Deklarasi dan Dialog Kebangsaan di Yogyakarta: Bersama Merawat Pilar-pilar Kebhinnekaan

233
Para pemuka agama yang hadir membaca deklarasi bersama yang menandai komitmen kecintaan pada Indonesia serta upaya merawat kebhinekaan yang ada. Pembacaan deklarasi dilakukan oleh tokoh dari agama Islam.

HIDUPKATOLIK.COM – Masih dalam suasana memperingati HUT ke-78 Kemerdekaan RI dan HUT ke-60 Gereja Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta, gereja ini terasa semarak. Berbagai kelompok masyarakat lintas agama, lintas komunitas, hadir di sana.

Untuk kedua kalinya diselenggarakan dialog kebangsaan. Tahun ini panitia menghadirkan tiga narasumber, Romo Kolonel Yos Maria Marcelinus Bintoro (Wakil Uskup untuk TNI-POLRI),  Al Makin (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta); dan Rachmad Pudji Susetyo (Kepala Badan Intelejen Daerah) DIY.

Para narasumber berbicara dalam tema “Bersama Merawat Pilar-pilar Kebhinekaan”. Hadir pula Vikep Kevikepan Yogyakarta Barat, Romo A.R. Yudono Suwondo, Wirawan Hario Yudo (staf ahli Wali Kota Yogyakarta), serta perwakilan tokoh agama-agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan aliran kepercayaan.

Sebelum dialog kebangsaan dimulai, para tokoh pemuka agama yang hadir bersama-sama membaca deklarasi bersama yang menandai komitmen kecintaan pada Indonesia serta upaya merawat kebhinekaan yang ada. Pembacaan deklarasi dilakukan oleh tokoh dari agama Islam.

Isi deklarasi

Dalam konferensi pers yang dilakukan sebelum acara, ketiga narasumber menyampaikan hal-hal pokok yang akan dibahas sebagai sumbangan pemikiran dalam dialog kebangsaan ini.

Romo Yos menyatakan, “Kekayaan kita adalah pluralitas keberagaman sebagai modal sosial yang luar biasa. Itu harus dirawat karena bisa menjadi sumber konflik. Kebersamaan dalam keberagamaan atau kesatuan dalam kebhinekaan harus dirajut. Kekayaan kita itu dari Sabang sampai Merauke, dari Rote sampai Miangas. Yogyakarta adalah barometernya. Maka Kabinda kemudian punya kiat untuk memperjuangkan agar Yogyakarta mampu menjadi barometer pusaran baik.”

“Keberagaman Indonesia sebagai negara besar yang beraneka ragam tetapi tetap Bersatu. Ini satu-satunya di dunia, karena ada orang yang terus berusaha memecah bangsa, sementara kita masih bertahan sebagai Indonesia yang bersatu. Ada banyak momentum yang digunakan. Ada kepentingan pemilu dan ada kepentingan lain. Sebagai Kabinda, saya mempunyai harapan jangan sampai pemilu memecah Indonesia. Mari songsong pemilu meski keberagaman ada banyak dan upayakan tetap menjunjung kesatuan bangsa. Jangan sampai upaya memecah-belah berhasil apalagi mengubah bentuk negara. Intinya, jangan sampai perbedaan membuat bangsa ini pecah,” Rachmad Pudji Susetyo.

Al Makin mengatakan, “Ini kesempatan kedua berbicara tentang kebhinekaan di tengah masyarakat yang amat beragam. Pilihan politik, pilihan iman serta tempat ibadah juga berbeda. Kita perlu mempererat hubungan orang-orang yang berbeda. Orang yang berkomitmen pada dialog antar iman dan kebhinekaan jumlahnya tidak banyak. Maka semua umat dari semua agama kepercayaan yang berpandangan sama harus mendukung. Jika kita saling support maka bangsa ini akan melaju terus mencapai kejayaan. Maka toleransi dan saling berkomunikasi seperti malam ini harus dilakukan terus-menerus. Komitmen UIN pada keberagaman selalu didukung oleh masyarakat yang mempunyai kepedulian. UIN akan terus berkomitmen untuk mendukung dan membantu upaya-upaya seperti itu. Kita jangan malu dan takut. Jika ada yang memengaruhi massa untuk pembenaran diri sendiri maka harus dihadapi. Selama ini kita yang menyebarkan toleransi dan dialog antariman dengan keluasan pandangan kadang malu dan hati-hati sekali hingga tak terdengar kiprahnya. Maka harus kita dukung dengan cara kita masing-masing.”

Dalam paparan materi ketiga narasumber menguraikan pandangan masing-masing untuk berkontribusi merawat kebhinekaan.

Suasana dalam dialog dan deklarasi kebangsaan.

Romo Yos mengemukakan, Gereja Katolik mempunyai cara menunjukkan cinta pada tanah air dan bangsa. Dalam Ekaristi ada prefasi untuk tanah air. Lalu ada contoh tokoh awam dan pahlawan Katolik yang berperan besar dalam perjuangan hidup bersama. Mereka menjadi sumber inspirasi bagaimana mewujudkan karakter bangsa Indonesia yang plural. Karakter dasar itu adalah ikatan, kepedulian dan kerelaan berbagi satu sama lain. Hal ini tampak di Masyarakat dalam banyak bentuk dan tradisi. Satu hal penting yang harus diingat oleh umat Katolik adalah kita tidak boleh menjadi eksklusif. Kita harus menjadi berkat bagi orang lain dalam hidup bersama.

Veronika Naning (Yogyakarta)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini