Pastoral Terlibat Romo Mangun

1069

Jika diundang ke Jakarta, lanjut Sugeng, Romo Mangun selalu minta dibelikan tiket kereta api kelas bisnis. Ia tak mau memakai kelas eksekutif. “Bajunya juga itu-itu saja. Ada sebuah baju batik coklat yang sudah berganti warna menjadi kuning, karena sering dipakai ke mana-mana. Sandalnya juga sampai bolong di bagian tumit,” kisah Sugeng.

Tak membaptis
Bagi Sugeng, sosok Romo Mangun memang unik. Sebagai seorang imam, Romo Mangun lebih sering merayakan Ekaristi seorang diri. Ia kerap merayakan Ekaristi di sebuah kapel di Gumbung, wilayah Paroki St Theresia Salam, Magelang. Romo Mangun selalu mengatakan bahwa di tempat ini sebagai “Betlehem yang sesungguhnya”. Romo Mangun pernah berkarya di Paroki St Theresia Salam.

Jika sedang dalam perjalanan mengunjungi tempat-tempat yang ia layani, Romo Mangun sering merayakan Misa dengan peralatan seadanya. “Kadang bambu dijadikan piala. Hanya memakai kasula seadanya dan celana pendek,” cerita Sugeng.

Terkait pelayanan-pelayanan sakramental, Romo Mangun tak banyak melakukan. Sejauh Sugeng mengingat, sejak 1991 hingga 1998, Romo Mangun hanya satu kali melayani Sakramen Tobat, yakni kepada mahasiswa asal Timor Timur yang saat itu kuliah di Yogyakarta. Romo Mangun memberikan Sakramen Tobat sebelum mereka kembali ke Timor Timur untuk mengikuti Jajak Pendapat 1999 beberapa bulan kemudian. Selain itu, Romo Mangun juga sering melayani permintaan untuk menjadi pembimbing retret atau rekoleksi bagi para frater atau awam di Wisma Kuwera Mrican, Yogyakarta.

“Romo Mangun juga pernah memimpin Misa di Gereja Jetis ini bersama para donatur. Setelah itu, semua persembahan itu kami bawa ke Grigak. Juga untuk membiayai karyanya di Kedung Ombo,” beber Sugeng.

Dalam menjalankan karya, Romo Mangun tak pernah menarik-narik orang agar menjadi seorang Katolik. Ketika memulai karya di Grigak dan Kedung Ombo, muncul isu bahwa Romo Mangun ingin mengkatolikkan mereka. Tapi Romo Mangun membuktikan, selama berkarya di tempat itu, tak satu pun warga yang dibaptis.

Hal ini juga ia lakukan ketika berkarya di permukiman pinggiran Kali Code. Seorang warga Kali Code, Ariyanto, yang ditemui Jumat, 28/2, bercerita, selama merasul di Kali Code, Romo Mangun tak pernah mengajak warga masuk Katolik. “Malah ia yang mencarikan guru Ngaji untuk anak-anak di sini,” tutur Ariyanto.

Warga Kali Code yang lain, Slamet, menuturkan bahwa selama empat tahun Romo Mangun tak pernah merayakan Misa di situ. “Saat Natal, kami umat Kristen, kan sering mengadakan Natalan bersama. Romo Mangun hadir tapi tak mau memimpin ibadat. Dia lebih suka berada di antara anak-anak.”

Tegas dan peduli
Sikap lain dari Romo Mangun yang masih diingat oleh Slamet adalah sosok yang tegas dan disiplin. “Pernah suatu kali, teman saya disuruh menghabiskan makanan yang tersisa di warung dan Romo Mangun menungguinya,” tutur Slamet.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini