Uskup Bogor/Sekretaris Jenderal KWI, Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM: Menggarami Bumi Nusantara dengan Nilai-nilai Injil

298
Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 5 Februari 2023 Minggu Biasa V,  Yes.58:7-10; Mzm.112:4-5, 6-7, 8a-9; 1Kor.2:1-5; Mar.5:13-16

FIRMAN Tuhan pada hari Minggu ini mengingatkan kita semua akan misi perutusan kita. Seruan Yesus amat jelas: “Kamulah Terang dunia dan kamulah garam dunia” (Mat 5:13.14). Seruan Yesus itu menegaskan bahwa kita dilibatkan oleh Allah dalam melaksanakan karya penyelamatan-Nya dengan mengundang kita menjadi “Manusia Terang”. Sebagai manusia terang, Tuhan mengharapkan: “Hendaklah terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat 5:16).

Yesaya dalam bacaan pertama (Yes 58:7-10) menerangkan sifat manusia terang. Manusia terang adalah manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan baik. Dalam relasi sosial kemasyarakatan, orang tidak melakukan fitnah dan penindasan terhadap orang lain, tetapi secara sukarela membagi makanannya bagi yang lapar dan miskin; memberikan pakaian bagi yang telanjang; berlaku benar, tulus, adil, dan jujur terhadap sesama. Sedangkan dalam bidang perayaan keagamaan, orang itu ikut aktif melakukan perayaan liturgis sakramental serta doa yang tulus. Inilah tanda bahwa iman seorang itu hidup, operatif, dan eksplisit.

Iman yang hidup, operatif, dan eksplisit itu dapat terwujud bila orang taat mengikuti nasihat St. Paulus. Dia mengingatkan kita agar kita tidak menyombongkan diri. Ingatlah  “Supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah” (1Kor 2:5). Hikmat dan kebijaksanaan manusia tentu tetap perlu diaktifkan, dihidupkan, tetapi kita tidak mengandalkannya sebagai satu-satunya daya penggerak perbuatan baik kita. Sebagai seorang beriman, kita bergantung pada hikmat Allah dan mengembalikan segala prestasi dan kebaikan yang kita kerjakan kepada Allah.

Dengan demikian, jelaslah bahwa manusia Terang adalah manusia yang berjuang hidup berdasarkan nilai-nilai Injil. Nilai-nilai injili itu ialah belaskasih, solider, kasih, pengharapan, keadilan, menghormati sesama manusia, kejujuran, kerendahan hati, pengampunan dan kesediaan untuk memaafkan, serta merawat kelestarian lingkungan alam semesta. Itulah kualitas hidup yang mesti dimiliki dan dipraktekan oleh para pengikut Kristus. Berbekalkan praktik hidup atas dasar nilai-nilai itu, kita mampu menjadi “Garam Dunia”. Maka seruan “Garamilah dunia Nusantara ini dengan hidup atas dasar nilai-nilai Injili” patut didegung-dengungkan dalam relung batin kita dan dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.

Manusia katolik yang injili dapat memenuhi panggilan keindonesiaan kita untuk menjadi manusia pancasilais. Manusia pancasilais adalah manusia yang percaya akan Tuhan; manusia yang bertindak beradab terhadap sesama manusia dan alam ciptaan di bumi ini; menghargai dan menghormati kesetaraan martabat antara pria dan wanita; manusia yang berusaha menciptakan persatuan dan membawa perdamaian dengan menerima semua orang sebagai saudara; manusia yang aktif membangun dialog dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan bersedia bermusyawarah serta siap untuk membangun bersama bangsa dan negara Indonesia; serta manusia yang berjuang menciptakan keadilan sosial bagi semua orang.

Pengikut Kristus yang menghidupi nilai-nilai injili itu dengan sendirinya akan memperteguh tekadnya untuk mengembangkan diri secara berkualitas sebagai warga bangsa dan bertekad membangun negeri dan bangsanya Indonesia. Manusia seperti ini akan berikhtiar untuk berjuang demi Indonesia bangkit, maju, dan kuat. Keterlibatannya dalam dunia politik, sosial, budaya, seni kemasyarakatan dihayatinya sebagai bagian dari “melakukan perbuatan baik dan melalui perbuatan baik itu, nama Tuhan dimuliakan.” Kita menjadi manusia injili dan sekaligus pancasilais.

Tentu tidak dipungkiri bahwa ada juga pengaruh-pengaruh kuasa dosa dan jahat dalam masyarakat kita. Manusia seperti itu adalah manusia yang sedang hidup dalam “kegelapan”. Dialah anak-anak “kegelapan”. Tindak tanduk dan perbuatannya membawa perpecahan, karena terlalu mementingkan diri, suku, keluarga dan agama tertentu. Manusia seperti itu tidak mau membangun perdamaian; berlaku tidak adil terhadap sesama. Mengeruk kekayaan alam untuk kepentingan hidup yang berfoya-foya. Itulah manusia gelap yang membela dan menyuburkan kegelapan.

Firman Tuhan Minggu ini menuntun kita untuk memilih dan memutuskan menjadi “Manusia Terang”. Kita menolak wawasan hidup yang membawa “kegelapan” dalam masyarakat bangsa kita. Maka, “garamilah bumi Nusantara dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik”. Di tangan manusia-manusia Terang, termasuk saudara-saudari, Indonesia terus membangun dirinya menjadi negara yang mensejahterakan warganya. Tuhan memberkati.

 “Seruan “Garamilah dunia Nusantara ini dengan hidup atas dasar nilai-nilai Injili” patut didegung-dengungkan dalam relung batin kita dan dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.”

HIDUP, Edisi No.06, Tahun ke-77, Minggu, 5 Februari 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini