Ketua KWI Ajak ISKA Jadi Parakletos

137
Ketua KWI Mgr. Antonius Subianto Bunyamin, OSC memimpin Perayaan Ekaristi pada acara Dies Natalis ISKA Ke-65. (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

HIDUPKATOLIK.COM – Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC menekankan pentingnya peran parakletos bagi Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) agar mampu menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dan kesetaraan di tengah masyarakat.

“Mudah-mudahan saat ini merupakan Pentakosta bagi ISKA. Mudah-mudahan menjadi parakletos bagi Gereja, mampu memanusiakan satu sama lain. … Mudah-mudahan tampil menjadi contoh kemanusiaan dan kesetaraan,” katanya dalam homili saat Perayaan Ekaristi yang mengawali acara Dies Natalis ISKA Ke-65 pada Minggu (28/5/2023) di Jakarta.

Bertempat di Auditorium Yustinus Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Perayaan Ekaristi dirayakan secara konselebrasi, bertepatan dengan Hari Raya Pentakosta. Selebran utama adalah Mgr. Antonius, yang juga uskup Keuskupan Bandung. Sementara tiga konselebran adalah Romo Antonius Widyarsono, SJ, moderator Presidium Pusat (PP) ISKA; Romo Andreas Bernadinus Atawolo, OFM, moderator ISKA Dewan Pimpinan Daerah DKI Jakarta; dan Romo Stevanus Harry Yudanto, Pr dari Pastoran Atma Jaya.

Tema yang diangkat adalah “Menjunjung Martabat Kemanusiaan dan Kesetaraan.”

Menurut Mgr. Antonius, Pentakosta merupakan kesempatan rahmat dalam sejarah keselamatan yang membuat umat Allah memasuki sesuatu yang lebih baik. Siapa pun yang menerima Roh Kudus dan hidup oleh Roh Kudus akan merasakan kedamaian dan kesejahteraan. Dan Roh Kudus ini yang dijanjikan oleh Tuhan akan datang sebagai parakletos.

“Parakletos dalam bahasa Yunani adalah para pengacara. Pengacara adalah orang yang duduk di samping orang yang dibela, yang menyatakan kebenaran, yang membela hak hidup orang yang dibela. Maka parakletos yang dijanjikan oleh Yesus adalah Roh Kudus yang akan turun, berdiri di samping kita sebagai pembela kita sehingga kita bisa hidup dengan baik, benar dan sejahtera,” ujarnya.

Pelatus itu juga berharap Dies Natalis ISKA kali ini mampu membuat para anggota organisasi kemasyarakatan ini semakin bermartabat.

“Ada beda antara ikatan sarjana dan ikatan sarjana Katolik. Dengan adanya ‘Katolik’ adalah suatu panggilan bagi kita untuk sungguh menyatakan nilai-nilai Injil, nilai-nilai Kerajaan Allah,” tegasnya.

Memaknai Kebangsaan Indonesia

Perayaan Ekaristi dilanjutkan dengan sejumlah orasi. Salah satu orasi disampaikan oleh Ketua PP ISKA, Luky A. Yusgiantoro.

“Enam puluh lima tahun sudah ISKA mewarnai proses mengisi kemerdekaan dan menguatkan kebangsaan Indonesia. Kebangsaan merupakan proses tanpa akhir yang harus terus dimaknai kembali oleh seluruh komponen bangsa. Dalam konteks inilah ISKA berupaya memaknai kebangsaan Indonesia dalam bingkai menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dan kesetaraan,” ungkapnya.

Dies Natalis ISKA Ke-65 (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Ia menegaskan bahwa Pancasila, sebagai dasar negara, tidak hanya meletakkan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi juga hak asasi dan upaya menjunjung martabat manusia Indonesia dalam konteks bernegara. Upaya meneguhkan keduanya merupakan upaya untuk menguatkan prinsip-prinsip dasar demokrasi.

“Meletakkan hukum sebagai panglima dengan memastikan semua warga negara memiliki kesetaraaan yang sama di mata hukum merupakan perjuangan yang harus dilakukan untuk menguatkan prinsip dasar demokrasi. Sehingga tatanan hidup bernegara semakin melindungi hak-hak yang dimiliki individu seperti halnya prinsip kontrak sosial yang dibayangkan oleh Jean-Jacques Rousseau,” ujarnya.

Dengan demikian, katanya, proses pemaknaan kebangsaan harus terus-menerus dilakukan dengan tetap memastikan bahwa proses bernegara dan berbangsa menjunjung tinggi martabat manusia. Setidaknya dengan meletakkan prinsip-prinsip dasar seperti perlindungan terhadap hak asasi manusia, kesetaraan dalam mengisi ruang-ruang publik, kebebasan untuk berekspresi, dan memastikan adanya kontrol terhadap proses pemerintahan dan politik.

“ISKA akan terus hadir untuk melakukan rekontekstualisasi kebangsaan dalam berbagai ruang-ruang diskursus. Kecendekiawanan hadir untuk memberikan warna dan membangun diskursus dengan rasionalitas untuk mengisi ruang-ruang publik,” tegasnya.

Hak Hidup Bermartabat

Sementara itu, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo, menyinggung soal tema acara. Dalam sebuah pesan video, ia mengatakan tema yang dipilih hendaknya mencerminkan ensiklik Paus Fransiskus tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial, Fratelli Tutti.

“Setiap manusia berhak untuk hidup bermartabat dan berkembang seutuhnya, dan tidak ada negara yang dapat menyangkal hak asasi ini. Setiap orang memilikinya meskipun ia kurang berdaya guna, meskipun ia lahir atau dibesarkan dengan keterbatasan. Sebab hal itu tidak mengurangi martabatnya yang luhur sebagai pribadi manusia dan tidak didasarkan pada keadaan tetapi pada nilai keberadaannya,” katanya.

“(Jika) tiga prinsip dasar ini tidak dijaga, tidak akan ada masa depan baik untuk persaudaraan maupun untuk kelangsungan hidup umat manusia.”

Ia berharap pesan Paus Fransiskus tersebut menginspirasi dan menemani perjalanan ISKA dalam membangun bangsa dan Gereja sebagai perwujudan cinta kepada Allah dan sesama.

Dalam pesan video terpisah, Kardinal Ignatius Suharyo mengingatkan tentang tugas penting umat awam, yakni menyucikan dunia, termasuk wilayah akademik.

“Moga-moga kesempatan 65 tahun ini sungguh-sungguh disyukuri sebagai kesempatan untuk berkembang sebagai sarjana Katolik Indonesia. Dan semoga dengan demikian, anggota ISKA menemukan jalan-jalan lain untuk bertumbuh, menanggapi panggilan kita semua, siapa pun kita, bertumbuh menuju kesempurnaan kasih, bertumbuh menuju kesempurnaan kesetiaan,” ujar uskup Keuskupan Agung Jakarta tersebut.

Katharina Reny Lestari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini