Trias Kuncahyono: Program-program WKRI dari DPP hingga ke Ranting Perlu Membumi dan Menyentuh Kebutuhan

1050
Dari kiri ke kanan: Irawati (eks Presidium 2 DPP), Nuning Siregar (eks Ketua Presidium), Trias Kuncahyono, Mathilda AMW Birowo (DPP), dan Della Pradipta (eks Presidium 1) saat diskusi di Jakarta, 6 Maret 2023.

HIDUPKATOLIK.COM – Hari ini, 8 Maret 2023 dunia merayakan Women’s International Day sebagai peringatan global terkait pencapaian sejarah, budaya dan politik bagi perempuan. Peringatan ini pertama kali dirayakan pada 28 Februari 1909 di New York oleh Partai Sosialis Amerika.

Sebelumnya ditahun 1908 terjadi kerusuhan besar dan perdebatan di kalangan perempuan yang dipicu dari penindasan dan ketidaksetaraan.  Mereka menuntut jam kerja lebih pendek, gaji lebih baik dan hak untuk memilih.

Perjuangan perempuan terjadi di berbagai wilayah dunia dalam pergerakan masa. Mengutip dari CNN Indonesia, pada 8 Maret 1917 di Rusia kaum perempuan melakukan aksi mogok kerja yang kemudian tanggal tersebut dirayakan sebagai Hari Perempuan Internasional. Kaum perempuan ini melakukan aksi mogok saat berjuang menuntut roti dan perdamaian. Aksi ini diikuti dengan lengsernya Tsar Rusia dan pemerintah sementara waktu memberi wanita hak untuk memilih.

Tahun ini Hari Perempuan Sedunia mengambil tema “DigitALL: Innovation and Technology for Gender Equality” dengan theme colour nya ungu. Nuansa warna menunjukkan pencapaian hak-hak yang telah diraih perempuan sekaligus mengingatkan bahwa perempuan masih perlu berjuang keras untuk kesetaraan yang sesungguhnya di berbagai bidang.

Dilansir dari laman AS latest news (oleh Daniela Barrera) warna ‘purple’ menunjukkan loyalitas dan konsistensi yang mengupayakan kebebasan dan harga diri. Perpaduan warna pink dan biru ini juga memiliki asosiasi erat antara gender feminine dan masculine.

Tonggak Perjuangan

Bagaimana dengan Indonesia? Kita pun memiliki peringatan Hari Ibu setiap 22 Desember. Peringatan Hari Ibu Nasional merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya merebut kemerdekaan.

Selain itu, sebagai perjuangan dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam pembangunan di setiap lini kehidupan.  Latar belakang dari peringatan kedua hari perempuan ini tentu berbeda, namun spirit yang dikandung adalah sama yakni bagaimana memperjuangkan martabat perempuan untuk dapat mempunyai kesempatan dan andil dalam segala aspek kehidupan bangsa dan dunia.

Dari kiri ke kanan: Ketua Presidium KWI Kardinal Ignatius Suharyo, Ketua Presidium WKRI Justina Rustiawati, Presiden Joko Widodo, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada pembukaan Kongress XX WKRI di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat. [HIDUP/ Felicia Permata Hanggu]
Dari data resmi Direktorat Jenderal Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) 2022, jumlah penduduk laki-laki sebesar 54,48% dari total jumlah penduduk Indonesia, dan porsi penduduk perempuan 49,52%. Angka tersebut menunjukkan bahwa dari sisi jumlah warga menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah tidak menyolok, artinya potensi perempuan untuk turut berkiprah dalam pembangunan sangat besar jika diberi peluang untuk itu.

Perjuangan perempuan Indonesia dapat dilihat melalui organisasi-organisasi perempuan di Tanah Air baik yang berlatar belakang kepercayaan, budaya atau profesi. Salah satunya adalah Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) yang pada 26 Juni 2024 akan memasuki usia 1 abad.

Trias Kuncahyono, wartawan senior yang sangat mengenal WKRI menulis sejarah dan perjuangan Wanita Katolik RI dalam bukunya “WKRI Sekali Layar Terkembang Pantang Surut ke Belakang”, terbitan Kompas 2020.

Disebutkan bahwa semangat nasionalisme yang mulai bangkit pada awal abad 20 dan lahirnya sejumlah organisasi perempuan diawali oleh Poetri Mardhiko tahun 1912 di Jakarta. Mereka mendapat dukungan dari Boedi Oetomo dan kemudian menginspirasi lahirnya organisasi-organisasi perempuan lainnya.

Kelahiran WKRI tak lepas dari peran tiga rohaniwan yang dengan berani tekun dan penuh semangat memberi bimbingan kepada para perempuan dan ibu yang melahirkan oranisasi Wanita Katolik.

Mereka adalah Romo van Lith, SJ; Romo Martens, SJ; dan Romo van Driessche, SJ. Tak kalah penting adalah peran para gadis siswi sekolah Mendut dan para guru sekolahnya sebagai peletak dasar semangat pelayanan.

R.A. Soelastri

Adalah R.A. Soelastri yang memperoleh pencerahan dari para rohaniwan dan rohaniwati dan memiliki kepekaan tajam melihat situasi dan kondisi untuk mendirikan organisasi bagi para wanita.

Bermula dengan nama Poesara Wanita Katholiek dan atas anjuran dari Romo Kanjeng Alb. Soegijapranata, SJ diberi nama Wanita Katolik Republik Indonesia (1950). Semangat keprihatinan dan belarasa dijiwai oleh Ensiklik Rerum Novarum dari Paus Leo XIII (1891) terhadap kaum perempuan yang menjadi dasar organisasi ini.

Bagaimana ke Depan?

Dalam bincang-bincang dengan Trias Kuncahyono yang telah ditunjuk dan sedang menunggu pelantikan menjadi Duta Besar Indonesia untuk Vatikan ini, didapati pemahaman tentang sejarah WKRI di kalangan muda sangat kurang.

Diskusi pada 6 Maret 2023 ini dihadiri para senior yakni Irawati (eks Presidium 2 DPP Wanita Katolik RI, Della Pradipta (eks Presidium 1 DPP Wanita Katolik RI), Nuning Siregar (eks Ketua Presidium DPP Wanita Katolik RI), dan Mathilda AMW Birowo (DPP Wanita Katolik RI).

Sangat perlu menyosialisasikan pemahaman sejarah secara terus menerus agar kaum muda  semakin paham dasar-dasar pikiran, visi misi para pendahulu dan bagaimana penerapan program kerja yang selalu menggunakan semangat perjuangan. Sejarah tak boleh diabaikan karena menjadi dasar dalam menatap dan melangkah ke masa depan.

WKRI pernah masuk sebagai Board Member dari WUCWO (World Union of  Catholic Women’s Organizations) yang saat ini berpusat di Roma. Sebagai Board Member WKRI hadir dalam forum yang diselenggarakan setiap tahunnya. Kehadiran dalam forum ini sangatlah strategis guna menghadirkan kiprah WKRI di kancah dunia, terutama karena isu-isu yang diangkat sangat menyentuh perhatian dunia seperti human  trafficking, gender equality, migrant workers.

Kunjungan Presiden WUCWO ke Indonesia, 27 Agustus 2022.

“Untuk biaya pesawat dan kebutuhan akomodasi di negara tempat penyelenggaraan selain dari dana pribadi juga mendapat dukungan dari para donatur yang memiliki perhatian terhadap WKRI. Perwakilan kami ketika itu sangat loyal,” jelas Nuning Siregar yang pernah dua periode menjabat sebagai Ketua Presidium DPP WKRI. Sidang umum terdekat WUCWO akan diadakan  di Assisi, Italia pada 14 hingga 20 Mei 2023, didahului dengan 13 Mei audiensi dengan Paus Fransiskus di Roma.

Pembagian sembako oleh Pemuda Katolik dan WKRI St. Stefanus Cilandak kepada warga kurang mampu pada masa pandemi.

Maria Lia Zervino, Presidente General UMOFC/WUCWO dalam kunjungannya ke Indonesia di penghujung tahun 2022 mengapresiasi kegiatan-kegiatan Wanita Katolik diantaranya adalah PPUK (Program Pemberdayaan Perempuan Usaha Kecil). Program ini  memberi pinjaman tanpa bunga untuk kaum perempuan guna dapat mengembangkan usaha rumahannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga khususnya di saat pandemi Covid 19.

“Maria mengatakan bahwa program ini sangat menginspirasi, merupakan sesuatu yang baru akan adanya keterlibatan organisasi secara inklusif dalam masyarakat,” jelas Mathilda.

Dalam Berita Pers yang dikeluarkan International conference Women Building a Culture of Encounter Interreligiously, 25-27 Januari 2023, Pontifical Urbaniana University, tampak bahwa prakarsa antaragama dalam mengembangkan jaringan global perempuan terkait tradisi dan spiritualitas agama perlu untuk mendorong “budaya perjumpaan”. Dengan demikian, kaum perempuan dapat mempromosikan martabat dan kesetaraan mereka, bekerja dalam solidaritas melalui persahabatan, dialog, dan kerja sama.

Program yang Membumi

Dengan demikian, benang merah dari diskusi dengan Trias Kuncahyono menyebutkan bahwa program-program organisasi  mulai dari tingkat ranting, cabang, DPD hingga DPP perlu  membumi dan menyentuh kebutuhan dan semangat kaum milenial yang sejak kelahiran mereka sudah masuk dalam era digital.

Agustina Asa dari WKRI Atambua saat membagikan bantuan kepada korban tanah longsor baru-baru ini di Atambua, NTT.

WKRI perlu fokus pada kegiatan ke luar tak hanya seputar altar saja. Mathilda lulusan Program Regular Lemhannas RI 2022 utusan dari Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) serta penerima beasiswa Australia Awards Indonesia, STA 2018 perwakilan DPP Wanita Katolik RI, dalam studi di Deakin University, Melbourne untuk program Kepemimpinan Perempuan Lintas Kepercayaan menambahkan, Kaderisasi adalah juga hal penting.

Tak hanya untuk mempersiapkan penerus tongkat estafet kepemimpinan dalam organisasi melalui Konferensi Cabang, Konferensi Daerah ataupun Kongres Nasional pada Oktober 2023 yang sudah di depan mata.

Mathilda AMW Birowo (DPP Wanita Katolik RI) dalam pendidikan kepemimpinan Nasional di Lemhanas RI.

“Tak kalah penting adalah bagaimana mempersiapkan generasi muda perempuan Indonesia untuk dapat mengisi posisi-posisi strategis dalam kepemimpinan lembaga-lembaga publik melalui seleksi terbuka. Juga aktif berperan serta dalam forum dan kegiatan-kegiatan lintas agama dengan cakupan  nasional maupun global. Pun memiliki kemampuan untuk membina jejaring secara luas, bermitra dengan organisasi-organisasi perempuan lintas kepercayaan, mempunyai kepekaan dan keberanian untuk berpartisipasi membangun masyarakat di lingkungannya melalui jabatan ketua RT atau RW,” ungkap Mathilda, yang juga Dosen Universitas Multimedia Nusantara dan Universitas Indonesia.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini