Mengenai Pasangan Sejenis, Gereja Tidak Memperbolehkan tetapi Martabat Mereka Harus Dihormati dan Diperlakukan dengan Baik. Gereja Tidak Bersikap Menyingkirkan tapi Merangkul

702
Paus Fransiskus

HIDUPKATOLIK.COM – Pasangan sejenis mengekspresikan kasih sayangnya di muka publik. Hal ini merupakan pemandangan yang sehari-hari banyak ditemui di beberapa negara Eropa barat, seperti Belanda, Belgia, Perancis, Jerman, Austria dan beberapa negara lainnya.

Di Austria sendiri, tempat saya tinggal, walaupun pemerintahnya hingga kini belum melegalkan pernikahan sesama jenis, namun baik pemerintah dan Gereja sendiri bersikap sangat terbuka akan hal ini.

Misalnya saja pada berbagai formulir, terdapat 3 macam pilihan jenis kelamin, yaitu laki-laki, perempuan dan netral. Bahkan tidak jarang pasangan sesama jenis datang ke gereja dan meminta imam memberkati mereka.

Kita hendaklah berhati-hati dalam menyikapi berita bahwa ada imam-imam Gereja Katolik (di Eropa) memberkati pasangan sesama jenis.

Memberkati pasangan sesama jenis yang dimaksud bukan (belum) berarti imam memberkati mereka dalam sebuah Sakramen Perkawinan, melainkan (bisa saja) mendoakan dan memberkati mereka untuk kehidupan yang dijalani.

Karena berkat yang diberikannya serupa halnya seperti ketika imam memberkati anak-anak, memberkati orang sakit atau pemberkatan lainnya. Penting untuk memperhatikan perkawinan Katolik sebagai sakramen mengandung unsur materi dan forma. Materi dalam Sakramen Perkawinan adalah pemberian diri yang bebas. Kedua mempelai (laki-laki dan perempuan) saling memberikan sakramen (menjadi tanda kehadiran Allah satu sama lain) dan imam memberkatinya. Sedangkan forma dalam Sakramen Perkawinan adalah perkataan janji setia pasangan untuk mengasihi satu sama lain, setia sampai akhir hidup dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit, dan janji mendidik anak-anak dalam ajaran iman Katolik. Apakah materi dan forma ini mungkin untuk dilakukan oleh pasangan sesama jenis?

Kalaupun ada pasangan sesama jenis (yang keduanya Katolik) dan memutuskan untuk menikah, maka pernikahan tersebut bukanlah pernikahan yang sakramen karena jelas-jelas hal tersebut tidak sesuai dengan aturan perkawinan Katolik.

Ada tiga unsur esensial dalam perkawinan Katolik, pertama hakikat perkawinan Katolik adalah monogami antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (unitas). Allah menciptakan manusia menurut gambarNya, laki-laki dan perempuan (bdk. Kej 1:27). Relasi antara suami dan istri dalam perkawinan Katolik merupakan gambaran relasi Allah dan manusia karena berkaitan dengan penciptaan manusia menurut citra Allah. Gereja Katolik memandang perkawinan sebagai sesuatu yang luhur karena Allah hadir dalam kehidupan perkawinan dan Allah menjadi saksi cinta kasih suami dan istri. Rasul Paulus menegaskan agar suami istri saling mencintai seperti Kristus mencintai umatNya (Ef. 5:21-33).

Kedua, perkawinan Katolik terbuka pada kelahiran anak (prokreasi). Terciptanya manusia baru (kelahiran seorang anak) sudah secara hakiki dan alamiah terjadi melalui pembuahan sel telur oleh sel sperma, yang artinya ada peranan seorang perempuan dan seorang laki-laki. Pembuahan itu terjadi secara kodrati oleh karena hubungan seksual antara suami istri, sehingga keduanya menjadi “satu daging” (Kej. 2:24; Mat 19:5) dan menerima tugas untuk berkembang biak (Kej. 1:28). Dengan demikian, hubungan seksual itu mempunyai dua dimensi penting yang tidak boleh dipisahkan, yaitu persatuan suami-istri dan terbuka kepada keturunan.

Ketiga, sifat perkawinan Katolik tak terceraikan (indissolubilitas). Kesepakatan nikah yang dibuat suami-istri dengan tahu, sadar dan bebas dari paksanaan apapun merupakan keputusan untuk menjadi „mitra Allah“ dalam karya keselamatanNya adalah buah Roh Kudus. Relasi Allah dengan manusia yang tak terputuskan tercermin pula dalam relasi suami-istri yang tak terceraikan selain oleh kematian.

Dari ketiga uraian di atas, setidaknya ada dua esensi yang jelas tidak terpenuhi oleh pasangan sesama jenis yang menikah untuk dianggap sebagai perkawinan yang sakramen.

Paus Fransiskus dalam Anjuran Apostolik Amoris Laetitia (Sukacita Kasih) yang dikeluarkan pada 19 Maret 2016 menegaskan bahwa Gereja Katolik hanya mengakui pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada rencana Tuhan bagi pernikahan sesama jenis.

Lalu mengapa ada imam yang tetap memberkati pasangan sesama jenis? Masih dalam Amoris Laetitia, Paus menekankan bahwa perkawinan sejenis tidak diperbolehkan, tetapi gay dan lesbi harus dihormati martabatnya dan diperlakukan dengan baik.

Itu sebabnya, Gereja tidak bersikap menyingkirkan melainkan merangkul karena bagaimana pun mereka adalah anak-anak Allah yang patut dikasihi dan dihormati martabatnya sebagi manusia.

Sr. Bene Xavier, MSsR, Kontributor di Wina, Austria

HIDUP, Edisi No. 40, Tahun ke-76, Minggu, 2 Oktober 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini