Tunas itu Kian Subur dan Berbuah Lebat, HUT Ke-160 Tahun Bruder CSA Indonesia

431

HIDUPKATOLIK.COM – Santo Aloisius Gonzaga, novis Serikat Yesus yang wafat karena menolong pasien saat terjadi wabah pes di Roma menjadi sumber inspirasi bagi para bruder Kongregasi Bruder Santo Aloisius (CSA).  Tahun 2022, kongregasi yang didirikan oleh Pastor Willem Hellemons, O Cist di Oudenbosch, Keuskupan Breda, Belanda Selatan pada 1 Maret 1840 ini memperingati 160 tahun berkarya di Indonesia.

Para bruder CSA berkarya ke bumi Nusantara, tepatnya di Surabaya pada 28 Mei 1862. Empat bruder perintis asal Belanda yaitu Br. Engelbertus Cranen, CSA; Br. Stanislaus van Steven, CSA; Br. Felix Roover, CSA; dan Br. Antonius van Miert, CSA membuka sekolah dasar khusus putra. Para bruder perintis menyadari anak-anak dan kaum muda memerlukan bimbingan dan arahan untuk menentukan jalan hidup mereka. Para bruder memberikan pondasi iman dan karakter yang luhur sebagai bekal mereka meraih cita.

Laksana biji sesawi yang kecil namun bisa bertumbuh besar dan subur, karya bruder CSA meluas ke berbagai kota di Indonesia diantaranya Jakarta, Bandung, Madiun, Semarang, Ruteng dan Kalimantan.  Meski fokus pelayanan mereka untuk pendidikan kaum muda, para bruder tetap mengikuti perkembangan zaman yang ada. Beberapa tahun terakhir, mereka membuka Wisma Lansia Harapan Asri di Banyumanik, Semarang. Wisma itu menghadirkan kegembiraan bagi para oma dan opa agar mereka dapat menjalani masa senjanya dengan damai dan bahagia.

Menandai 160 tahun Bruder CSA berkarya di Indonesia, para Bruder CSA napak tilas ke Surabaya. Mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah cikal bakal karya Bruder CSA di Indonesia. Panggilan bermula dari keluarga. Perasaan dicintai mampu membuat orang keluar dari dirinya sendiri dan berkarya bagi sesama dengan penuh cinta. Maka dari itu, di hari terakhir tahun 2022, 31 Desember, para bruder CSA mengundang keluarga bruder CSA yang tinggal di Jawa untuk merayakan Natal bersama di Aula Wisma Lansia Harapan Asri Banyumanik, Semarang.

Momen kumpul bersama bruder dan keluarganya itu diawali dengan Perayaan Ekaristi untuk mensyukuri empat peristiwa penting yang boleh dirayakan oleh para bruder CSA. Empat peristiwa tersebut adalah 160 tahun CSA berkarya di Indonesia; pesta perak membiara Br. Martinus Suparmin, CSA; Br. Herman Sesfaot, CSA; Br. Yulius Suratno, CSA; dan Br. Hubertus Thalar, CSA merayakan pesta emas hidup membiara Br. Vincentius Subiyanto, CSA dan Br. Kosmas Mulyadi, CSA serta Natalan bersama keluarga bruder.  Perayaan Ekaristi dipersembahkan oleh Vikep Semarang Rm. FX. Sugiyana Pr didampingi Rm. Albertus Hesta Hana Wijayanto Pr (Pastor Rekan Paroki St Maria Fatima Banyumanik).

Rm. Sugiyana mengapresiasi karya para bruder CSA khususnya di Keuskupan Agung Semarang melalui karya pendidikan, sosial, dan wisma lansia. . “Gereja tidak akan bisa berkembang kalau tidak ada sekolah Katolik.  Sekolah-sekolah Katolik sebagai persemaian munculnya benih panggilan-panggilan hidup religius.

Hal demikian sungguh-sungguh dihidupi oleh para bruder CSA. Para bruder CSA ikut menumbuhkan iman kaum muda Katolik,” ujarnya. Lebih lanjut, Romo Sugi mengatakan sekalipun komunitas para bruder CSA tidak terlalu besar, tetapi beberapa bruder membantu karya-karya keuskupan di Indonesia. Misalnya saja di KAS, mereka terlibat di Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) dan Yayasan Bernardus.

Salah seorang pestawan, Br Martinus Suparmin CSA membagikan pengalaman hidupnya seperempat abad menjadi bruder CSA. Panggilan itu bersemi setelah ia bekerja sebagai guru. Br Martin ikut mengawal pendidikan calon bruder CSA kala memimpin novisiat CSA di Yogyakarta. Berbagai tugas dan karya diembannya hingga ia dipercaya menjadi pemimpin umum bruder CSA dua periode (2015-2024)

“Sebagai bruder CSA, saya merasa bahagia dan bersyukur sebab selama perjalanan menbiara saya selalu diteguhkan oleh pengalaman personal dengan Tuhan. Pengalaman  paling membahagiakan yang mungkin tidak dimiliki seorang Romo yakni bahwa saya boleh ‘berkotor’ tangan, saya  berkegiatan bersama para murid di sekolah, anak-anak asrama/panti asuhan, dan oma dan opa di wisma lansia. Keragaman pelayanan itu merupakan gambaran wajah Gereja. Saya dan rekan-rekan bruder bersyukur boleh berkontribusi dalam lingkup yang lebih luas dan leluasa lewat perjumpaan kasih yang menumbuhkan persaudaraan penuh damai,” kisah biarawan asal Wonosari, Gunung Kidul, DIY ini bahagia.

Laporan: Br. Libert Jehadit CSA

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini