Uskup Amboina Mgr. Seno Ngutra: Seperti Apakah Tanah Hatimu Saat Ini

220
Mgr. Ino Ngutra

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 16 Juli 2023 Renungan Minggu Biasa XV, Yes.55:10-11; Mzm.63:10abcd, 10e-11, 12-13, 14; Rm.8:18-23; Mat.13:1-23 (panjang) atau Mat.13:1-9 (singkat)

BILA kita renungkan secara saksama, maka kita akan menyimpulkan bahwa Yesus adalah seorang pengajar hebat, yang bisa menggunakan segala sesuatu di sekitarnya sebagai alat peraga dalam pewartaan-Nya, selain anggota tubuh-Nya sendiri. Ketika Ia berada di laut atau danau, maka Ia menggunakan peralatan seperti jalan, ikan, nelayan dan perahu (Luk. 5:1-11); Ketika Ia di darat, maka Ia bisa menggunakan tanaman seperti anggur, gandum, pohon ara, bunga, cabang, buah, dan penabur; pun ketika Ia berada di lingkungan para Ahli Taurat dan Imam, maka Ia menggunakan semua yang familiar dengan pendengar-Nya.

 Jenis Tanah

Dalam Injil, Yesus pun menggunakan istilah-istilah yang sangat akrab di telinga para pendengar-Nya yakni penabur, benih, tanah, dan semua yang menyebabkan benih itu bisa tumbuh atau mati. Seoarang penabur yang keluar untuk menabur. Ada benih yang jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung-burung memakannya sampai habis. Sebagian jauh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, sehingga walaupun awalnya bisa tumbuh tapi akhirnya layu dan mati juga karena tipisnya tanah. Sebagian lagi jatuh di tanah yang berduri-duri, lalu semak itu menghimpitnya sehingga mati. Dan, sebagian lain jatuh di tanah yang baik nan subur, sehingga tumbuh dan berbuah lebat.

Mgr. Ino Ngutra disambut para ibu dalam kunjungan ke Maluku Tenggara. (Foto: Dok HIDUP)

Kadang ketika kita mendengar kutipan di atas, serentak kita memposisikan diri pada jenis tanah seperti apakah hati dan pikiran kita yang menerima firman Tuhan. Ada yang merasa tidak layak menerimanya, yang lain menerima tapi tidak mengembangkannya, yang lain lagi mudah goyah sehingga firman itu tidak berakar di dalam hati dan pikirannya, dan yang lain mengklaim diri sebagai tanah yang subur, yang menerima firman, menjaga dan merawatnya sehingga menghasilkan banyak kebaikan kepada sesama. Bila klaim seperti ini terjadi maka mungkin masih sangat wajar secara manusia. Namun, bila kita memposisikan diri kita sebagai tanah yang subur seraya menunjuk sesama kita sebagai tanah di pinggir jalan, yang berbatu-batu dan yang bersemak duri, maka pasti akan timbul masalah.

Kita memang cenderung sangat jeli melihat noda di mata saudara kita, sementara kita membiarkan balok di mata sendiri tetap melekat. Memang tidak ada yang salah ketika kita mengoreksi dan menegur orang lain atas kesalahan dan kekeliruan mereka. Tapi kesadaran bahwa kita pun tidak sempurna hendaknya menjadi standar ketika kita mau menilai orang lain. Bahwa bila kita sama-sama melakukan kesalahan dan dosa yang sama, maka hendaknya tidak ada yang berlagak suci di hadapan sesamanya, melainkan semua harus tunduk merendah seperti pemungut cukai dan berkata, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Luk.18:13)

 Tujuan Firman Allah

Dengan demikian, firman Tuhan yang kita terima atau kita baca dan dengar setiap saat mempunyai fungsi untuk menyadarkan, mempertobatkan, mengubah dan menghasilkan seperti dalam bacaan pertama, “Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke sana melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan,” maka itulah yang terjadi dengan firman Tuhan. Tujuannya hanya satu adalah agar kita selamat di akhir kehidupan kita, yang tentunya harus diusahakan selama hidup terberi kepada kita di dunia ini.

Mendapatkan kebahagian surgawi atau keselamatan ini, tentunya bukan sebuah pekerjaan yang mudah atau kita dapatkan secara otomatis sesaat ketika kita percaya kepada Yesus. Perlu perjuangan dan usaha keras untuk menyucikan diri, memperbanyak amal dan perbuatan baik seperti dilukiskan dalam bacaan kedua Minggu ini: “Aku yakin, penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Kita yang telah menerima Roh Kudus sebagai anugrah sulung dari Allah, kita pun mengeluh dalam hati sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.” Maka benarlah kata bijak; “Tidak ada kemenangan tanpa perjuangan, tiada perjuangan tanpa pengorbanan.” Namun pengorbanan orang Kristiani harus dilakukan dengan sebuah keyakinan bahwa Tuhan telah lebih dulu berkorban untuk kita yakni ketika Ia rela mengorbankan nyawa-Nya sebagai tebusan dosa kita.

Mgr. Ino Ngutra (kedua dari depan) berjalan kaki selama 2 jam mengunjungi umat di Desa Wambasalahin, Pulau Buru, Maluku. (Foto: Dok HIDUP)

Hari ini, ketika kita mendengar, membaca dan merenungkan Injil ini, maka kita disadarkan akan tiga hal.

Pertama, tidak ada seorang pun bisa mengklaim bahwa diri, hati dan pikirannya seperti jenis tanah tertentu selama hidupnya, karena bisa saja suasana hati dan pikiran setiap orang dapat berubah dari waktu ke waktu. Kadang hati dan pikiran kita bagaikan tanah yang ada di pinggir jalan, di lain waktu seperti tanah yang berbatu-batu, sering pula seperti tanah yang bersemak duri, dan tentunya setiap orang pun mampu menjadi tanah yang subur bagi firman Tuhan;

Kedua, harus ada kesadaran bersama bahwa Tuhan tak pernah menaburkan benih yang jelek atau busuk di hati kita. Firman Tuhan itu bagaikan benih unggulan, yang siap tanam dan tumbuh. Masalah selalu ada di pihak kita, yang kadang tidak mau menghiraukan dan mendengarkan, sering pula hanya mendengar, tapi tidak mengamalkannya, dan kadang juga sangat mudah goncang iman ketika kita mendapatkan bujukan dan rayuan dari orang lain, sehingga kita rela meninggalkan iman kita;

Ketiga, adalah tugas setiap orang untuk mengolah tanah hati dan pikirannya sehingga menjadi tanah yang subur, yang siap ditaburi benih unggulan dari Tuhan. Suburnya tanah ini bukan sesuatu yang otomatis terberi, melainkan harus diperjuangkan dari saat ke saat. Apa yang paling penting adalah jangan pernah mengabaikan taburan firman Tuhan dalam hidupmu;

Akhirnya, semua pengikut Kristus harus yakin dan percaya bahwa bila di dunia ini kita mau dan rela menyediakan hati dan pikiran kita sebagai tanah di mana benih firman Tuhan ditaburkan dan tumbuh, maka kelak di akhirat Ia akan menyediakan tempat khusus bagi jiwa dan roh kita yang kembali kepada-Nya.

 “Firman Tuhan yang kita terima atau kita baca dan dengar setiap saat mempunyai fungsi untuk menyadarkan, mempertobatkan, mengubah dan menghasilkan.”

HIDUP, Edisi No. 29, Tahun Ke-77, Minggu, 16 Juli 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini