Si Vis Pacem, Para Panem!

170

HIDUPKATOLIK.COM – ADAGIUM Si Vis Pacem, Para Bellum ini mungkin bukan sesuatu yang baru di daun telinga kita. Jika diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih, ‘jika engkau menghendaki perdamaian/kedamaian, siapkanlah perang.’ Pada Hari Pangan Sedunia (HPS) di Kevikepan Yogyakarta Barat, Keuskupan Agung Semarang, akhir Oktober 2023 lalu, adagium di atas ‘diformat’ menjadi: Si vis pacem, para panem. Artinya, jika engkau menginginkan perdamaian/kedamaian, sediakanlah roti.

Tema ini, menurut sumber majalah ini, erat kaitannya dengan persoalan ketersediaan pangan yang disebabkan oleh beberapa aspek, termasuk perubahan iklim, yang dapat memicu persoalan serius akan ketersediaan pangan baik secara nasional, regional, dan global lima puluh tahun ke depan. Ditengarai ada ancaman serius (darurat) pangan.

Maka, oleh penyelenggara HPS di Yogyakarta Barat,  umat/masyarakt didorong untuk sadar dampak perubahan iklim dan hal-hal lain yang menyertainya, segera berbenah dengan mencari dan menghidupi semangat alternatif, artinya mencari sumber pangan dari bahan lain di luar pangan yang selama ini menjadi makanan utama, yakni beras.

Ya, setiap tahun Gereja Katolik – bekerja sama dengan pelbagai kalangan terkait selalu merayakan HPS dengan tema-tema yang silih berganti sesuai dengan kondisi terkini atau diprediksi dari beberapa tahun sebelumnya. Kali ini, ancaman ketaktersediaan pangan, khususnya beras, menjadi perhatian serius. Salain pangan, ketersediaan air bersih menjadi agenda yang dibicarakan.

Pimpinan Gereja Katolik, Paus, pun telah mengingatkan hal ini dalam pelbagai kesempatan. Tak perlu menunggu lima puluh tahun ke depan, di pelbagai belahan dunia, ketersediaan pangan (kebutuhan dasar/pokok) menjadi persoalan besar. Karena itu, Paus mengingatkan umat Katolik di seluruh dunia agar jangan membuang-buang sisa makanan. Membuang sisa makanan sama saja dengan melanggar hak asasi banyak orang yang tidak memperoleh makanan yang semestinya.

Sekali lagi, jika menginginkan perdamaian, sediakanlah roti. Tersimpan pesan mendalam dari adagium baru ini. Jika roti adalah analogi dari beras/nasi/kebutuhan pokok lain sejenis seperti sagu dan ubi,  maka tak ada pilihan lain, perayaan HPS tak hanya berhenti pada kegiatan seremonial. Tiap tahun khususnya di bulan Okober, umat diarahkan kepada persoalan pangan. Ada kolekte khusus HPS.

Jika pada perayaan HPS kali ini ada keinginan luhur untuk melakukan revitalisasi pada perayaan dan pemaknaan HPS, perlu disambut dengan sukacita. HPS harus menjadi sebuah gerakan penyadaran dan aksi konkret di lapangan. Sebut saja misalnya, jika sagu disebut-sebut sebagai salah satu alternatif paling memungkikan dengan ketersediaan yang cukup besar di Indonesia, maka segala upaya konkret harus dilakukan agar jenis makanan ini tersedia pada waktunya. Tidak perlu menunggu puluhan tahun ke depan. Dalam beberapa tahun ke depan, harusnya gerakan kembali mengonsumsi sagu harus menjadi gerakan konkret di tengah masyarakat. Gereja Katolik harus menjadi pionir dalam upaya ini.

Majalah HIDUP, Edisi No.50, Tahun Ke-77, Minggu, 10 Desember 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini