Mgr Agustinus Agus: Dipersatukan demi Kerajaan Allah

517
Mgr Agustinus Agus
[Dok. HIDUP]

HIDUPKATOLIK.com – Akhir Agustus ini, Mgr Agustinus Agus memulai penggembalaan di Keuskupan Agung Pontianak. Peran umat awam akan menjadi prioritas utama dalam reksa pastoral yang dibingkai dalam semangat persaudaraan dan kesatuan berkarya demi Kerajaan Allah.

Gereja adalah “kita semua, baik awam maupun kaum berjubah, biarawan, dan biarawati.” Maka, tugas hirarki adalah mempersiapkan kaum awam agar mampu menjalankan panggilannya di medan karya di tengah masyarakat. Demikian ditegaskan Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus melalui surat elektronik yang dikirim pada Rabu, 20/8. Mengawali masa penggembalaan di Keuskupan Agung Pontianak, Mgr Agus juga mengajak seluruh umat, biarawan, dan biarawati terus berkarya mewartakan kabar sukacita dalam semangat persaudaraan dan kesatuan demi mewujudnya Kerajaan Allah di Bumi Khatulistiwa.

Selain itu, Uskup kelahiran Lintang, Sanggau, Kalimantan Barat, 22 November 1949 ini berharap agar kehadiran Gereja bisa dirasakan oleh berbagai elemen masyarakat. “Siapa pun dia, terutama yang miskin dan terlantar, serta yang mengalami duka dan kecemasan pada abad ini. Tak terkecuali mereka yang menderita akibat kerusakan lingkungan hidup.” Berikut petikan wawancara dengan Mgr Agus:

Reksa pastoral seperti apa yang hendak menjadi prioritas dalam penggembalaan Mgr Agus di Pontianak?

Bagi saya pribadi, yang harus di kedepan kan adalah pastoral yang mengutamakan peranan kaum awam. Gereja adalah “kita semua, baik awam maupun kaum berjubah, biarawan, dan biarawati.” Oleh karena itu, salah satu tugas hirarki yang mutlak harus dilaksanakan adalah bagaimana mempersiapkan kaum awam agar mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan perannya dalam masyarakat serta mengembangkan kemampuan kaum awam, baik yang berdasarkan bawaan maupun yang diperolehnya. Pemberdayaan Dewan Pastoral Paroki (DPP) merupakan salah satu bentuk dalam usaha pemberdayaan kaum awam.

Menurut Mgr Agus, apa tantangan utama pastoral di Keuskupan Agung Pontianak? Dan, bagaimana mengatasi tantangan tersebut?

Dalam pengakuan iman kita dimulai dengan “Aku percaya akan Allah, pencipta langit dan bumi….”. Pengakuan iman ini diakhiri dengan “… kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Amin.”

Nah, saat ini, akibat kemajuan dalam bidang teknologi dan ekonomi, terjadi beragam krisis di segala bidang. Krisis ini membuat ada kecenderungan orang “lupa akan Allah, sang Pencipta, dan lupa bahwa ada kebangkitan badan dan hidup kekal!” Dalam kehidupan Gereja, ungkapan iman ini telah menjadi sesuatu formalitas belaka dan tidak mempengaruhi tingkah atau pola hidup sehari-hari. Inilah krisis terbesar dan sekaligus menjadi tantangan utama pastoral Gereja, dan terutama pastoral di Keuskupan Agung Pontianak.

Untuk mengatasi tantangan ini tak ada jalan lain selain terus-menerus tanpa kenal lelah mewartakan kabar sukacita bahwa Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia dan sekaligus mengajak dan mengarahkan para pengikut-Nya kepada pertobatan. Tentu dengan cara-cara yang bisa diterima umat. Dalam hal ini, peranan katekese menjadi sangat penting!

Potensi-potensi apa yang mungkin dikembangkan pada masa mendatang?

Kehadiran beraneka ragam tarekat, baik tarekat imam maupun tarekat suster ataupun bruder di Keuskupan Agung Pontianak merupakan kekuatan dan modal dasar yang harus diberdayakan secara maksimal dalam semangat persatuan dan persaudaraan untuk berkerja “demi Kerajaan Allah”! Kemajuan di bidang teknologi dan ekonomi, kemajuan di bidang kualitas manusia, dan semangat untuk ingin maju selain merupakan tantangan, tetapi sekaligus menjadi kekuatan Gereja Keuskupan Agung Pontianak.

Di Keuskupan Agung Pontianak ada banyak tarekat imam, suster, dan bruder. Bagaimana upaya untuk menyatukan segala potensi dari masing-masing tarekat ini?

Seperti yang sudah saya katakan, semua dipanggil untuk bekerja di “ladang Tuhan” yang sama dan demi mengembangkan Kerajaan Allah di Keuskupan Agung Pontia nak. Inilah yang seharusnya mempersatukan dan terus menerus menjadi bahan renungan.

Tentu bagi saya, sebagai seorang uskup, tantangannya adalah, “Mampukah saya menjadi gembala dan bapak yang baik bagi pekerja-pekerja kebun anggur itu?!”

Terhadap kerusakan lingkungan yang banyak dilakukan perusahaan tambang dan kelapa sawit, apa yang akan dibuat Gereja Keuskupan Agung Pontianak?

Saya melihat sudah banyak yang di lakukan oleh Keuskupan Agung Pontianak dalam menghadapi masalah ini, seperti melalui Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) serta Komisi Keadilan, Perdamaian, Pastoral, Migran dan Perantau (KKP-PMP) Keuskupan Agung Pontianak. Dalam mengahdapi persoalan ini, saya kutipkan Ensiklik Gaudium et Spes (Kegembiraan dan Harapan) artikel 1, yang mengatakan, “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama yang miskin dan terlantar adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus pula!” Saya kira pesan ini masih sangat berbicara dalam situasi dewasa ini.

Kehadiran Gereja harus juga dirasakan berbagai kelompok dalam masyarakat, siapa pun dia “yang miskin dan terlantar” serta yang mengalami “duka dan kecemasan” pada abad ini. Tak terkecuali yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan hidup mereka.

Dalam kehidupan sosial politik di Kalimantan Barat, apa yang hendak dibuat Gereja?

Bagi saya, Gereja harus semakin berani “tampil sebagai seorang nabi!” yang bisa mengarahkan, memberi tuntunan dan petunjuk, mengingatkan dan apabila perlu memberikan teguran, agar peran politik benar-benar bisa membawa “kesejahteraan bagi orang banyak”. Suara kenabian Gereja akan sangat berperan, agar cita-cita untuk “adil dan makmur” bagi bangsa dan negara kita Indonesia tercinta ini menjadi kenyataan.

Y. Prayogo

HIDUP NO.35, 31 September 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini