Stefanus Teguh Edi Pramono : Memelihara Takut

1721
Stefanus Teguh Edi Pramono
[HIDUP/Marchella A. Vieba]

HIDUPKATOLIK.com - SEBAGAI seorang jurnalis, Stefanus Teguh Edi Pramono harus siap ketika dirinya menerima tugas ke Suriah pada 2012 lalu. Ia mengaku kaget karena dirinya belum pernah ke sana dan tidak mempunyai gambaran sama sekali tentang negara yang tengah dilanda perang tersebut. “Pada saat itu saya berdoa, ‘Jika ini kehendakMu, saya akan berangkat. Jika ini bukan kehendakMu, jangan bikin saya berangkat’,” tutur pria yang akrab disapa Pram ini.

Meski tak mendapat restu dari orangtuanya, ia tetap berangkat ke Suriah. Ibunya hanya berpesan “Hati-hati, kembalilah dengan selamat.”

Rasa takut melanda ketika dirinya menjejakkan kaki di tanah Suriah. Sepanjang perjalanan di perbatasan Azaz menuju Alepo, ia memanjatkan doa Rosario. “Rasa takut itu harus dipelihara, agar tidak menyepelekan,” kata Pram.

Tiba di Suriah, ia menatap kondisi yang amat memprihatinkan. Anak-anak dan perempuan menjadi korban perang, dan tak memiliki masa depan. Meskipun seorang Katolik, Pram diperlakukan amat baik di Suriah yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Ada kisah unik yang ia alami di Suriah. Umat Paroki St Leo Agung Jatiwaringin, Keuskupan Agung Jakarta ini mengaku sempat ditawari menikah dengan perempuan asal Suriah.

Hasil liputan Pram selama di Suriah diganjar penghargaan AFP Kate Webb Prize. “Kebencian dan perang itu mahal harganya. Terlalu banyak konflik yang saya saksikan.”

Marchella A. Vieba

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini