itu dialami perempuan yang berumur belasan tahun? Apakah dia akan sanggup menafkahi calon bayi, tegar dalam menghadapi tekanan sosial, dan mengatasi rasa trauma karena kasus itu?” ujar Nafsiah.

Lalu, siapa yang bisa memastikan bahwa janin itu mengancam hidup sang ibu dan kehamilan terjadi karena kasus perkosaan? Nafsiah mengatakan, Kementertian Kesehatan akan menerbitkan Peraturan Menteri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Peraturan itu akan mengatur tentang pelayanan kesehatan reproduksi, mulai sebelum kehamilan, selama hamil, dan setelah hamil.

Peraturan itu, lanjut Nafsiah, juga akan memuat tentang dua tim yang bertugas menentukan boleh-tidaknya tindakan aborsi. Untuk kasus kedaruratan medik ada tim yang bernama Tim Kelayakan. Tim ini terdiri dari tenaga kesehatan yang bertugas memastikan bahwa janin itu akan mengancam kelangsungan hidup sang ibu.

Sementara, terhadap kasus pemerkosaan akan ada Tim Terpadu. Tim ini terdiri dari tenaga kesehatan dan polisi. Merekah yang akan memastikan bahwa kehamilan itu terjadi karena kejahatan seksual. Mereka bertugas membimbing si korban dari sejak terjadi kasus hingga pengambilan keputusan mengenai kelanjutan kehamilan itu. “Karena itu, bagi perempuan yang mengalami kasus pemerkosaan haruslah segera melapor ke polisi,” tandas Nafsiah. Peraturan Menteri ini diharapkan akan selesai sebelum pemerintah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono berakhir.

Stefanus P. Elu

HIDUP No.41, 28 September 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini