Menangkap Pesan di Balik Peresmian Prasasti Toleransi dan Taman Doa di Paroki Harapan Indah

172
1. Kardinal Ignatius Suharyo, tokoh agama dan pejabat pemerintah membuka selubung Prasasti Toleransi saat peresmian (Dok. Komsos Paroki Harapan Indah)

HIDUPKATOLIK.COM – SEMBILAN batu marmer berwarna hitam dan bertuliskan pesan toleransi terpampang pada sebuah dinding dua sisi yang terletak di sebelah kiri Gereja Paroki Harapan Indah di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Salah satunya bertuliskan sebuah pesan toleransi dari Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo: “Melalui doa kita bertumbuh menjadi pribadi yang semakin beriman, bersaudara dan berbelarasa.”

Delapan lainnya bertuliskan pesan serupa dari perwakilan agama Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Konghucu, dan Protestan serta sejumlah tokoh agama dan pejabat pemerintah setempat. Sementara pada sisi lain dari dinding tersebut terpampang satu batu marmer, juga berwarna hitam. Di sana tertulis: “Prasasti Toleransi Kota Bekasi.” Di bawahnya terdapat simbol-simbol agama.

Sebuah Taman Doa terletak di belakang Prasasti Toleransi. Taman ini merupakan hasil pemugaran dari Gua Maria yang sudah dibangun pada tahun 2009. Atapnya berbentuk segitiga, melambangkan “Kemah Suci” tempat Allah bersemayam di tengah-tengah umat-Nya. Sementara patung Bunda Maria berasal dari Lourdes, Perancis. Taman Doa ini dilengkapi dengan sejumlah fasilitas, termasuk Perhentian Jalan Salib dan Ruang Adorasi.

Romo Yustinus Kesaryanto (paling kiri) dan tokoh agama serta pejabat pemerintah saat menyampaikan sambutan seusai Ekaristi (Dok. Komsos Paroki Harapan Indah)

Belum lama ini, tepatnya pada tanggal 21 Juni 2023, Kardinal Suharyo memberkati dan meresmikan Prasasti Toleransi dan Taman Doa tersebut. Turut meresmikan Plt. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto Tjahyono; Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Abdul Manan; Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bekasi, Madinah; Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bekasi, Soekandar Ghazali; Pastor Paroki Harapan Indah dan Deken Bekasi, Romo Yustinus Kesaryanto; Pandita Madya Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia (Magabutri), Bong Tji Phin; Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Bekasi, I Gusti Made Rudhita; dan perwakilan Konghucu FKUB Kota Bekasi, Soegandi. Mereka adalah orang-orang yang menggoreskan pesan toleransi penuh makna dan juga tanda tangan pada Prasasti Toleransi.

Peresmian dan pemberkatan berlangsung meriah pagi hari itu. Perayaan Ekaristi konselebrasi, dengan selebran utama Kardinal Suharyo, mengawali acara. Keragaman etnis umat paroki pun ditonjolkan. Ada suku Batak, Flores, Jawa, Minahasa, dan Tionghoa. Mereka terlibat dalam seluruh rangkaian acara, seperti prosesi, persembahan, koor, dan hiburan. Sekitar 300 tamu undangan juga menghadiri acara yang dilanjutkan dengan ramah-tamah di salah satu lantai Gedung Karya Pastoral.

Satu Windu

Saat berbincang dengan HIDUP di Taman Doa pada Rabu, 5 Juli 2023, Romo Kesaryanto menjelaskan bahwa peresmian dan pemberkatan merupakan bagian utama dari perayaan syukur satu windu paroki.

Paroki Harapan Indah berdiri pada tanggal 14 Mei 2015. Sebelumnya paroki ini merupakan sebuah stasi dari Paroki Kranji. Bangunan gereja stasi mulai dibangun pada tahun 2009, tetapi sempat mengalami penolakan. Setelah paroki dibentuk, umat paroki gencar melakukan gerakan persaudaraan dengan masyarakat sekitar. Saat ini paroki memiliki sekitar 11.000 umat Katolik.

“Kenapa ada dua penanda ini? Pertama, satu windu ini refleksinya adalah bahwa umat dalam perjalanan paroki sudah sejauh mana imannya. Lalu untuk mengukurnya ada dua katalisator. Pertama adalah ungkapan iman, kedua adalah perwujudan iman,” ujarnya.

Ungkapan iman, katanya, tercermin melalui keterlibatan aktif umat paroki dalam Perayaan Ekaristi, doa lingkungan dan wilayah, devosi, dan sakramen. Dan Taman Doa merupakan tanda dari ungkapan iman umat paroki. Namun iman bukan sekadar ungkapan, melainkan juga perwujudan. Sehingga apa yang dilakukan umat paroki tidak melulu terkait kepentingan internal tetapi juga kepentingan eksternal, seperti menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar.

Hiburan barongsai saat peresmian. (Dok. Komsos Paroki Harapan Indah)

Misalnya, umat paroki melaksanakan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) setiap bulan di beberapa kampung. Kegiatan ini dilaksanakan dalam kerja sama dengan masyarakat sekitar. Ada pula program Rumah Pijar (Pintar dan Terpelajar) di kawasan Kampung Bogor yang berjarak sekitar 20 kilometer dari gereja paroki. Program ini melibatkan berbagai kalangan, termasuk mahasiswa dan karyawan.

“Mereka sering diundang kemari. Itulah yang membuat kami melihat bahwa ungkapan iman dari persaudaraan itu mewujud menjadi sebuah toleransi,” lanjutnya.

Tidak hanya pada level komunitas basis, Romo Kesar, sapaan akrabnya, juga terus menjalin hubungan baik. Sebagai Pastor Deken Bekasi, ia sering melakukan koordinasi dengan FKUB Kota Bekasi serta para tokoh agama dan pejabat pemerintah setempat. Sehingga rasa saling mengerti dan saling menghormati terus bertumbuh. Hal ini terbukti dengan mulusnya pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gereja untuk beberapa paroki dan stasi, yakni Paroki Bekasi Utara, Paroki Bekasi, dan Paroki Kranggan serta Stasi St. Yohanes Paulus II dari Paroki Bekasi.

Satu-satunya

            Menurut Romo Kesar, Prasasti Toleransi merupakan satu-satunya di wilayah Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dan sebuah keunikan khususnya di Kota Bekasi. Alasannya, prasasti ini dapat menyatukan umat dari berbagai latar belakang agama di komplek gereja paroki.

“Dalam acara satu windu lalu, semua tokoh agama berkumpul di gereja. (Mereka) masuk ke dalam gereja, saling mengucapkan salam, selamat ulang tahun. Kemudian mereka mengucapkan salam toleransi,” tuturnya.

Kini pintu gerbang utama Gereja selalu terbuka bagi umat dari berbagai latar belakang agama yang ingin melihat Prasasti Toleransi dan berfoto di sana. Ia pun berharap umat paroki melihat Prasasti Toleransi sebagai inspirasi dan pengingat bagi mereka untuk terus menggaungkan persaudaraan.

“Persaudaraan yang ada dalam prasasti ini menjadi bagian dalam diri kami untuk hidup bersaudara, bukan hanya internal tapi juga eksternal. Juga berbela rasa. Sehingga hubungan umat di paroki ini dan di tempat lain di Kota Bekasi semakin lama semakin dekat. Jika saya bersaudara, saya peduli terhadap orang lain. Umat diajak untuk melakukan gerakan persaudaraan dan berbelarasa,” ujarnya.

“Kota Toleran”

Di mata Andreas Tantri, mantan wakil ketua Dewan Paroki Harian (DPH), Prasasti Toleransi merupakan kado istimewa baik bagi umat paroki maupun masyarakat Kota Bekasi, bahkan pemerintah daerah. Ini adalah buah manis dari persaudaraan dan kerja sama yang telah dijalin dengan baik oleh mereka.

“Pada saat bersamaan, kami membaca bahwa Kota Bekasi mendapat predikat ‘Kota Toleran’ nomor tiga dari 94 kota di Indonesia. Hal ini merupakan suatu pencapaian yang tidak mudah dan perlu tetap dipertahankan,” tuturnya.

Berdasarkan laporan Indeks Kota Toleran (IKT) yang dirilis oleh Setara Institute tahun lalu, Bekasi adalah kota ketiga yang memiliki skor tertinggi IKT, yakni 6,080. Sementara Kota Singkawang di Kalimantan Barat dan Kota Salatiga di Jawa Tengah masing-masing menduduki peringkat pertama dan kedua dengan skor 6,583 dan 6,417.

“Siapa saja yang membaca isi Prasasti bisa menyadari betapa dalam dan indahnya ungkapan harapan dari para pemuka agama di Kota Bekasi, termasuk tulisan dari Bapak Kardinal dan Plt. Wali Kota Bekasi. Bagi kami, umat Paroki Harapan Indah, setiap kali kami pergi ke gereja, kami akan diingatkan oleh penanda ini,” ujarnya.

“Prasasti ini menjadi saksi sejarah Kota Bekasi di mana para pemuka agama dan wakil pemerintah, dengan disaksikan oleh umat, berkumpul dan menegaskan tekad untuk terus membangun toleransi. Dan menjadi tugas kami, generasi Gereja berikutnya, untuk meneruskannya dan menjadikan Kota Bekasi sebagai kota yang damai dan penuh toleransi,” tambahnya.

Merawat Watak

            Bagi Kardinal Suharyo, Prasasti Toleransi merupakan salah satu penanda dari usaha umat Katolik untuk terus menghidupi semboyan “100 Persen Katolik, 100 Persen Indonesia.”

“100 persen Katolik – menurut ajaran Gereja – berarti menjawab panggilan untuk bertumbuh menuju kesempurnaan kasih. 100 persen Indonesia antara lain berarti merawat dan mengembangkan watak serta semangat cinta tanah air dan peduli. Prasasti Toleransi di Paroki Harapan Indah adalah salah satu penanda dari usaha itu,” ungkapnya.

Diharapkan kehidupan masyarakat di Kota Bekasi khususnya semakin harmonis. Tidak ada lagi masalah yang memunculkan ketegangan di antara masyarakat, sekecil apa pun itu.

“Kehidupan umat beragama di Kota Bekasi itu saling menghormati, saling menghargai, toleransi. Yang tanda tangan (Prasasti Toleransi) bukan dari Katolik saja, ada dari tokoh agama lain. Ini merupakan hal yang sangat baik menurut saya. Memang tempatnya saja di komplek gereja paroki. Itu karena kebetulan acara itu dalam rangka ulang tahun paroki,” ujar Abdul Manan.

Katharina Reny Lestari

HIDUP, Edisi No. 29, Tahun Ke-77, Minggu, 16 Juli 2023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini