Uskup Agats-Asmat Mgr. Aloysius Murwito, OFM: Roh Kudus Memberdayakan Para Murid

86
Mgr. Aloysius Murwito, OFM

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 19 Mei 2024 Hari Raya Pentakosta. Kis.2:1-11; Mzm.104:1ab, 24ac, 29bc, 30, 31,34; Gal.5:16-25; Yoh.15:26-27; 16:12-15

 PERISTIWA penyaliban Tuhan kita Yesus Kristus sungguh menggoncangkan hati para murid. Seorang Guru yang mereka cintai dan andalkan akhirnya ditangkap, diperkarakan, dijatuhi hukuman mati dan digantung pada kayu salib. Siapa gerangan tidak bersedih yang menimbulkan macam-macam kecamuk dalam hati.

Perasaan yang amat kuat pada diri para murid adalah takut. Mereka yang adalah pengikut-pengikutNya sadar sedang dicari dan ditangkap oleh orang-orang Yahudi. Ketakutan bahwa dirinya akan diperlakukan seperti gurunya mereka menyembunyikan diri. Tidak berani muncul dan menampakkan diri di depan umum. Mereka tinggal di rumah secara tertutup dan tidak berani keluar rumah.

Suasana seperti ini terjadi dalam kehidupan kita sebagai Masyarakat Indonesia. Tragedi dari apa yang disebut G-30 S atau Gerakan 30 September yang didalangi oleh sebuah partai politik membawa akibat banyak tokoh partai itu ditangkap,dipenjarakan, bahkan dibunuh. Para pengikut partai itu menjadi takut menyatakan siapa diri mereka karena takut ditangkap, dipenjarakan dan seterusnya. Banyak di antara mereka hidup dengan perasaan tidak tenang, sebab sewaktu-waktu bisa diciduk dan masuk dalam tahanan.

Dalam suasana seperti itu latar belakang dari bacaan pertama Sabda Tuhan yang ita dengar pada hari ini. Pada hari Pentakosta, semua murid Yesus berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba terdengarlah suara bergemuruh seperti angin ribut dan nampaklah lidah-lidah seperti nyala api hinggap di masing-masing bibir mereka. Mereka mulai berkata-kata dengan bahasa yang bukan bahasa mereka sendiri, yang membuat banyak orang dari pelbagai bangsa yang datang ke Yerusalem menjadi bingung dan heran. Bagaimana mungkin orang-orang Galilea ini tiba- tiba bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa mereka.

Apa yang sesungguhnya terjadi pada hari raya Pentakosta ini merupakan misteri. Lukas Sang Penulis Kisah Para Rasul menceritakan bahwa para murid yang sedang berkumpul menerima pncurahan Roh Kudus. Dengan tanda-tanda bunyi gemuruh angin ribut dan nampak lidah-lidah seperti nyala api yang menghinggap di bibir mereka; bersaksi tentang karya-karya besar penyelamatan Tuhan. Tanda-tanda ini disaksikan orang-orang pelbagai bangsa yang datang ke Yerusalem. Mereka heran dan bingung menyaksikan murid-murid Yesus yang adalah orang-orang Galilea ini berkata-kata dengan menggunakan bahasa meeka tentang perbuatan Allah.

Inilah sebuah pengalaman iman. Para murid yang sebelumnya takut di hadapan banyak orang sekarang berubah menjadi berani dan menyuarakan secara lantang tentang karya besar penyelamatan Tuhan bagi manusia. Orang-orang Galilea yang adalah orang biasa yang tidak mempunyai daya apa pun kini bisa berkomunikasi dengan orang lain tentang iman mereka. Sebuah peristiwa pengalaman iman yang merubah diri para murid menjadi menjadi saksi-saksi iman.

Roh Kudus itu sosok pribadi Ilahi yang tidak kelihatan wujudnya. Tidak bisa: dilihat seperti apa rupanya, tidak bisa kita raba dan kita pegang,, tetapi dapat kita rasakan daya ilahinya. Seperti angin ribut yang tidak nampat wujudnya seperti apa tetapi kita bisa saksikan dahsyatny kekuatan angin itu sehingga bisa menggoyangkan pohon besar bahkan menumbangkannya.

Inilah peristiwa Pentakosta: Roh Kudus turun atas para rasul. Oleh Roh Tuhan, daya Ilahi itu dicurahkan kepada para murid. Melalui pencurahan Roh itu mereka yang tadinya takut menyatakan diri di depan umum sekarang menjadi berani tampil di depan umum, memberi kesaksian tentang Kristus.

 Babak Baru

Peristiwa Pentakosta menandai babak baru dalam sejarah kemuridan Yesus. Disemangati oleh daya kekuatan Roh Allah mereka tidak takut lagi sebaliknya menjadi berani keluar dari dirinya sendiri dan dengan hati berkobar memberi kesaksian pengalaman mereka sebagai pengikut Yesus. Karya keselamatan Allah yang dikerjakan bagi manusia sejak awal penciptaan memuncak dalam Pribadi Yesus Kristus. Kristus itulah yang diwartakan kepada orang-orang lain. Sabda yang pernah diucapkan Yesus mengiang Kembali di telinga mereka: ‘ Pergilah ke seluruh dunia, beritakan Injil ke segala mahluk “ (Mark 16: 15 ).

Kita berterimakasih kepada Tuhan karena kita menerima daya Roh Kudus yang sama. Roh Kudus itu secara sakramen dicurahkan kepada kita melalui sakramen baptis yang kita terima. Teristiwa melalui sakramen krisma Roh Kudus memberdayakan kita untuk turut serta dalam GerejaNya memberi kesaksian iman kristiani kita kepada lingkungan hidup kita.

Maka tugas mewartakan Injil, kabar gembira tentang karya keselamatan yang dikerjakan oleh Allah dalam dan melalui Yesus Kristus, bukanlah tugas satu dua orang saja seperti mereka yang menerima tahbisan imam tetapi tugas setiap anggota GerejaNya (bdk I Petrus 2: 9 – 11).

Menjadi saksi Kristus itu bisa kita lakukan dengan pelbagai cara: dengan mewartakan langsung seperti seorang katekis yang sedang mengajar agama di depan anak-anak sekolah di ruang kelas, atau melalui khotbah seorang imam yang kita dengar dalam perayaan liturgi pada hari minggu, tetapi juga bisa dengan karya-karya yang kita lakukan, bahkan bila hal itu tidak mungkin, dalam relasi hubungan yang baik dengan saudara dan saudari yang tidak sekeyakinan dengan kita.

Mendengar kisah-kisah orang-orang yang memberikan kesaksian hidup injili atau pun mereka yang pergi ke daerah-daerah untu mewartakan Injil kita merasa kagum dan heran bagaimana mereka bisa melakukannya. Kita heran mendengar cerita seorang misionaris yang memasuki daerah yang masih begitu terisolir belum ada prasarana jalan yang memadai, tidak ada alat transportasi, misionaris ini dengan semangat masuk daerah itu dengan membawa bekal seadanya. Mereka harus berhari-hari berjalan, dan tinggal disebuah rumah penduduk yang baru dikenal, dan itu dilakukannya dengan semangat dan sukacita.

Seorang misionaris MSC, P. Zegward MSC, pada tahun 1952 harus mengarungi laut Arafuru dari Pantai Timika menuju Asmat dengan sebuah dayung perahu. Mereka memasuki daerah yang dikenal ganas itu dengan sejumlah katekis orang-orang suku Kamoro untuk ditempatkan di tengah orang Asmat yang dikenal ganas itu. Tetapi juga melalui hidup keseharian, kita bisa menemukan orang-orang yang melalui kesederhanaannya, yang tanpa mengeluh banyak bekerja keras menghidupi anak-anaknya sekalipun ia bertindak sebagai single parent. Seorang guru yang dengan senang hati tinggal di pedalaman yang tidak banyak fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya, dlsb. Orang-orang sedemikian kita yakini ddiresapi oleh Roh Kudus, daya-daya kekuatan Allah yang memampukan orang untuk melakukan sesuatu yang di mata banyak orang terlalu berat.

Semoga hati kita terbuka akan karya Roh Kudus yang memampukan kita menunaikan tugas perutusan sebagai saksi-saksi Kristus.

Sumber: Majalah HIDUP, Edis No. 20, Tahun Ke-78, Minggu, 19 Mei 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini