Makna Kunjungan Paus ke Kongo dan Sudan Selatan: Gereja Peduli Afrika

169
Paus Fransiskus bertemu dengan seorang anak laki-laki yang tinggal di kamp IDP saat berkumpul di Juba, Sudan Selatan, pada 4 Februari 2023.

HIDUPKATOLIK.COM – MEDIA besar internasional seperti The Tablet, The New York Times, Alzazera, dan lain-lain memberikan perhatian besar pada kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Kongo dan Sudan Selatan pekan lalu. Dua negara di Afrika yang sarat dengan konflik tak berkesudahan. Kunjungan ini sempat tertunda karena pandemi. Paus tetap memberi prioritas untuk datang ke kedua negara di Afrika itu dengan jumlah umat Katolik cukup besar. Afrika memang disebut-sebut sebagai masa depan Gereja Katolik mengingat jumlah umat Katolik yang terus bertumbuh seperti deret hitung di kawasan ini.

Aneka persoalan melilit Kongo dan Sudan Selatan. Konflik internal tak berkesudahan. Kekerasan demi kekerasan. Bahkan saat Paus datang ke Sudan Selatan, terjadi konflik yang menewaskan sejumlah orang. Dampak dari konflik itu tentu saja masyarakat kecil, anak-anak, kaum perempuan, lansia. Perang tak berkesudahan akan melahirkan kemiskinan dan pemiskinan terus menerus. Persoalan sosial demi persoalan sosial terus berlipat ganda, melilit masyarakat kecil dan terpinggirkan. Pendidikan dan kesejahteraan masyarakat teranbaikan. Belum lagi pihak-pihak eksternal yang memanfaaatkan situasi ini untuk kepentingan kapitalistik negara bersangkutan. Sumber daya alam dikeruk untuk kepentingan sepihak. Rakyat yang miskin tak menikmati apa-apa, bahkan menjadi korban atau dikorbankan demi syawat politik penguasa.

Paus Fransiskus melihat carut-marut persoalan baik di Kongo maupun di Sudan Selatan itu. Khusus Sudan Selatan, masih jelas di ingatan kita saat Paus mencium kaki para pihak pimpinan Sudan Selatan saat bertemu Paus di Vatikan. Paus merelakan diri seperti itu tak lain agar mereka sadar akan dampak yang ditimbulkan jika para pemimpin terus bertikai, berperang, saling membunuh atau meniadakan yang lain. Paus ingin segera tercipta perdamaian. Semu pihak, terutama para pemimpin sipil, pemerintah, opsisi duduk di meja perundingan untuk menciptakan perdamaian, keadilan, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Kemanusiaan harus dikedepankan semua pihak.

Tak hanya Paus Fransiskus yang memberi perhatian pada Afrika. Para pendahulunya, Paus Benediktus XVI dan Paus Yohanes Paulus II pun mengarahkan pandangan mereka ke Afrika. Maka, jika Paus Fransiskus, dengan segala risiko yang bisa saja terjadi, memprioriaskan kunjungan apostoliknya ke Benua ini, tidak telalu mengejutkan kita. Gereja ingin terlibat dan peduli pada persoalan sosial dan kemanusiaan di Afrika pada umumnya. Kongo dan Sudan Selatan adalah potret Afrika dengan segala problematikanya.

Kita berharap, setelah kunjungan apostolik Paus ini, akan tercipta iklim yang lebih kondusif di kedua negara tersebut. Mata rantai kekerasan kiranya segera bisa diputus dan menatap ke depan dengan harapan terciptanya perdamaian dan keadilan bagi semua pihak, terutama kaum kecil dan lemah. Masa depan Gereja, sebagian besar ada di Afrika.

HIDUP, Edisi No.08, Tahun ke-77, Minggu, 13 Februari 2023

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini