HIDUPKATOLIK.COM – KONGREGASI Suster-suster Jesus Maria Joseph (SJMJ atau JMJ) genap berusia 200 tahun kehadirannya di dunia pada 29 Juli 2022. Kongregasi yang didirikan Pastor Mathias Wolff, SJ di Belanda itu telah tersebar di sejumlah negara termasuk Indonesia.
Mengenang dua abad kehadiran dan karya-karya termasuk di Keuskupan Manado, HIDUP mewawancarai Uskup Manado Mgr. Benedictus Estephanus Rolly Untu, MSC di Pastoran Paroki Hati Kudus Yesus Tomohon, sesaat sebelum pelaksanaan acara puncak Perayaan 200 Tahun JMJ, Jumat, 29/7/2022.
Apa keutamaan dari karya para Suster JMJ?
Setiap kongregasi, komunitas, tarekat atau apapun namanya tentu memiliki keutamaan masing-masing sebagaimana tergambar dalam konstitusi, pedoman atau apapun istilahnya. Demikianpun dengan JMJ. Sebagai komunitas religius, JMJ memiliki keutamaan. Pertama, persaudaraan. Dalam persaudaraan dan kebersamaan itu mereka membangun hidup yang berinspirasi pada pendiri mereka Pastor Wolff dengan spiritualitas memberdayakan orang-orang miskin, yang dalam konteks lalu (awal berdirinya) perempuan-perempuan Katolik di Belanda, yang “terbelakang”.
Khusus di Keuskupan Manado, karya pelayanan seperti apa yang diemban para Suster JMJ?
Para Suster JMJ datang ke Indonesia dan memulai awal karya di Tomohon, yang dulu jantung Minahasa dengan memulai pelayan bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayan sosial, dan pelayanan pastoral lainnya bersama Gereja lokal. Mereka justru berjalan bersama umat, para pastor dan tentu berdasar Arah Dasar Keuskupan, yang masih berbentuk Prefek Batavia sampai saat ini menjadi Keuskupan Manado.
Peran suster-suster yang di Indonesia telah tersebar di tiga Provinsi JMJ yakni Provinsi Jakarta pimpinan Sr. Vinsensia Siunta, Provinsi Makasaar pimpinan Sr. Sandra Supit dan Provinsi Manado pimpinan Sr. Justien Tiwow. Para Suster JMJ sebagai salah satu unsur dalam Gereja Katolik maupun masyarakat melaksanakan karya pelayanan dalam membangun kemanusiaan lewat dunia pendidikan. Lewat dunia pendidikan mereka mengentaskan kemiskinan.
Apa pesan Monsinyur di perayaan 200 tahun ini?
Sekarang sudah 200 tahun yang berpuncak pada 29 Juli 2022 yang dirayakan lewat berbagai acara. Karena sudah lewat maka diharapkan mereka membangun ke depan, katakanlah 200 tahun ke depan. Sekarang, apa yang harus mereka lakukan, setelah melewati 200 tahun berdirinya adalah melaksanakan terus, secara kontinu apa yang telah dicapai, juga melakukan pengembangan sesuai dengan perkembangan dunia sekarang, baik perkembangan sosial, teknologi, maupun politik bangsa. Dengan melihat perkembangan-perkembangan tersebut, para Suster JMJ hendaknya bisa menyesuaikan diri terkait dengan pelayanan-pelayanan mereka ke depan.
Apa harapan Monsinyur soal konsep pendidikan dan kesehatan yang relevan kepada para Suster JMJ?
Mereka harus melihat ke depan dari apa yang ada sekarang, tahap demi tahap. Pendidikan tetap relevan. Kesehatan, apalagi dalam pandemi ini kita melihat luar biasa pelayanan kesehatan, pelayanan sosial bantuan sosial bagi masyarakat. Saat ini, Keuskupan Manado yang sementara mempersiapkan Sinode Keuskupan Tahun 2023 yang menekankan tema, “Berjalan Bersama”. Jalan bersama berbagai pihak termasuk orang-orang yang tidak biasa berjalan bersama, tetap juga diperhatikam supaya tidak terkesan eksklusif.
Dalam kerangka ini pendidikan yang relevan itu tetap berpihak kepada mereka yang kecil dan miskin. Bagaimana kita merangkul mereka sebagai suatu saudara sebagaimana juga tema Perayaan 200 Tahun Kongregasi SJMJ yakni Becoming Sister = Menjadi Saudara. Kita menjadi kabar gembira, kabar sukacita. Kita juga berjalan bersama banyak orang lain, mengentaskan kemiskinan lewat pendidikan, membawa kabar keselamatan lewat pelayanan kesehatan, memberikan harapan kepada orang-orang yang tersisih
Lexie Kalesaran (Manado)
HIDUP, No. 32, Tahun ke-76, Minggu, 7 Agustus 2022