Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San: Berbelas Kasih dan Bijaksana

135
Mgr. Silvester San, Uskup Denpasar (Foto: Komsos Denpasar)

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 11 Februari 2024, Minggu Biasa VI, Im.13:1-2,45-46; Mzm. 32:1-2,5,11; 1Kor.10:31-11:1; Mrk.1:40-45.

KALAU kepada kita ditanyakan, penyakit apakah yang paling ditakuti manusia pada zaman ini, jawaban bisa berbeda-beda. Mungkin ada yang menyebut penyakit HIV/Aids dan kanker. Sampai sekarang belum ditemukan obat yang ampuh untuk menyembuhkannya. Pada zaman Yesus justru penyakit kusta sangat ditakuti sebagai penyakit menular yang sangat berbahaya.

Bila pernah menonton film “Ben Hur”, kita tentu ingat penderitaan dan kemalangan orang-orang yang berpenyakit kusta. Tubuh yang cantik dan ganteng, setelah dijangkiti kuman kusta, perlahan-lahan membusuk dan rusak; jari-jari tangan dan kakinya berangsur-angsur terlepas tanpa disadari, tubuh nampaknya seperti tengkorak yang berjalan dan akhirnya menjadi mayat.

Dalam masyarakat Yahudi orang yang berpenyakit kusta harus dikucilkan dari masyarakat. Orang tidak boleh bergaul dengannya, selain karena takut terjangkiti, juga karena ia dianggap najis, orang berdosa dan terkutuk oleh Allah. Jadi, selain penderitaan fisik yang hebat, tanpa harapan bisa sembuh, orang kusta juga amat menderita di dalam hati: ia merasa kesepian, dijauhi , dan menderita secara rohani karena merasa diri orang berdosa.

Dalam Injil, Yesus menyembuhkan orang kusta karena Ia berbelas kasih kepadanya. Ketika orang kusta mendekati Yesus dan minta tolong, orang itu sebenarnya sudah melanggar peraturan atau hukum Musa. Itulah yang dikatakan dalam Bacaan Pertama: seorang kusta tidak boleh mendekati orang sehat, melainkan dari jauh ia sudah harus berteriak ‘najis, najis’, agar orang sehat jangan bertemu dengan dia dan menjadi najis. Tetapi Yesus tidak mengusir orang yang melanggar hukum itu.

Ia justru mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang yang dianggap najis itu tanpa menghiraukan bahwa dengan demikian Ia sendiri menjadi najis atau berdosa menurut hukum Musa. Yesus menyembuhkan dan memulihkan keadaan orang kusta itu, sehingga tubuh orang itu menjadi sehat kembali dan dia diterima kembali ke dalam masyarakat. Yesus berbuat demikian karena Ia mengasihi dan berbelas kasih kepada si kusta itu.

Dalam peristiwa penyembuhan ini kita juga mengenal Yesus yang bijaksana. Yesus menyuruh dia melaksanakan segala sesuatu yang ditentukan oleh hukum Musa bagi orang yang sembuh dari penyakit kusta. Yesus bukan seorang yang anti hukum dan peraturan. Ia tahu bahwa setiap masyarakat membutuhkan hukum dan peraturan agar bisa hidup dengan baik. Yesus selalu menganggap manusia lebih penting daripada segala hukum dan peraturan.

Jikalau ada manusia dalam kesulitan besar yang membutuhkan bantuan dan pertolongan, Yesus tidak segan-segan melanggar hukum atau peraturan apapun. Karena Ia tahu, berbuat baik lebih penting dan lebih utama daripada hanya mengikuti segala hukum dan peraturan yang dibuat oleh manusia. Ia tahu bahwa yang menjadi kehendak Allah ialah kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Kalau orang membutuhkan bantuan dan pertolongan, maka kebutuhan mereka lebih penting daripada hukum dan peraturan, dan Yesus tidak segan-segan membantu mereka, sekalipun dengan melanggar hukum dan peraturan itu.

Sebagai pengikut Kristus apa yang dapat kita pelajari dari kisah Yesus menyembuhkan si kusta tersebut?

Pertama, kita harus meneladani Yesus dalam belas kasihNya. Kita harus mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Saya teringat akan kisah tentang dua orang Islam yang datang ke sebuah Rumah Sakit Katolik. Tubuh mereka penuh dengan luka, sehingga luar biasa baunya. Seorang suster perawat yang beragama Katolik merawat mereka setiap hari. Ia membersihkan luka-luka mereka dan setiap malam ia mengobrol dengan kedua orang sakit itu. Akhirnya keduanya sembuh. Sebelum meninggalkan Rumah Sakit, salah seorang dari mereka berkata kepada suster perawat itu: “Suster, di kampung kami, kami mendengar tentang agama Anda, tetapi di sini kami melihatnya.”

Kedua, kita harus meneladan Yesus dalam kebijaksanaan-Nya. Di satu pihak, kita harus menaati hukum dan peraturan yang ditetapkan, sebab hukum dan peraturan itu dibutuhkan agar kita bisa hidup dengan baik dalam kehidupan bersama. Tetapi di lain pihak kita harus sadar bahwa keselamatan dan kebahagiaan manusia lebih penting dan lebih utama daripada segala hukum dan peraturan yang ada.

 “Yesus tahu, berbuat baik lebih penting dan lebih utama daripada hanya mengikuti segala hukum dan peraturan yang dibuat oleh manusia.”

Majalah HIDUP, Edisi No.06, Tahun Ke-78, Minggu, 11 Februari 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini