Spirit Doll

143
Ilustrasi

HIDUPKATOLIK.COM Romo, sekarang ini beberapa public figure punya spirit doll. Salah seorang dari mereka mengatakan lewat boneka- boneka tersebut, mereka ingin membimbing, merawat, dan mendoakan arwah anak-anak yang tidak tenang. Bagaimana pandangan Gereja? (Reesha, Jakarta) 

PADA umumnya setiap orang punya kesukaan terhadap hal-hal tertentu dalam hidupnya. Realitas ini ditemukan sejak kanak-kanak ketika masa bermain, saat anak-anak mempunyai boneka yang diberlakukan seperti dirinya. Anak-anak akan merasa kehilangan sekali jikalau boneka itu, baik boneka bayi atau bentuknya hewan tertentu, tidak bersama mereka. Apa yang dilakukan oleh anak-anak adalah suatu bentuk wajar karena anak- anak bermain membayangkan dirinya seperti orang tuannya yang memperlakukan dia. Bahkan, ada anak hingga dewasa masih menjaga boneka masa kecilnya tersebut. Namun, jika ada seorang dewasa kemudian berpikir bahwa boneka tersebut memiliki jiwa dan perlu diperlakukan seperti anak-anak maka hal tersebut sudah sangat tidak wajar.

Kini, jikalau para public figure memiliki suatu boneka yang diperlakukan memiliki jiwa atau disebut spirit doll, maka perlu mempertanyakan: “Mengapa harus memiliki spirit doll jikalau alasannya ingin merawat dan membimbing jiwa anak-anak yang telah meninggal?” Alasan ini tidak tepat sama sekali karena lebih baik membimbing anak-anak yang membutuhkan, seperti anak-anak terlantar karena kehilangan orang tua, daripada memperlakukan boneka seperti seorang anak-anak. Jangan- jangan mereka yang memiliki spirit doll ini juga memiliki latar belakang bilamana mereka tidak mau repot dengan punya anak (free child movement).

Di luar andaian bahwa ada orang tidak mau punya anak (free child) dan memilih untuk memiliki spirit doll sebenarnya tidak jauh beda dengan menjadikan benda/boneka sebagai pemujaan. Spirit doll berarti boneka berjiwa. Apakah ini tidak berbeda dengan voodo atau permainan jelangkung yang mengundang jiwa masuk ke suatu boneka? Mungkin tanpa sadar orang membedakan karena boneka dari spirit doll lebih cantik dan cakap dibading dengan boneka yang dipakai untuk permainan jelangkung. Akan tetapi, meskipun penampilan boneka lebih cantik dan bagus tetapi perbuatan memperlakukan suatu boneka seperti memiliki jiwa adalah suatu perbuatan tidak benar karena berdasarkan iman kita perbuatan ini bertentangan dengan penghormatan pada Allah dan juga pada manusia.

Adalah tidak benar jika seorang lebih memperhatikan spirit doll-nya lebih dari saudara-saudarinya, teman-temannya atau bahkan orang tuanya. Manusia lebih layak mendapatkan penghormatan daripada boneka karena manusia adalah ciptaan Allah (Kej 1). Selain itu, memperlakukan sebuah boneka sebagai boneka yang berjiwa sama dengan mendewakan boneka untuk diberlakukan lebih dari manusia dan menggantikan Allah sebagai satu-satunya yang layak untuk dihormati.

Katekismus Gereja Katolik (KGK) telah mencatat dan mengingatkan pada kita semua: “Segala macam ramalan harus ditolak: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah atau tindakan-tindakan lain, yang tentangnya orang berpendapat tanpa alasan, seakan-akan mereka dapat ‘membuka tabir’ masa depan (Bdk. Ul 18:10; Yer 29:8). Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan menanyai medium, terselubung kehendak supaya berkuasa atas waktu, sejarah dan akhirnya atas manusia; demikian pula keinginan menarik perhatian kekuatan-kekuatan gaib. Ini bertentangan dengan penghormatan dalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah” (KGK 2116).

Dapat disimpulkan bahwa setiap tindakan yang bertentangan dengan penghormatan pada Allah yang konsekuensinya juga menghargai manusia sebagai pribadi tidak pernah dibenarkan. Spirit doll mengundang orang untuk jatuh pada pemujaan berhala terhadap boneka yang dimiliki oleh seseorang dengan mengatakan bahwa boneka itu berjiwa. Maka, kita perlu belajar pada Tuhan Yesus yang selalu membuka dirinya pada kedatangan anak-anak kepada-Nya (Mrk 10:14). Mungkin saja anak memang ribet daripada boneka tetapi anak-anak lebih berharga dan bermartabat daripada benda dan boneka.

HIDUP NO.06, 6 Februari 2022

 

Romo Yohanes Benny Suwito Pr 
(Dosen Teologi Institut Teologi Yohanes Maria Vianney, Surabaya)

 

Silakan kirim pertanyaan Anda ke: [email protected] atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda. 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini