Di SMK St. Mikael Solo: Selain Terampil dengan Mesin, Siswa Diajak Menemukan Makna dalam Keseharian

344
Salah satu kegiatan Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah siswa MICO.

HIDUPKATOLIK.COM – SEKOLAH tidak hanya menjadi tempat pendidikan formal bagi peserta didik untuk mengembangkan kompetensi tetapi juga sebuah tempat menemukan jati diri dan permaknaan keseharian. SMK Katolik St. Mikael Surakarta atau yang dikenal dengan MICO (Michael College) adalah salah satu karya pendidikan kejuruan milik Serikat Yesus (Jesuit). Didirikan oleh Pastor H. Wakkers, SJ, sekolah ini menyiapkan tenaga-tenaga yang terampil dan berkualitas di bidang teknik mesin industri.

Pamong SMK St. Mikael, Romo Alfonsus Ardi Jatmiko, SJ, akrab disapa Romo Ardi, menuturkan, karya pendidikan Jesuit mempunyai ciri khasnya dan hampir semua kolese sama. Nilai yang ditanamkan tidak jauh dari 4C, yakni Competence, Conscience, Compassion dan Commitment. Ini menjadi nilai dasar yang dihayati oleh MICO.

Examen

Pandemi menjadi salah satu hambatkan dalam penghayatan 4C ini. Menurut Romo Ardi, nilai-nilai bisa diimplementasikan ketika adanya interaksi langsung dan dinamika pembelajaran yang aktif.

“Beberapa program menjadi kurang aktif namun sekarang sudah mulai dihidupkan kembali. Salah satunya examen (pemeriksaan batin). Semua kolese Jesuit menerapkan examen pada siswanya dan jadwalnya pasti disesuaikan dengan sekolah masing-masing. Di sekolah kami, examen bergulir seminggu dua kali, pada hari Senin (siswa merefleksikan kegiatannya selama seminggu lalu selama praktik di bengkel) dan hari Jumat (siswa merefleksikan selama belajar teori). Examen diperuntukan bagi siswa yang sedang masuk jadwal teori,” jelas Romo Ardi.

Berdasarkan data, siswa MICO memang tidak semua beragama Katolik dan tidak menjadi kendala bagi Romo Ardi dalam menerapkan salah satu Latihan Rohani warisan St. Ignatius Loyola ini. Romo Ardi menekankan bahwa examen sebetulnya dapat dilakukan oleh siapapun. Di MICO, Romo Ardi mengajar Spiritualitas Ignatian dan ketika membantu siswa dalam Examen, ia mengajak semua siswa mengenal Tuhannya.

“Examen buat semua orang apapun agamanya, intinya mereka diajak meninjau keseharian dan merasakan Tuhan. Kalau seseorang bisa mengalami kehadiran Tuhan di dalam hidupnya, kenapa tidak?” ungkap tahbisan 19 Agustus 2021 ini

Mengapa siswa perlu diajak memeriksa batin? Romo Ardi menuturkan bahwa pendampingan tidak hanya diberikan pada bagian kompetensi. Saat di jam praktik, bagi Romo Ardi, siswa secara tidak langsung dididik menghayati kerja keras. Pada tingkat pertama, siswa memang tidak langsung diminta mengoperasikan mesin. Mereka diajarkan membuat sesuatu secara manual terlebih dahulu.

“Nah, dari situ mereka diajak untuk menghargai proses. Sejauh saya memeriksa buku examen, siswa memang belum sampai tahap menemukan Tuhan, justru mereka sudah bisa menyadari pengalaman mereka di bengkel dan di kelas. Perasaan senang, khawatir, sedih, marah dan bosan bisa mereka tuangkan dalam tulisan dan ini menjadi proses yang amat baik. Contoh, ada siswa yang setiap praktik merasa gelisah tapi ia masih mau bertahan sampai di Kelas III. Sehingga kami membantunya menemukan alasan mengapa ia bertahan. Artinya siswa MICO dibina untuk berproses,” terang Romo Ardi.

Asah Berpikir Kritis

Baru hitungan bulan Frater Bonifasius Junio Surya Aji, SJ yang akrab disapa Fr. Boni ikut terlibat dalam dinamika pembelajaran dan sebagai di Sub. Pamong di bagian Kesiswaan, namun ada keunikan yang ia temukan di dalam diri siswa MICO.

“Saya diberikan kesempatan mengajar Pendidikan Pancasila. Ketika berjumpa dengan mereka, cara berpikir mereka memang sangat matematis. Lalu ketika hadir dalam pelajaran yang memerlukan diskusi, mengeksplorasi, cara berpikir kritis mereka masing kurang. Mereka agak kesulitan dalam menjabarkan sesuatu,” ungkap Fr. Boni.

Ki-Ka: Frater Bonifasius Junuo Surya Aji SJ, Andreas Wahyu Jatmiko, Romo Alfonsus Ardi Jatmiko SJ, Julius Denny Kurnia Pratama

Melanjutkan yang telah disampaikan oleh Romo Ardi, bagi Fr. Boni menyadari perjumpaan dengan Tuhan dalam keseharian juga bukan perkara yang mudah. “Tidak instan. Siswa perlu dibimbing untuk mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu, dilatih mengemukakan perasaannya yang dirasakan dan mendeskripsikannya. Siswa juga perlu diajak untuk berpikir di luar koridor yang sudah ada (out of the box),” tambah Fr. Boni.

Cara berpikir abu-abu, bukan hal yang jawabannya iya dan tidak saja.  “Kami juga ditantang untuk dengan kesungguhan memberikan feedback di dalam buku examen. Biasanya saya highlight menggunakan stabilo perasaan- perasaan yang mereka tulis, agar mereka bisa melihat kembali apa yang mereka telah rasakan. Kami sebagai pamong juga harus proaktif menjumpai siswa dan mengasah cara berpikir kritis” jelasnya.

Cura Personalis

Sementara Guru Bimbingan Konseling, Julius Denny Kurnia Pratama, akrab disapa Denny mengalami pengalaman yang berbeda dalam mendampingi siswa. Perlu disadari oleh pendidik bahwa setiap tahunnya siswa akan berbeda karakternya.

Kemampuan pendidik menganalisis konteks siswa sampai hari ini masih diusahakan.  “Menyambung yang diungkapkan Fr. Boni, siswa di sini tidak terbiasa ‘berpikir abu-abu’. Tantangannya, bagaimana kami sebagai pendidik bisa menganalisis hal tersebut dan mendekatkan diri pada konteks anak. Selama ini yang kami usahakan adalah perhatian kepada pribadi (cura personalis),” ungkap Denny.

Sepengalaman Denny, ada beberapa waktu mereka yang memanggil siswa untuk konseling, padahal sebetulnya konsep konseling adalah di mana siswanya ada kesadaran datang ke guru BKnya. “Mereka lebih nyaman ngobrol saat jam istirahat. Jadi saya beberapa waktu keliling menyapa mereka. Biasanya bertanya dulu, bapak rumahnya dimana? Artinya siswa ingin mengenal kami terlebih dahulu. Kemudian dalam ngobrol itu siswa akhirnya bercerita apa yang mereka rasakan,” tambah guru yang berkarya di MICO sejak 2013 ini.

Menurut Denny, examen juga membantu siswa, karena biasanya orang muda tidak banyak sadar akan peristiwa yang dialaminya. Dari peristiwa-peristiwa yang dialami, ada banyak hal yang dapat dipelajari.

“Siswa MICO mempunyai motivasi tinggi untuk sekolah. Examen sangat membantu siswa mempunyai makna dalam kesehariannya di sekolah,” tuturnya.

Implementasi UAP

Adapun Pembina OSIS, Andreas Wahyu Jatmiko, kerap disapa Andre, mengungkapkan kerinduan para siswa paska pandemi. Sebagian besar siswa mempunyai kerinduan untuk membuat kegiatan atau menyelenggarakan event.

“Karena dua tahun dibatasi pandemi, mereka belum ada pengalaman, jadi kami adakan event kecil dulu untuk mengkompakan pengurus OSISnya. Waktu itu kami mulai mengadakan kegiatan mendesain karikatur ibu Kartini,” kata Andre.

Melalui event yang sederhana, Andre melatih mereka berorganisasi termasuk bagaimana menyusun konsep, membuat proposal, mendiskusikan teknis dan lainnya. Kemudian disusul dengan  MICO Festival dan Pesta Rakyat saat Hari Kemerdekaan Indonesia.

Preferensi Kerasulan Universal atau Universal Apostolic Preferences (UAP) turut mengundang MICO untuk mendalami dan bertindak.

Menurut Romo Ardi, bersama Yayasan Karya Bakti Surakarta merancang program kerja yang akan diturunkan di unit-unit karya, akan disesuaikan dan tetap menjadi gerak bersama. Pada UAP 1 hingga UAP 4, selama ini MICO sudah mengimplementasikan secara tidak langsung dari hal-hal yang sudah ada dan nantinya akan ada pengembangan.

Salah satunya mewujudkan UAP 2: Berjalan Bersama yang Tersingkirkan. Pada Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah (LKTM), siswa dikirim ke beberapa SD yang membutuhkan dan mereka ikut mengajar bersama guru. Mereka juga mengenal daerah-daerah yang terpinggal dan tinggal bersama warga.

Adapun Andre menambahkan bahwa MICO sangat menekankan pada Penjelajahan Bersama Kaum Muda (UAP 3).  MICO mempunyai 12 kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) guna melatih bakat dan mengembangkan prestasi siswa. Andre menjabarkan, mulai dari bidang IPTEK (membuat desain produk dan membuat produk dan robotik), bidang olahraga (basket, voli, bulutangkis, tenis meja, taekwondo), dan bidang seni (paduan suara dan karawitan). Ditambah ekskul wajib yakni Pramuka.

“Rencananya akan ditambah lagi seperti pencinta alam, baris berbaris, drama dan berbagai kegiatan lainnya,” pungkas Andre.

Seimbang

Dengan demikian, Romo Ardi, Fr. Boni, Denny dan Andre sepakat bahwa MICO merupakan sebuat tempat untuk bertumbuh menjadi pribadi yang kompeten, berhati nurani, peduli dan berkomitmen. Umpan balik dari pihak-pihak industri selama ini juga menjadi catatan penting menurut Denny dan Andre demi perkembangan dan kualitas lulusan MICO.

Tentu, MICO diharapkan menjadi sekolah kejuruan yang menjadi favorit dan semakin mengedepankan lulusannya sebagi pribadi yang memiliki nilai 4C. Hard skill dan soft skill perlu seimbang. Kompetensi wajib diasah begitu pula dengan karakter.

Karina Chrisyantia/Felicia Permata Hanggu (Surakarta)

HIDUP, Edisi No. 39, Tahun ke-76, Minggu, 25 September 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini