HIDUPKATOLIK.COM – Seorang anak laki-laki sangat dekat dengan ayahnya. Ayahnya itu segalanya baginya. Anak itu menganggap ayahnya sebagai seorang hero, pahlawan. Pandangannya itu berubah ketika ia berusia lima tahun.
Ayahnya itu sering melakukan tindakan kasar terhadap ibunya. Perlakuan kasar itu terjadi karena ibunya mengetahui bahwa ayahnya tersebut memiliki perempuan lain. Peristiwa itu menghancurkan hatinya. Ia sangat marah dan sangat membenci ayahnya. Apalagi teman-teman kelasnya sering membulinya sebagai seorang yang tidak memiliki ayah.
Ia juga sangat kasihan terhadap ibunya yang bekerja keras untuk menghidupi anak-anaknya. Kemarahan dan kebencian itu ia bawa sampai dewasa karena baginya ayahnya itu telah meluluhlantahkan hidupnya. Kebencian dan kemarahan kepada ayahnya itu senantiasa memenuhi pikiran dan hatinya.
Ternyata perasaan benci dan marah terhadap ayahnya itu telah menggerogoti kesehatannya. Ia menderita berbagai penyakit yang serius. Pada suatu hari ia pulang untuk berjiarah ke makam ibunya.
Ia terpaksa singgah ke rumah ayahnya karena desakan keluarga besarnya. Ketika ia melihat ayahnya sudah nampak sangat tua dan sorot matanya penuh dengan penyesalan, ia memeluk ayahnya itu. Pelukan itu mengalirkan sukacita seperti yang telah ia alami pada waktu ia masih kanak-kanak dulu.
Kemarahan tidak pernah memberikan manfaat apapun dalam hidup kita. Sebaliknya kemarahan justru merugikan kita. Kemarahan cepat atau lambat akan menghancurkan sukacita kita. Kita tidak mungkin sekaligus marah dan sukacita dalam waktu bersamaan. Damai dan sukacita itu tidak mungkin dapat kita rasakan ketika kita sedang marah. Kemarahan dan sukacita mempengaruhi suasana batin kita. Ketika kita sedang marah, semuanya menjadi kacau. Sebaliknya ketika hati kita sedang bersukacita, semuanya terasa lancar dan indah.
Walaupun kita telah mengubur kemarahan kita dalam-dalam di hati kita, ia tidak akan pernah berhenti mengganggu pikiran kita. Akibatnya, kita sangat lelah memikirkannya. Kita akan menghabiskan waktu kita dengan terus bertanya mengapa peristiwa yang ia alami itu terjadi. Pertanyaan seperti itu akan menghilangkan damai dan sukacita. Padahal kemarahan dan kebencian merupakan perasaan yang sia-sia karena orang yang sedang kita benci itu mungkin tidak mengetahuinya atau tidak memedulikannya.
Kemarahan dan kebencian tidak dapat mengubah apapun dalam hidup ini.
Kemarahan tidak dapat mengubah pribadi yang menyebabkan emosi kita meledak. Kemarahan tidak akan dapat mengubah apa yang telah terjadi. Marah itu seperti mengambil racun dengan harapan akan membunuh lawan kita, tetapi justru akan melukai kita.
Pengampunan merupakan kunci untuk mengembalikan sukacita kita yang sempat hilang. Pengampunan membawa rekonsiliasi hati. Rekonsiliasi hati melahirkan kelegaan. Kelegaan itu seperti kita telah melepaskan barang-barang busuk yang telah kita bawa ke mana-mana. Karena itu, rekonsiliasi tanpa pengampunan hanyalah rekonsiliasi palsu. Untuk dapat mengampuni, kita hendaknya menyadari bahwa kita membutuhkan pengampunan dari Allah. Karena kita memerlukan pengampunan-Nya, kita juga perlu mengampuni orang lain dan tidak marah kepada mereka
Tuhan Memberkati
Romo Felix Suprango, SS.CC, Kepala Paroki Santa Odilia, Tangerang